Chereads / TIKAM SAMURAI / Chapter 220 - Mereka akan menemukan jejak kita.

Chapter 220 - Mereka akan menemukan jejak kita.

Mereka bertugas memperhatikan jalan, mengawasi tanda-tanda adanya ranjau. Mereka memang sangat ahli dan paham dalam hal itu.

Kini, kendati si Bungsu berada di depan, mata mereka yang tajam meneliti setiap inci lantai terowongan yang akan dilewati.

Beberapa saat menjelang sampai ke mulut terowongan yang menghubungkan mereka dengan dunia luar, si Bungsu menyuruh rombongan itu berhenti. Dia minta mereka menanti, kecuali si kolonel yang masih memegang senjata yang diberikan si Bungsu dan dua anggotanya dari SEAL itu, yang masing-masing kini memegang senjata yang tadi diambil dari mayat tentara Vietnam di atas sana.

"Di luar sana, tak jauh dari mulut terowongan ini, tadi malam ada dua tentara yang menjaga. Saya rasa di sana tetap ada yang menjaga, kendati orangnya sudah diaplus…" ujar si Bungsu pada Kolonel MacMahon.

"Baik, kita selesaikan mereka…" ujar MacMahon.

"Saya rasa sebaiknya tak ada letusan. Suara letusan akan terdengar sampai ke barak. Di sana berada seratus tentara Vietnam. Jumlah kita amat tak seimbang…" ujar si Bungsu.

"Anda benar. Kita akan selesaikan mereka tanpa sebuah letusan pun…" ujar si kolonel, sambil memberi isyarat pada kedua anak buahnya yang dari SEAL itu.

Kedua tentara itu pun menyerahkan senjatanya pada temannya yang lain. Mereka menghunus bayonet yang tadi diambil dari tentara Vietnam itu. Kemudian segera bergerak cepat ke mulut terowongan. Di belakangnya menyusul si Bungsu dan MacMahon. Ketika mereka sampai di mulut terowongan, yang seolah-olah tertutup oleh batu besar itu, kedua anggota SEAL tadi sudah tak terlihat lagi bayangannya. Si Bungsu sebenarnya khawatir, kedua anggota pasukan khusus angkatan laut Amerika itu takkan mampu menyelesaikan tugas sebagaimana diharap kan Kolonel MacMahon.

Bukan karena dia tak percaya pada ketangguhan pasukan elit itu, namun kedua orang itu sudah ditahan beberapa tahun. Betapa pun, kemahiran seorang yang amat terlatih akan menurun amat drastis, bila dia tak pernah latihan beberapa bulan saja. Apalagi kedua tentara itu, sebagaimana teman-temannya yang lain, kini kondisi kesehatan mereka amat buruk. Karena makan tak teratur dan mutu makanan yang masuk ke tubuh mereka amat rendah. Namun kalau dia cegah, dia khawatir kolonel dan kedua tentara tersebut akan merasa dilecehkan.

Kini dia hanya tinggal berharap, mudah-mudahan kedua tentara itu bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik. Namun terus terang saja, hati si Bungsu benar-benar tak sedap. Dia membawa kolonel itu agar bergerak cepat. Di luar sana, kedua tentara Amerika tersebut

mengendap-ngendap mendekati tempat dua tentara Vietnam yang sedang berjaga-jaga.

Yang seorang memberi isyarat, agar mereka mendekati kedua tentara tersebut dari dua arah dengan membuat setengah lingkaran. Hal itu terpaksa dilakukan karena situasi lapangan yang terbuka, yang tidak memungkinkan mereka langsung mendekat tanpa diketahui kedua orang Vietnam tersebut.

Dalam pelukan udara pagi yang amat sejuk di kaki bukit batu terjal itu, mereka menerobos semak belukar. Berlindung dari pohon ke pohon.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di posisi sejajar. Jarak antara yang satu dengan yang lain di seberang sana ada sekitar dua puluh depa, dengan tentara Vietnam berada di tengah-tengah. Mereka berdua bisa saling lihat.

