Duduk di samping Sylvia, Katie melihat Tuan Tanner yang ditemuinya sebelumnya duduk di hadapannya beserta seorang wanita tua.
"Nona Katherine, bagaimana kabarmu? Ini istri saya Althea," Tuan Tanner memperkenalkan istrinya.
"Hallo," Katie menyapa, "Aku baik-baik saja, terima kasih telah bertanya."
4 kuda menarik kereta saat kusir mengayunkan cambuknya agar mereka bergerak. Teater terletak di sisi kota yang lainnya dan perjalanan yang akan di tempuh kurang dari sejam. Seperti Katie, yang berada di dalam kereta adalah manusia tetapi berasal dari kalangan orang elit.
Pasangan Tanners bukanlah orang yang munafik sebaliknya mereka mengobrol seolah-olah hanya mereka yang berada di kereta itu. Walaupun pandangan Katie terarah ke pepohonan yang mereka lalui, dia dapat mendengar pembicaraan dari kedua pasangan tersebut.
"Aku berharap mereka tidak menampilkan politik 'Incarus'," Istrinya Athea bicara dengan suaminya dengan kerutan di wajahnya, "apa yang akan mereka tampilkan hari ini?" dia bertanya.
"Mereka akan menampilkan Romeo. Cerita yang kau suka baca, sayangku." Tuan Tanner menepuk tangan istrinya untuk meyakinkannya. Mendengar kata 'Romero' Katie memalingkan wajahnya ke arah suami istri tersebut.
"Aku rasa kau telah mendengarnya," Sylvia berkata kepada Katie yang menganggukan kepalanya.
Ketika dia bekerja di perpustakaan, dia telah membaca beberapa cerita manusia dan vampir. Beberapa sungguh menarik sementara beberapa yang lainnya sungguh menjijikan.
Romero adalah salah satunya. kisah yang tragis dimana dia meninggal sebelum menemui wanita yang dicintainya oleh karena perang. Itu adalah salah satu cerita favoritnya dan melihatnya di buat menjadi sebuah pentas drama adalah satu hal yang tidak dapat dia tunggu. Dia merasa lega oleh karena Elliot telah mengundangnya,.
Ketika tiba di depan gedung teater, kusir menarik tali kekangnya membuat kuda-kuda berhenti. Kereta yang lain mengikuti di belakang membawa tamu-tamu yang ingin melihat pentas itu.
"Mereka telah melakukan pekerjaan yang baik dengan merenovasi tempat ini," Elliot menatap bangunan yang besar yang dapat menampung 300 orang.
"Aku tidak sabar melihat dramanya," Caroline memegangi bagian belakang rambutnya yang digulung, "Aku dengar teater telah dipesan dan semua tiket habis terjual, dibuka untuk manusia maupun vampir."
Alexander berdiri di samping mereka, tangannya berada di dalam kedua saku jasnya. Matanya dengan malas melihat kearah kerumunan yang sedang memasuki teater dan dia melemparkan senyuman kepada wajah-wajah yang dia kenal.
Ada beberapa orang yang menghindari tatapan matanya. Hanya sedikit yang tahu bahwa raja Valerian hanya bersikap baik terhadap orang-orang yang dianggapnya penting bagi rencananya. Mereka hanya perlu mengikuti peraturan. Peraturannya. Sesederhana itu.
Tuan Tanner mempunyai informasi tentang penyihir hitam dan telah datang ke istana untuk bicara tentang hal itu.
"Sudah saatnya kita masuk Raja Alexander?" Dia mendengar perkataan Caroline dan melihat apakah Tanner dan lainnya telah turun dari kereta.
Matanya tertuju pada seseorang yang sedang bicara dengan Sylvia yang mengenakan gaun hitam abu-abu, membuatnya mencolok di antara kerumunan.
Pipi Katherine berubah menjadi merah oleh karena udara yang dingin dan dia memegangi sisi gaunnya. Dia tersenyum dengan perkataan Sylvia dan menjawab pertanyaan Sylvia dengan mata yang berbinar. Dia bertanya-tanya apa yang membuat gadis itu merasa bersemangat.
Rambutnya diikat dengan beberapa helai yang terurai dan dengan pelan dia menaruh rambutnya di belakang telinganya. Gaun yang dikenakannya cukup terbuka dan menonjolkan belahan dadanya. Walaupun ada begitu banyak wanita dengan payudara besar tetapi dia menimbulkan keinginan seorang pria dalam dirinya.
Walaupun pemandangan didepannya menimbulkan sesuatu dalam diri Alexander, di saat yang bersamaan dia merasa kesal. Dia ingin membawa Katie kembali ke istana dan mengubahnya menjadi sesuatu yang tidak akan menarik perhatian pria yang lain.
Alexander mendesah. Dia sangat melindungi Katie seolah-olah Katie adalah miliknya yang harus dilindunginya. Dia tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi mengapa hal itu terjadi sementara tanda yang dia berikan kepada gadis itu hanyalah tanda sementara dan seharusnya tanda itu telah menghilang.
Ketika mata Katie bertatapan dengan matanya, sebuah senyuman muncul di bibirnya seperti seorang yang suci muncul di depannya.
"Raja Alexander?"
"Ya, mari kita masuk," jawab Alexander dan berjalan bersama dengan Caroline yang berdiri di sampingnya.
Seperti yang diharapkan teater itu terisi penuh. Banyak dari para manusia menempati bagian bawah sementara orang-orang elite menempati sebuah galeri yang mempunyai pemandangan yang lebih baik. Dinding ditutupi dengan lukisan-lukisan dan lampu yang menerangi ruangan itu.
