"Maaf membuatmu menunggu"
Luxia berjalan masuk dengan membawa semangkuk bubur gandum dan menyerahkan kepadaku.
"Tidak apa-apa, terima kasih. Kelihatanya lezat, aku makan ya.. " Setelah mengunyah beberapa sendok, akupun melanjutkan,
" Emm rasanya ada campuran tanaman penyembuh ya? Ini enak. Kau mau?"
Aku menyodorkan sendok kayu berisi bubur ke Luxia.
"Tidak, kau habiskan saja biar cepat sembuh!.. iya, ini tadi aku beri tanaman Hipogrip sebagai bumbu."
" Kau ternyata pandai memasak Luxi. Kalau begini, rasanya aku mau makan makananmu setiap hari! "
"M-Memakan...Setiap hari? I-Itu berati... Istri?" Dengan pelan luxia berbicara sendiri. Telinga panjang dan mukannya berubah jadi sedikit memerah.
"Hey... kau bicara apa? Aku tidak terlalu mendengarmu!"
"Ti-tidak... Tidak ada." Luxia berusaha mengeleng dan mengipas-ngipaskan tangannya secara berlebihan.
"Hei ayolah! Bukankah tadi ada kata istri? Apakah kau ingin aku meminangmu?"
"Eh? Em apa itu meminang?"
" Kau tidak tau? Maksutku aku ingin menjadikanmu istriku!''
''Eh??"
Akupun menaruh piring buburku kemudian memegang tangan luxia.
"Luxia? Maukah kamu menjadi istriku?"
"Hah?? Apa kau sedang becanda? Ini tidak lucu!"
"Bercanda? Apakah aku seperti bercanda? Lihatlah mataku! Apakah ada ketidakseriusan dimata ku?"
"T-Tapi kenapa begitu mendadak? Bukankah kita baru bertemu beberapa bulan yang lalu?"
"Kenapa? Aku juga tidak tau. Aku hanya merasa dan merasa sangat takut kehilanganmu semenjak aku terbangun. Kesedihan menyelimutiku, ketakutan ini begitu besar. Aku bahkan tidak tau apa yang sebenarnya kurasakan ini. Yang kutahu aku mencintaimu luxi, dan aku bermaksud menjadikanmu istriku!"
Mendengar ucapanku mata luxia sedikit berkaca-kaca. Seolah berpikir sejenak, kemudian luxia membalas mengengam tanganku dan berkata dengan lirih,
"A-Aku Juga.."
"Juga? Kau juga mencintaiku?"
Tanpa berkata apapun luxia hanya mengangguk lirih.
" Apakah kau mau menjadi istriku?"
Sekali lagi dia hanya mengangguk lirih.
Hatiku serasa sangat ringan saat ini. Melupakan rasa sakit diperutku aku memeluk luxia.
"Em Ah, Glen?? Ingat kondisimu!! Bukankah perutmu masih terluka?"
"Tidak apa-apa. Sakitnya tidak berasa kok.''
Memang benar, ini terasa nyaman.
"Ah" aku teringat sesuatu. Melepaskan luxia akupun berusaha menjangkau laci meja disamping kiri, namun tidak bisa, perutku terasa sedikit sakit. Apa karna aku terlalu banyak bergerak.
'' Luxi? Bisakah kamu ambilkan sesuatu dilaci nomor dua di sana?"
"Disini? Buku?"
"Tidak-tidak, coba periksa dibawah buku itu!"
"Baik. Ini? Kalung?"
'' iya. Bagaimana kalung itu menurutmu?"
"Ini sangat cantik, dan warna biru ini sangatlah indah dan terasa murni."
''Begitukah. Kalau begitu pakailah! Kalung itu untukmu.''
"Eh? Benarkah?''
" Iya. Disini tidak ada pembuat atau penjual cincin. Jadi aku harap kau suka kalung itu sebagai gantinya. Sini, coba kupakaikan!''
Setelah menyerahkan kalung itu, Luxia pun duduk disamping ranjangku dengan posisi membelakangiku.
'' Nah sudah! Coba berdiri, aku mau lihat."
Menuruti perkataan ku diapun berdiri menghadapku.
Wow, kalung itu benar-benar cocok dipakai olehnya. Rambut putih terurai itu pas dengan kalung biru itu. Walau pakaian adalah pakaian orang desa biasa tapi kesan keanggunan seorang putri benar-benar muncul dari gadis didepanku ini. Tapi bukankah dia memang seorang putri?
"B-Bagaimana?"
" Kau benar-benar cantik dan anggun, Luxi. Kalung itu benar-benar cocok untukmu!"
