Saat itu, seseorang mengetuk pintu ruang resepsi di lantai paling atas Menara Guru.
Tiga orang yang duduk di ruang resepsi, satu orang tua, satu orang paruh baya, dan satu lagi muda. Si orang tua menggunakan jubah abu-abu. Dia memiliki janggut beruban dan sosok kurusnya mengeluarkan batuk dari waktu ke waktu, tubuhnya tampak dalam kondisi lemah. Sebagai perbandingan, pria paruh baya yang duduk di depannya terlihat lebih hidup, rambut dan janggutnya di sisir rapih. Dan bagaimanapun juga baju yang dia kenakan terlihat antara mewah atau berlagak mewah, baju indah itu buatan tangan yang halus. Seorang dengan mata yang tajam akan memperhatikan kalau itu semua di buat oleh penjahit terkenal. Ini sangat mungkin kalau baju setelan itu cukup bernilai untuk membayar pengeluaran dari keluarga biasa-biasa saja selama satu tahun penuh.
Anak muda duduk di sebelah sana tampaknya bahkan belum berumur 30 tahun, tapi hal mengejutkan yaitu adalah manset dari jubah hitamnya mempunyai garis warna perak tipis.
Dengan kata lain, dia adalah Penyihir Agung di usianya yang kurang dari 30 tahun!
Tapi di ruang resepsi ini, apakah pria paruh baya itu atau Penyihir Agung muda itu, mereka berdua sangat hormat kepada pria tua itu.
Ini karena orang tua itu merupakan pemimpin dari Menara Guru Kota Seribu Layar, salah satu dari tiga tembakan besar di Menara Guru, Solomon.
Di Kota Seribu Layar, tiga tembakan besar dari Menara Guru keberadaannya legendaris. Mereka sangat jarang muncul di muka umum, dan dalam beberapa tahun yang lalu, hampir tidak ada yang pernah melihat mereka. Orang-orang hanya tahu kalau tiga penyihir kuat yang bersama-sama mengatur Menara Guru telah di jalur untuk berkembang menjadi Penyihir Mulia selama belasan tahun terakhir atau lebih, dan mereka memiliki kekuatan yang jauh tidak bisa di ukur.
Keberadaan mereka adalah satu-satunya alasan mengapa Guild Ahli Sihir di atas Kota Seribu Layar. Tidak ada yang berani menantang Guild Ahli Sihir. Siapa yang berani menghadapi kemarahan tiga Penyihir Mulia? Itu pasti bercanda. Perlu diketahui kalau mereka bukan semacam orang tua yang baik hati. Kembali pada hari sebelumnya, grup bandit yang terkenal kejam di kenal dengan Sayap Hitam dibakar menjadi abu oleh tiga tembakan besar. Grup bandit itu terdiri dari lebih dari seribu orang, tapi akhirnya, tidak ada di biarkan hidup.
"Silahkan masuk." Suara ketukan itu mengganggu pembicaraan diantara ketiga laki-laki itu. Si pria tua hanya dapat tersenyum meminta maaf kepada kedua tamunya.
"Presiden Monchi, Penyihir Ryan, aku minta maaf untuk kekacauan ini." Orang yang membuka pintu ini merupakan penyihir muda yang mungkin hampir berusia tiga puluh tahun. Jika Lin Yun disana, mungkin dia pasti akan dapat di kenali pada pandangan pertama. Penyihir muda yang ada di perpustakaan sebelumnya, dan saat Mason di bawa pergi, dia melirik Lin Yun dengan tatapan penasaran.
Setelah masuk, penyihir muda meminta maaf kepada dua tamu sebelum membisikkan beberapa kata-kata ke telinga Solomon.
"Okay, aku mengerti." Setelah mendengarkan laporan dari penyihir muda, Solomon hanya mengangguk dan tidak memberikan respon sebenernya ke penyihir muda. Kenyataannya, dia berbalik ke arah kedua tamu dan tersenyum meminta maaf. "Aku sungguh minta maaf, Presiden Monchi, sebuah masalah terjadi di perpustakaan."
'Perpusatakaan?' Saat Monchi mendengar itu, kelopak matanya sedikit berkedut. 'Apakah Mason di perpustakaan sekarang?'
Bagaimana bisa Monchi tidak mengetahui karakter putranya? Biasa mengambil keuntungan dari pengaruh keluarganya, dia tidak merasa keberatan melakukan apapun yang dia mau. Dan dengan bantuan Penyihir Ryan, dia baru saja maju dan menjadi Penyihir baru. Merasa bangga dengan keberhasilannya akhir ini, dia menjadi lebih sombong, jujur saja kalau di pertemuan terakhir dari tujuh kamar dagang, dia dengan santai menemukan alasan untuk memukul anak Locke Merlin, hampir menyebabkan masalah besar.