Pasangan Tanner telah menempati ruangan yang telah mereka pesan, sementara Sylvia dan Katherine duduk di ruangan yang lain bersama dengan Alexander, Elliot dan Caroline.
Ketika pentas dimulai, lampu-lampu diredupkan dan para penonton menjadi diam untuk melihat drama yang ditampilkan di depan mereka.
Sepanjang drama Katie tidak dapat melepaskan matanya dari panggung. Dia terpesona dengan penampilan para aktor dan walaupun dia telah mengetahui dengan baik cerita yang ditampilkan tangannya diremasnya dengan kuat ketika pria yang memerankan Romero tidak dapat memenuhi janjinya untuk menemui pasangannya. Setelah dua jam maka drama itupun selesai dan para penonton menepukan tangan mereka dengan meriah untuk para aktor yang telah menyampaikan drama dengan begitu indah.
Sylvia membawa Katie ke ruangan belakang untuk menyapa artis yang kenal dengannya.
"Kau datang," Artis yang ditemuinya menyambut Sylvia dengan pelukan, "dan kau membuatku berpikir bahwa kau tidak akan menggunakan tiket yang kuberikan."
"Dan melewatkan dramamu?" Sylvia bertanya dengan senyuman sebelum menatap Katie, "Ini adalah Katherine dan artis yang bertalenta ini adalah Mira Mihailov."
"Hallo," Mira menyapanya, "Aku harap kau suka dengan penampilan kami hari ini."
"Tentu saja, aku sangat menyukainya. Aku selalu ingin melihat Romeo dan drama ini dilakukan dengan begitu indah," Jawab Katie dengan pujian di suaranya.
Pandangan Katie teralihkan dengan sebuah lukisan di dinding ketika Sylvia dan Mira sedang mengobrol. Dia berjalan menuju lukisan itu dan menyentuhnya dengan jarinya.
"Apa kau suka melukis nona?" dia mendengar suara seseorang tepat di belakangnya dan membalikan badannya untuk melihat siapa orang itu. Seorang pria dengan rambut pirang berdiri di belakangnya, dia memakai jaket tanpa lengan. Katie menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak pandai melukis. Aku hanya suka melihat sebuah karya seni," Katie menjawab sambil berjalan melihat lukisan yang lain.
"Aku ragu gadis secantik anda buruk dengan melukis," ujarnya pria itu sambil mengikuti Katie.
Tanpa memperdulikan pujian yang diberikan dia bertanya, "Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua karya seni di tempat ini?"
Alexander sedang bersama dengan Mathias dan Elliot, mereka sedang berdiskusi tentang informasi yang disampaikan oleh tuan Tanner dan melihat Sylvia berdiri dan bercakap dengan artis teater tetapi dia tidak melihat tanda-tanda dari Katie. Dia menyipitkan matanya kemudian menemukan Katie yang sedang bersama dengan seorang pria dan mendengar pembicaraan mereka.
"Butuh waktu sekitar 8 tahun untuk menyelesaikan semua ini," ujar pria itu, "kami juga mempunyai lukisan-lukisan yang lain. Apakah anda ingin melihatnya?"
Kami punya gua untuk tahanan dengan paku dan rantai besi, maukah kau mengunjungi tempat itu dengan layanan gratis? Alexander bertanya dalam pikirannya.
"Kita akan lanjutkan pembicaraan ini besok," ujar Alexander kepada Mathias, "Aku permisi dulu."
"Mungkin di lain waktu," dia mendengar Katie menjawab dengan sopan. Melihat raja Alexander berjalan ke arah mereka, pria itu membungkuk dengan sopan.
"Katherine, sudah saatnya kita pergi," Alexander memanggilnya. Dia membungkukan badannya ke arah pelukis itu dan pergi meninggalkan belakang panggung.
"Elliot, kereta Tuan dan Nyonya Tanner telah tiba dan Caroline dijemput oleh ayahnya. Sekarang sudah larut jadi aku akan membawa Katherine denganku dan kau bisa pergi dengan Syvlia."
"Ah-tentu, tidak masalah," Jawab Elliot sambil memandang Alexader dengan curiga.
Di dalam kereta, Kathrine dan Alexander duduk saling berhadapan. Mereka telah menempuh setengah perjalan tetapi tidak ada satupun dari mereka yang bicara.
Katie melihat Alexander memandang ke luar jendela, tangannya menopang dagunya sementara angin meniup rambutnya sementara dia menutup mata membuat suasana menjadi romantis.
Keningnya yang berwarna hitam dan bibirnya yang tipis sejajar dengan bayangan bulan yang terpancar dari langit yang gelap membuatnya berfantasi seperti pria yang dibayangkannya dari buku terkotor yang pernah dibacanya.
Dia membuka matanya dan menatap Katie seolah-olah dia adalah seorang dewa asmara yang menancapkan sebuah panah ke hatinya.
"Ada satu hal yang menggangguku…apakah kehadiranku menakutimu?" Tanya Alexander sambil menyandarkan dirinya dan melipat kakinya.
"Tentu saja tidak Raja Alexander," Katie menjawab dengan wajah khawatir.
"Kalau begitu bisakah kau menjelaskan kenapa jantungmu berdetak begitu kuat seperti dalam kandang sekarang ini?"
Dia merasakan pipinya memerah dan berterima kasih bahwa hari sudah jauh malam sehingga dia tidak bisa melihatnya, tetapi apa yang harus dijawabnya?