Bayangan hitam masuk ke sebuah kamar, beberapa prajurit dan dayang berlarian menyusul sosok itu dan berhenti di depan pintu kamar. Diperiksanya ke dalam, tidak ditemukan tanda-tanda aroma manusia. Setelah memastikan aman, prajurit pergi dan menyisakan dayang yang membawa baskom-baskom air hangat.
"Sebentar lagi, Wangye akan tiba. Kita harus selesaikan pekerjaan kita." ucap Dayang tertua disetujui dayang lainnya. Mereka cekatan memasukkan air ke dalam bak mandi dan pergi setelah meletakkan perlengkapan pakaian tuan mereka di dekat bak.
Setelah keadaan menyepi, sesosok laki-laki dengan rambut tergerai panjang tertiup angin Utara memasuki paviliun. Langkah kakinya seirama menciptakan alunan melodi yang indah. Wajahnya tidak dapat dianalisa, tersembunyi dibalik topeng kebanggaannya.
Pangeran Yu Lang menutup pintu kamarnya dan sesosok berbaju hitam keluar dari tempat persembunyiannya.
"Bagaimana? Apakah ada sesuatu yang mencurigakan?" tanyanya pada WeiLi, bawahan gelapnya.
"Tidak yang Mulia." jawab WeiLi sambil menyerahkan surat kecil padanya. "Ternyata burung itu milik Pangeran Qinyi." Aturan tertentu melarang orang bukan keluarga Kerajaan dilarang memanggil nama langsung seorang Pangeran Jian Hu, Qinyi merupakan gelar dari Pangeran Qin Yulao.
Yu Lang mengamati tulisan serta karakteristiknya dengan cermat. Seorang gadis. Hatinya menebak. WeiLi tetap tenang dengan posisinya menunggu tuannya menganalisa isi surat. Setelah memastikan tidak ada ancaman tersirat, Yu Lang menyuruh bawahannya membawa surat pergi dan mengembalikannya pada keponakannya.
"Jangan sampai orang lain tahu."
"Baik Yang Mulia."
WeiLi hilang dengan aman tanpa dapat dideteksi. Sebelumnya suara burung gagak yang dia tahan di lengan bajunya cukup memancing penjaga kediaman Masion Yun ini. Karena takut kedapatan, WeiLi tidak sengaja memukul titik pingsan dileher burung gagak putih tersebut dan membuatnya tertidur cukup lama.
.
.
.
.
Di Yunxia.
Anhao bosan berada di kamarnya. Beberapa dayang membantunya membersihkan diri dan mengatur beberapa pelajaran baru. Membosankan. Dalam seminggu, Dayang Qi membawanya ke tempat belajar dan memahami etiket di dalam Istana. Tinggal di luar sana membuatnya bebas, Istana hanyalah sangkar emas tanpa hiburan.
"Perkenalkan diri kalian," Suruh Dayang Qi pada dua orang dayang yang menemani Anhao dihari yang akan datang. Anhao yang capek hanya melenguh tanpa memandang ke arah dayang barunya.
Dayang muda dengan wajah bulat berlutut sembari menghanturkan salam. "Putri Fujia, hamba dari keluarga Gu, nama lengkap hamba Gu Xialei." ucapnya dengan wajah berseri-seri. Putri Fujia gelar resmi Ye Anhao.
Lalu, yang lainnya seorang gadis dengan wajah tenang dan wibawa. "Hamba Gu Fangyi. saya akan mengabdikan sisa hidup untuk setia pada anda Putri."
Anhao mengibaskan tangannya dengan malas dan bergumam 'ngantuk'. Segera kedua dayang itu membantu nona mereka bangkit dari duduk dan mempersiapkan kebutuhan tidurnya. Dayang Qi merasa puas dan pamit pergi.
"Xialei, bisakah kita bertukar pakaian?"
Dayang Fangyi menatap nonanya bingung. Sekarang putri terlihat sangat segar dan tidak terlihat mengantuk. "Anda tidak bisa melakukan hal itu putri." tegurnya dengan nada lembut. Anhao menggerutu kesal dan menghempaskan nafas dengan kasar.
"Xialei, mari kita tukaran." Anhao mengerutkan dahinya dalam, kenapa dayang itu mengabaikanperintahnya. Anhao mendengkus lalu menatap mereka dengan garang sambil berseru, "Apa kalian mau menolak perintah dariku?" dengan galak pada mereka.
Xialei dan Fangyi mendengar nada noannya lekas berlutut. "Kami tidak berani. kami tidak berani."
"Ah aku hanya bercanda."
Anhao tidak habis pikir dengan isi otak mereka berdua. Di tariknya kedua badan dayangnya untuk berdiri lalu berkata dengan nada baik, "Aku tidak bermaksud melawan perintah Ayahanda. Tapi kalian tahu Istana ini begitu dingin dan aku tidak tahan berada lebih lama sebelum kematian ku datang."