Mereka cukup beruntung, kedua tentara Vietnam tersebut tak mengetahui sama sekali ada bahaya yang mengancam.

Yang di sebelah kanan memberi isyarat kepada temannya. Mereka akan merayap sedekat mungkin, kemudian maju merayap. Tidak mudah melakukan tindakan itu, karena harus melewati daerah terbuka sekitar lima balas depa.

Amat besar resikonya untuk membunuh kedua tentara itu dengan lemparan bayonet. Barangkali lemparan akan mengenai sasaran, namun jarak yang jauh itu takkan bisa menancapkan bayonet cukup dalam.

Bukan hanya itu, arah lemparan bayonet sebenarnya juga bisa melenceng, jika ayunan saat melempar tidak dengan sepenuh tenaga. Kini kedua mereka mulai merayap maju.

Apa yang mereka khawatirkan terjadi sudah. Kedua tentara Vietnam itu segera mengetahui kehadiran mereka. Mula-mula kedua Vietnam itu terkejut. Namun sesaat kemudian mereka sudah mengacungkan bedilnya.

Pada saat yang hampir bersamaan kedua anggota SEAL itu sudah tegak dan melambung ke depan. Ketika mereka yakin tubuh mereka takkan mencapai kedua tentara itu, mereka sama-sama melemparkan bayonetnya.

Apa yang dikhawatirkan si Bungsu, bahwa kemahiran akan merosot bila lama tak dilatih, memang jadi kenyataan. Kedua anggota SEAL itu memang bergerak pada saat yang tepat, namun gerakan mereka saat menghamburi kedua Vietnam itu sudah demikian lamban karena tenaga mereka memang jauh merosot.

Begitu juga lemparan bayonetnya. Melempar sasaran dalam posisi tubuh melambung bukanlah pekerjaan yang mudah. Kendati oleh orang terlatih sekalipun. Kini tindakan itu dilakukan oleh tentara yang kondisi tubuhnya cukup buruk.

Lemparan mereka memang mencapai kedua tentara Vietnam itu. Namun bayonet yang dilemparkan tentara yang di kanan justru hulunya yang menghantam hidung si Vietnam. Sementara lemparan seorang lagi memang ujungnya, namun yang kena adalah tangan kanannya. Padahal tadinya mereka sama-sama membidik dada kedua Vietnam itu sebagai sasaran utama. Dada bahagian jantung, begitu selalu mereka dilatih.

Kendati demikian, kedua tentara Vietnam itu sama-sama tak bisa mempergunakan bedil mereka. Yang hidungnya kena hajar hulu bayonet memekik. Senjata di tangannya terlepas, karena kedua tangannya segera mendekap hidungnya yang remuk. Yang seorang lagi, yang lengan kanan kena hajar bayonet, juga memekik. Namun dia sadar, nyawa mereka berada di ujung tanduk.

Gagang bedil dengan gerakan cepat dia pindah dari tangan kanannya yang ditancapi bayonet ke tangan kiri. Dengan tangan kiri itu di mengangkat bedilnya dan menembak.

Namun gerakannya terlambat. Tentara Amerika itu sudah sangat dekat. Bedilnya disentakkan, tubuhnya tertarik ke depan saat itu pukulan sisi tangan anggota SEAL itu mendarat di tenggorokannya. Dia masih belum rubuh, sebuah tendangan menyusul ke selangkangan nya. Dia jatuh berlutut, dan bayonet di ujung bedilnya yang sudah berpindah tangan segera menghujam ke jantung nya. Tapi, tentara Vietnam yang seorang lagi, yang tadi kena hajar hidungnya, juga segera menyadari maut mengancam nyawanya. Dengan menahan rasa sakit, dia segera berlutut dan meraih senjatanya yang jatuh. Saat itu tentara Amerika yang seorang lagi masih berada tiga depa dari dirinya, dan sedang melambung. Dia mengangkat bedilnya dan menarik pelatuk.