Sekarang, dia telah mengeluarkan uang dengan jumlah besar untuk menyusun kerja sama dengan menara Guru, mengirim putranya ke perpustakaan di waktu itu, karena di merasa sedikit kemungkinan untuk terjadi konflik dengan siapapun disana saat membaca dengan tenang. Sebelum dia pergi, dia secara khusus telah memperingati anaknya bahwa Menara Guru bukan tempat sembarangan. Dia tidak bisa bersikap sombong disana atau dia akan membawa masalah ke dalam keluarga.
Seperti apa yang dia pikir akan terjadi, Monchi tak bisa menahan sakit kepala. Terkadang, dia benar-benar tidak mengerti. Mereka berdua adalah putranya, tapi mengapa perbedaan diantara keduanya begitu hebat? Satunya sangat stabil dan cerdas, berhasil untuk menjadi Penyihir Agung di usia muda, saat yang lain hanya meninggalkan masalah. Bahkan akhirnya dia bisa berkesempatan menjadi seorang penyihir hanya bisa tercapai mengandalkan kakak laki-lakinya.
Setelah dia kembali saat ini, dia akan mendisiplinkan Mason secara benar. Sebaliknya, jika ia tetap seperti ini, dia akan membawa bencana besar ke dalam keluarga.
Monchi ragu-ragu untuk sejenak sebelum memaksa dirinya untuk bertanya, "Pemimpin Solomon, apa Mason.."
"Jangan pikirkan itu, ini hanya masalah kecil." Solomon melambaikan tangannya, dengan senyum di wajahnya "Sebuah percekcokan terjadi diantara Mason dan penyihir muda sekarang di perpustakaan, itu bukan masalah besar, Solon telah menjaga itu."
"Aku sungguh malu..." Monchi berulang kali meminta maaf untuk agak santai. Mendengar suara Solomon, ini terlihat seperti, untungnya, Mason pasti tidak membuat masalah dengan penyihir penting dari Menara Guru. Jika itu masalahnya, memberikan Solomon permintaan maaf yang pantas dan memberi hormat kepada Menara Guru seharusnya cukup.
Sebagaimana untuk penyihir muda itu, akan lebih baik untuk lebih bijaksana. Jika dia ingin dalam masalah dengan seseorang, dia harusnya tau siapa yang dia ajak bicara. Keluarga Monchi bukan orang yang bisa dianggap remeh.
Satu-satunya hal penting sekarang adalah sebuah sikap di Menara Guru, tapi ini terlihat kalau disana tidak ada masalah dengan ini. Setelah semuanya, dia datang dengan rencana kerja sama, jadi dia seharusnya lebih leggang di Menara Guru sekarang. Di waktu sangat penting ini, Solomon akan menunjukan wajahnya walaupun ini perbuatan anaknya.
Seperti apa yang di harapkan Monchi, Solomon dengan cepat menerima permintaan maaf dan tidak bicara lebih jauh tentang kesalahan Mason. Kemudian, pembicaraan berlanjut dengan cukup menyenangkan dan tidak lagi dengan pembicaraan bisnis. Suasana dalam ruang resepsi menjadi tidak kaku lagi tentu saja menjadi lebih harmonis seperti kawan lama yang sedang berbicara.
Solomon bahkan membicarakan mengenai pengalamannya dahulu. Dia orang yang menjadi Penyihir Mulia untuk lebih dari belasan tahun, akhirnya. Pengalamannya sangat melegenda untuk banyak orang. Terlepas apakah Monchi yang sangat kaya atau kesempatan Penyihir Agung Ryan yang belum mencapai umur 30, mereka berdua mendengarkan, terpesona, karena cerita-cerita ini membuka mata mereka.
Saat pergi, Solomon dengan mengejutkan mengantarkan mereka ke depan pintu. Ini perlakuan yang jarang dilihat dan terjadi pertama kali dalam setahun.
Setelah melihat ayah dan putranya, Solomon kembali sekali lagi ke ruang resepsi. Solon, yang telah menunggu disana untuk waktu yang lama, dengan hati-hati bertanya, "Guru, apakah aku harus menenangkan Mason?"
Solon menganggap kalau selama gurunya bicara dengan bahagia dengan ayahnya ini dan kedua putranya selama ini, Menara Guru dan Kamar Dagang Bulan Kembar kemungkinan besar akan menyelesaikan perjanjian kerja sama, dan penyihir Mason yang telah di bawa keluar dari perpustakaan mungkin perlu di tenangkan. Dia merupakan putra Monchi. Jika dia terlalu berisik, mungkin tidak akan membawa keuntungan dari hubungan dekat ini.
Solon tidak mengira setelah dia duduk, lelaki tua itu melontarkan kata-kata pedas.
"Apa yang kau maksud, menenangkan? Keluarkan dia dari sini!"