Tiba-tiba, dua depan di atasnya, lewat cahaya terang matahari yang menusuk ke tubuh laut, dia lihat beberapa tubuh beterjunan. Pastilah anak-anak kapal yang menyelamatkan diri, meninggalkan kapal tersebut sebelum meledak. Namun si Bungsu sudah kehabisan tenaga. Lemas, dia tak berdaya lagi.
Jauh di bawah sana, Tongky menyadari si Bungsu menghadapi bahaya serius. Begitu mengetahui mesin kapal berhenti mendadak, Tongky mengapung lagi. Dia melihat sesosok tubuh yang lemas. Dia segera mengetahui bahwa tubuh itu adalah di Bungsu. Cepat dia mendekat dan menarik tubuh tersebut. Membawanya kembali menyelam, menghindarkan diri dari kapal itu. Sambil menyelam, beberapa kali dia menanggalkan alat pernafasan dari mulutnya, kemudian mendekapkannya ke mulut si Bungsu.
Begitu merasa ada alat pernafasan di mulutnya, si Bungsu segera menghirup oksigen tersebut. Beberapa saat dia bernafas di sana, sambil tubuhnya tetap dipeluk Tongky sambil berenang di laut dalam itu. Mereka bergantian bernafas pada skuba milik Tongky. Dengan cara demikian, mereka akhirnya mendekati pantai dimana Fabian menanti.
Beberapa saat mencapai pantai, mereka merasa desakan dan getaran air yang kuat. Tongky segera tahu, kapal selam itu telah meledak. Dan ketika beberapa saat kemudian mereka muncul di permukaan air di dekat pantai, mereka tak lagi melihat kapal selam tersebut. Di laut mereka hanya melihat beberapa sosok tubuh yang berusaha berenang ke tepi.
Mereka adalah awak kapal selam itu. Di sekitarnya terlihat berbagai barang mengapung di antara genangan minyak. Tongky menyeret tubuh si Bungsu ke atas.
''Terima kasih, kawan. Anda menyelamatkan nyawa saya..'' ujar si Bungsu, begitu tubuhnya berada di pasir di bawah pohon-pohon yang rindang.
Saat itulah para awak kapal selam yang sedang terapung-apung di laut menampak mereka. Mereka saling berteriak. Namun jaraknya terlalu jauh untuk mengenali, apalagi untuk mendekati. Fabian berada di sana, di dekat si Bungsu dan Tongky.
''Ayo cepat, teman-teman mereka barangkali tengah menuju kemari, demikian juga polisi. Ledakan ini mungkin terdengar sampai ke kota..'' ujar mantan kapten itu.
Mereka bergegas mengangkat alat-alat selamnya, menyeretnya ke semak-semak di mana mereka tadi meninggalkan jip Landrover. Lalu meninggalkan tempat itu. Mengambil jalan lain yang mereka ketahui karena telah mempelajari tempat tersebut dengan seksama.
Pemerintah Malaya jadi heboh. Segera terungkap bahwa perairan Singapura, bahagian dari negara mereka, telah dipakai oleh pasukan Belanda sebagai pangkalan gelap kapal perang.
Meledaknya kapal selam itu telah membuka kedok Konsulat Belanda di kota itu. Ribut antara Pemerintah Malaya dengan Belanda segera terjadi. Malaya memanggil Konsul Belanda di Singapura. Lalu mengusir, mempersona non garatakan, Konsul itu.
Dalam konflik Indonesia – Belanda, Malaya memang negara yang netral. Namun hadirnya sebuah kapal selam di perairannya, jelas tak disukai Indonesia yang tengah berperang dengan Belanda. Malaya tak ingin Indonesia mencapnya sebagai negara yang pro-Belanda.
Berurusan dengan Indonesia jelas tak diingini oleh Malaya. Soalnya lagi, bukan karena takut dimusuhi Indonesia saja, melainkan kehadiran sebuah kapal perang tanpa setahu pemerintah setempat, memang bukan urusan yang sepele.
Awak kapal selam yang terbenam itu terpaksa diserahkan oleh pihak Konsulat Belanda kepada pemerintah Malaya. Mereka sempat dihukum masing-masing lima bulan. Barulah lewat saluran diplomatik yang ruwet, ke 45 orang awak kapal selam itu di pulangkan ke negeri Belanda.
Hanya saja, pihak Malaya tetap tak tahu, bahwa selain kapal selam yang meledak itu, masih ada kapal selam lain di perairannya. Bahkan ada empat atau lima kapal perang Belanda yang dikamuflase sebagai kapal dagang, yang berlabuh dengan tenang di antara ratusan kapal-kapal dagang lainnya di teluk Singapura!
Si Bungsu sebenarnya ingin sekali membongkar kedok Belanda itu. Dia menyelidiki kapal-kapal perang yang dipalsukan jadi kapal dagang itu, kemudian memberitahu pihak Malaya.
Namun dia tak punya waktu lagi. Teman-temannya telah menyiapkan tiket untuk berangkat ke Dallas. Apalagi tujuan utamanya adalah mencari Michiko, kekasihnya yang dibawa lari oleh seorang mantan pilot Amerika semasa Perang Dunia II, bernama Thomas. Pilot keturunan Inggeris – Spanyol.
Sehari menjelang berangkat, mereka berkumpul di rumah Fabian, dimana si Bungsu menginap selama di Singapura.
''Besok engkau akan berangkat dengan Japan Airlines, kawan. Dari sini menuju Hongkong. Dengan pesawat yang sama ke Dallas lewat Hawai. Engkau akan ditemani oleh Tongky. Dia kenal baik kota itu, karena dia tinggal di sana sebelum Perang Dunia II," ujar Fabian.
Fabian sendiri tak bisa ikut karena akan ke Inggeris mengantarkan ibunya. Namun setiap saat yang dibutuhkan, jika ternyata si Bungsu dan Tongky menghadapi kesulitan di Dallas, mereka akan datang.
''Jangan ragu-ragu memanggil kami. Barangkali kalian di sana akan terbentur dengan dinding kejahatan hebat bernama Mafia, siapa tahu bukan? Jika itu terjadi, beritahu kami, kami akan datang..''
Si Bungsu amat berterima kasih atas setia kawan teman-temannya ini. Sebenarnya Fabian berkeras agar si Bungsu disertai teman-teman yang lain. Seperti Sony dan Miquel. Jadi mereka bisa berangkat berempat. Namun si Bungsu khawatir keberangkatan berempat itu akan memakan biaya besar dan akan menyulitkan dia bergerak mencari jejak Michiko.
Sebagai jalan tengah, akhirnya dia berangkat duluan dengan Tongky.