Saat itu tubuh tentara Amerika yang melambung itu jatuh tepat ke tentara Vietnam tersebut. Dia memutar kepala Vietnam itu, terdengar suara berderak. Tentara Vietnam itu mati seketika.

Kedua kejadian itu, terjadi pada saat yang hampir bersamaan. Dan ketika tugas itu selesai, kedua anggota SEAL tersebut melucuti senjata dan peluru kedua tentara Vietnam itu. Saat itu pula Kolonel MacMahon muncul, disusul si Bungsu. Kedua orang itu muncul dari balik belukar, sekitar sepuluh depa dari tempat MacMahon,

Kolonel itu memberi isyarat dengan suitan ke arah pintu goa, tak lama kemudian dari sana muncul para bekas tawanan yang lain, lalu berkumpul di sekitar mayat kedua tentara Vietnam itu. Si Bungsu berjalan ke arah salah satu terntara Vietnam tersebut. Saat dia membalikkan salah satu tubuh mayat itu, semua bekas tawanan Amerika pada memandang ke arahnya. Dia menunduk, mencabut samurai kecil yang tertancap di tengkuk mayat itu sampai ke hulunya.

Kolonel MacMahon dan tentara yang tadi melompat dan mematahkan leher orang Vietnam itu, saling bertatapan. MacMahon maupun tentara yang melompat itu teringat, saat tubuhnya masih di udara dalam sebuah lompatan dan masih berjarak tiga meter dari si Vietnam, tentara Vietnam itu sudah mengangkat bedil. Telunjuknya sudah berada di pelatuk bedil. Namun tak kunjung terdengar letusan. Dan orang Vietnam itu akhirnya mati.

Ternyata, penyebab tak kunjung terdengarnya letusan itu adalah samurai kecil tersebut. Si Bungsu menghapus darah di samurai kecil itu ke baju tentara yang mati itu. Kemudian dia menyelipkan samurai kecilnya ke balik lengan baju. Dia berbuat seolah-olah tak terjadi apapun. Si tentara yang tahu nyawanya diselamatkan segera mendekati si Bungsu, persis saat si Bungsu sudah berdiri.

"Tuan, siapapun Tuan dan darimanapun Tuan berasal, saya berhutang nyawa pada Tuan. Terimakasih. Tuan telah menyelamatkan hidup saya. Nama saya William, Sersan Robert William. Saya takkan melupakan pertolongan Tuan…" ujarnya sambil mengulurkan tangan.

Si Bungsu menatap anggota pasukan istimewa Angkatan Laut Amerika itu dengan tenang. Kemudian menerima uluran tangan tentara tersebut. Selain si Bungsu, yang memahami apa yang sudah terjadi hanya tiga orang. Yaitu kedua anggota SEAL itu dan si kolonel. Yang lain hanya menatap dengan diam. Tapi, dari apa yang mereka lihat di goa tadi, betapa mahirnya lelaki dari Indonesia ini mempergunakan senjata Ninja-nya, mereka sudah dapat menduga, apa yang dimaksud 'hutang nyawa' oleh Sersan William.

Situasi tak memungkinkan mereka bergerak lambat. Si Bungsu segera membawa pasukan kecil itu melintas sungai kecil yang dia lewati malam tadi. Kemudian menyelusup di antara batu-batu besar dan hutan lebat ke tempat di mana dia meninggalkan Han Doi.

Mereka kini sudah memiliki tujuh bedil. Sebuah yang dibawa si Bungsu, empat meraka rampas dari tentara Vietnam di dalam terowongan tadi, dan dua dari penjaga pintu terowongan.

Namun, baik si Bungsu maupun Kolonel MacMahon tetap berpendapat bahwa mereka tak mungkin terlibat pertempuran terbuka dengan seratus lebih tentara Vietnam di barak-baraknya sana. Selain perbedaan jumlah personil dan jumlah senjata yang amat mencolok, kondisi kesehatan juga tak memungkinkan mereka untuk bergerak cepat dalam sebuah pertempuran terbuka.