Membalas Jawabanku dia menubruk dan memelukku :''
"Aduduh pelan-pelan!"
"Ah Maaf. Tapi, Terima kasih Glen!''
'' Iya, Sama-sama."
Akupun membalas pelukannya. Ini benar-benar nyaman.
Selang beberapa saat kami pun saling menatap satu sama lain. Tidak lama Luxia menutup matanya.
Menuruti naluri, kami berdua pun mulai memajukan wajah masing-masing. Hembusan nafas sudah saling mengenai wajah kami masing-masing. Bibir kamipun akan segera bertemu,
"Tok Tok Tok..Tuan?? Ini saya Orxsia!"
'' Jdug"... Karna terkaget, bukannya bibir kami yang bertemu malah jidat kami yang bertemu.
Aduduh, kampret kau orxsia!!!
Aku dan Luxia memegangi jidat masing². Sebenarnya rasa sakit ini tidak seberapa, tapi rasa malunya ini loh :''. Bahkan luxia menundukan wajahnya terus menerus.
'' Buka sana!"
"Eh? Untuk bangkit saja aku tidak kuat luxi, terus bagaimana caranya aku membuka pintu??''
''Em" Tanpa menatap wajahku luxia bangkit berbalik membuka pintu.
Tok... Tok... Tok...
"Iya sabar!"
"Tuan? Bolehkan saya masuk?" Ujar Orxsia, meminta izin untuk masuk ke dalam kamarku.
Waktu yang tidak tepat. Bangkai kau!
"Masuklah!"
Orxsia masuk kemudian memasang pose menghormat dengan sedikit membungkukkan badannya.
Melihatku dan Luxia saling memegang jidat terlebih luxia yang menunduk terus dia berucap,
"Sepertinya saya menganggu waktu anda ya Tuan? Mohon maafkan kelancangan Hamba.
"Tidak apa-apa. Ada apa?"
" Saya ucapkan selamat atas kesembuhan Anda, Tuan."
"Oh, terima kasih. Oh ya. Kalau tidak salah, kau juga membantu merawatku bukan? Terima kasih ya!"
"Tidak Tuan. Sudah menjadi kewajiban hamba untuk merawat Master hamba ketika sakit. Jadi, Tuan tidak perlu berterima kasih."
"Begitu ya. Ehem... Ah baiklah. Karena kalian sudah ada disini, ada yang ingin kuberitahukan. Besok lusa kita akan melanjutkan pergi ke Desamu Luxia."
"Hah? Apa maksutmu? Bukankah kau belum sembuh? Paling tidak kita harus disini Sebulan atau 2 bulan untuk memastikan kesembuhannya! Liat saja tubuh kurusnya itu!! Kau pikir kau bisa pergi dengan tubuh Kurusnya itu!!!"
Dengan marah luxia mengatakan itu.
"Benar yang dikatakan Nona, Tuan. Anda harus beristirahat dahulu sampai luka Anda menutup."
"Tapi bukankah Desamu sedang dalam bahaya ? Apa tidak sebaiknya kita bergegas ke sana?"
" Jangan kuatirkan hal itu, Glen. Kerajaanku mempunyai banyak prajurit, jadi serangan Orc itu pasti bisa untuk ditangani. Lagipula siapa yang peduli dengan orang-orang itu. Kau harus fokuskan dirimu untuk menyembuhkan diri."
Kerajaan? Aku pikir itu adalah sebuah Desa. Tunggu dulu, bukankah Luxia bilang dia adalah anak Raja? Jadi, itu memang kerajaan.
Kira-kira kalau aku membawa Luxia dengan selamat, aku akan mendapatkan hadiah tidak ya?
Tunggu dulu, sepertinya ada yang aneh. Bukankah kerajaannya akan diserang? Kenapa dia begitu tenang akan hal itu? Tapi malah panik akan keadaanku. Bukankah akan terjadi perang? Harusnya kita bergegas.
" Aku rasa tubuhku akan sembuh ketika kita tiba disana kok. Jadi kau tidak usah kuatir... Aduh.."
Mungkin karna aku terlalu banyak bergerak, perutku kembali terasa nyeri dan sakit. Darah segar merembes dari perban diperutku.
"Bukankah sudah kubilang!! Tidurlah dan jangan bergerak, lukamu terbuka lagi kan!!" Dengan panik Luxia menyuruhku tidur dan berusaha mencari perban baru serta mengambil tanaman obat.
"B-baik." Aku menuruti luxia untuk kembali tidur.
Tiba-tiba, pandanganku terasa kabur dan aku pingsan lagi.