"Putri, jangan mengatakan hal seperti itu." Fangyi berkata dengan gemetar.
"Kumohon Xialei, Fangyi, dari kalian maulah ganti pakaian denganku. Untuk hari ini saja... aku bosan disini terus." Cebiknya memasang wajah cemberut.
.
.
.
.
Di Jian Hu,
Yulao berjalan mondar-mandir dekat jendela ruang belajarnya dengan cemas. Sudah seharian burung kesayangannya belum pulang. Biasanya Ru membutuhkan masing-masing 1 jam untuk sampai ke daerah Anhao berada dan daerah tempat tinggalnya.
"Ru ... kau dimana? jangan membuatku mati dalam khawatiran." gerutunya menggenggam tangan dengan cemas.
"Pangeran Yun datang!" Pemberitahuan di luar kediamannya mengejutkan Yulao. Pangeran itu langsung berbalik badan dan menyambut kedatangan pamannya. Ada keperluan apa hingga membuat paman nya datang ke tempat pribadinya?
Melihat Ru digendongan pamannya, Yulao berlari menghampiri Yu Lang dan mengambil alih burung kesayangannya. "Paman, apa yang terjadi?"
Yu Lang mengembalikan surat kepadanya. Yulao membaca isinya dengan wajah berbinar senang.
"Kamu harus lebih berhati-hati melepaskan sesuatu, di perbatasan banyak terjadi konflik, dan janhan biarkan musuh mu mengambil keuntungan dari keteledoranmu."
"Jaga dia baik-baik. Untuk beberapa hari jangan mengirim pesan, paman harus memastikan kondisi diperbatasan sudah aman."
Yulao mengangguk lesu dan membawa hewannya kembali ke kamar. Bagaimana caranya ia dapat berkomunikasi kembali pada Anhao? Apa kabar keluarga paman Yong disana?
Yu Lang mengamati tingkah Yulao. Di helanya nafas panjang lalu berbalik badan menuju Istana Dalam menemui Kaisar Qinfei. Situasi di perbatasan dengan Kerajaan sebelah sungguh mengkhawatirkan. Yu Lang curiga orang dalam istana ada yang mendukung pemberontakan itu.
Yu Lang sadar, beberapa menteri dan panglima besar menentang keras terkait persahabatan yang akan Jian Hu lakukan dengan Kerajaan Yunxia. Ia belum menemukan alasan utama mereka menolak petisi yang pernah ia ajukan di tempat persidangan.
Mereka semua selalu curiga, bahwa dirinya menggunakan pion Kerajaan Yunxia untuk menjatuhkan Kaisar Qinfei dan menjadi Kaisar berikutnya.
Sudah banyak cara pembunuhan yang mereka lakukan sejak Yu Lang berusia balita. Karena itu, kedua orang tuanya lekas memakaikannya topeng wajah untuk menutupi keaslian rupanya dari orang-orang luar yang berniat jahat.
Kaisar Qinfei sendiri tidak berani meminta sepupunya untuk membuka topeng kebanggaannya yang selama ini melindungi nyawanya di depan banyak orang. Keluarga Pangeran Yun besar cukup disegani, sebagai anak sulung Pangeran Yun, Yu Lang mendapat posisi tertinggi ketiga setelah Kaisar Qinfei dan Permaisuri Bai.
Tidak ada yang berani menyinggungnya di dalam persidangan kecuali Kaisar Qinfei dan ayahanda Permaisuri Bai, Mentri Lan Biyu menolak usulannya.
Kaisar Qinfei yang menikmati suasana senja di gazebo sedikit terkejut dengan kedatangan sepupunya yang tiba-tiba. "Ada apa Sepupu?" tanyanya setelah mengusir semua dayang dan Kasim Ji dari sisinya.
Yu Lang tersenyum tipis dibalik topeng keemasannya, "Yang Mulia jangan terlalu tegang. Hamba kemari untuk membahas soal perbatasan." Ia menjeda, "Hamba meminta anda menyetujui permintaan hamba melakukan penyelidikan tentang pemberontakan disana."
Qinfei tersenyum sini, "Harusnya kau sadar dan cepat tarik ucapanmu tentang hubungan kita dengan mereka."
"Apakah anda lupa, bahwa ibunda salah satu anak anda sembuh karena mereka menolong kita?"
"Aku tidak lupa. Tapi mereka bodoh. Kenapa mau menerima permintaan anak seorang musuh?"
"Yulao menyamar kesana Yang Mulia."
Kaisar menatapnya dengan amarah. "Sst Diam!" gertaknya menunjuk Yu Lang dengan geram. Sepupunya ini mulai berani. Apa yang harus ia lakukan, supaya anak paman Kekaisaran Yun diam dan tidak mengacau segala rencananya?
"Yu Lang. Aku tidak pernah berpikir kau mulai berani menunjukkan siapa dirimu yang sebenarnya."
"Hamba tidak berani." sahut Yu Lang sembari tersenyum penuh arti.