Pagi sudah turun. Si Bungsu faham benar, bahwa bahaya semakin mendekati mereka. Kini komandan pasukan Vietnam itu tentu sudah mengirim pasukan menyusul empat tentara yang terbunuh di goa penyekapan tentara Amerika itu. Sebelum mereka memasuki goa, mereka tentu terlebih dahulu menemukan dua mayat temannya di bawah bukit itu.

Pasukan yang dikirim itu akan dibagi dua. Satu atau dua orang dikirim memberikan laporan ke barak, dan selebihnya akan memasuki goa penyekapan. Berharap kalau-kalau para tawanan masih belum sempat melarikan diri.

Namun, sebelum pasukan yang memeriksa goa tahanan itu kembali, berdasar laporan bahwa dua tentara yang menjaga di bawah bukit itu sudah mati terbunuh, maka seluruh pasukan Vietnam akan disiagakan. Tindakan tentara Vietnam setelah itu sudah bisa direka dengan pasti. Mereka akan menyisir seluruh belantara ini untuk mencari tawanan yang melarikan diri tersebut, berikut orang yang membebaskan mereka. Tentara Vietnam akan segera dapat menyimpulkan bahwa pelarian itu dimungkinkan karena ada pihak luar yang membantu. Indikasinya akan mereka temukan pada rantai-rantai yang hancur seperti kaca dihantam batu. Kendati mereka belum mengenal zat apa yang digunakan untuk membuat rantai itu rapuh, namun mereka akan segera tahu, bahwa zat kimia berkekuatan dahsyat itu didatangkan dari luar. Zat itu mustahil bisa dibuat para tawanan.

Dengan pikiran seperti itu, si Bungsu segera bertindak cepat. Han Doi yang ditemukan masih tertidur, karena urat lehernya ditotok, terbangun dengan kaget ketika si Bungsu kembali membuat dia sadar.

"Ayo berkemas, kita harus bergerak cepat….."ujarnya pada Han Doi yang dia bebaskan dari totokan, yang menatap hampir tak percaya pada belasan tentara Amerika yang compang-camping tak jauh dari tempatnya tidur.

Ketika mereka menyelinap di antara hutan dan bebatuan besar, dari kejauhan mereka mendengar deru mobil dan perintah-perintah para komandan tentara Vietnam di barak-baraknya. Ketika mereka sudah kembali berada dijalur yang mereka gunakan tadi malam, si Bungsu menghentikan rombongan tersebut.

"Mereka akan menemukan jejak kita. Sebaiknya rombongan kita bagi dua. Han Doi jadi penunjuk jalan ketempat Duc Thio dan Thi Binh di bukit sana. Bawa wanita dan semua yang sakit ke bukit itu. Delapan pucuk senjata yang ada termasuk punya Han Doi, kita bagi dua. Empat pucuk dibawa rombongan Han Doi, di sana ada dua pucuk lagi, empat lagi tinggal disini bersama empat sukarelawan yang masih bisa bertempur.

Untuk mengalihkan pengejaran, kita akan memancing mereka kesebelah sana, sehiingga rombongan yang membawa yang sakit bisa menyelamatkan diri sampai kebelakang rawa sana, Han Doi lihat peta ini…."ujar si Bungsu sambil membuka peta yang diambilnya dari ransel.

"Di sini kita tadi berhenti, memakan durian dan memanggang rusa. Tetaplah disitu, bawa jam tangan ini. Jam ini akan memancarkan sinyal memanggil helikopter. Buat api unggun begitu kalian mendengar deru pesawat terbang, agar mereka melihat asapnya untuk turun menyelamatkan kalian.

Kalian tak bisa melewati rawa tersebut. Selain rakitnya tak bisa menampung semuanya, rawa itu terlalu berbahaya untuk dilewati. Nah, kini kita berbagi peluru dan dinamit…."ujar si Bungsu sambil menuangkan isi ranselnya yang di penuhi peluru dan dinamit itu di tanah.