Chereads / Tate no Yuusha no Nariagari / Chapter 60 - Chapter 11 Gelombang ketiga

Chapter 60 - Chapter 11 Gelombang ketiga

Aku selesai membuat aksesoris baru untuk Filo dan Raphtalia tepat waktu.

"Periksalah, aksesoris yang kalian minta. Raphtalia, kamu duluan."

Aku membuat sebuah gelang jade untuk Raphtalia. Aku menyerahkannya pada dia.

"Makasih."

"Efek penggunaannya adalah Magic Up (medium). Armormu menggunakan sedikit kekuatan sihir untuk meningkatkan pertahanan sihirmu. Ini bisa menyeimbangkannya. Berkat kamu, aku bisa membuat sesuatu yang bagus."

Beberapa saat yang lalu, Raphtalia dan Filo bisa menyimpan banyak uang di kota pemandian air panas yang kita lewati. Karena itulah aku bisa membeli material yang bagus yang sebelumnya gak bisa kubeli. Itulah yang membuatku bisa membuat aksesoris-aksesoris bagus ini.

"Aku akan menjaganya baik-baik."

"Apa kamu yakin itu yang betul-betul kamu inginkan? Aku bisa membuat aksesoris yang sedikit lebih... bergaya."

"Apa yang kamu katakan? Apa menurutmu kita cukup kuat untuk berfokus pada fashion?"

Oke, oke. Kalau itu yang dia katakan maka aku nggak punya pilihan selain mempercayai dia.

"Baiklah Filo, giliranmu."

Aku memberi dia sebuah jepit rambut amber. Aku berfokus pada detailnya saat aku membuatnya, jadi itu akan terlihat bagus dia pakai meskipun dia dalam wujud burungnya. Saat jepit rambut itu dijepitkan pasa bulunya, jepit rambut akan terbuka dan terlihat seperti sebuah hiasan rambut berbulu.

"Efek penggunaannya adalah Agility Up (medium)."

"Makasih, Master!"

"Ini yang terbaik yang bisa kubuat dengan material yang kita miliki saat ini. Aku mungkin bisa membuat yang lebih baik nanti, tapi inilah yang terbaik yang bisa kubuat saat ini."

"Nggak apa-apa. Aku cuma berharap bahwa aku bisa menggunakan aksesoris ini sebaik mungkin."

"Ya! Aku akan berusaha keras."

"Aku tau kalian berdua berusaha."

Kami sudah selesai melakuan rapat perencanaan dengan para prajurit pendukung juga, jadi kurasa kami sudah siap.

Filo menunjukkan sedikit keragu-raguan awalnya, nggak tau apa yang diharapkan, dan bahkan nggak tau apa itu gelombang kehancuran. Tapi aku meyakinkan dia bahwa kami bisa melewati masalah apapun yang menghadang, dan dia paham.

Kami punya banyak obat. Adapun untuk keretanya... Kereta baru kami belum siap, jadi Filo menarik sebuah gerobak.

Itu nggak masalah. Nggak kayak para pahlawan yang lain, aku akan menghabiskan sebagian besar waktuku di desa terdekat untuk melindungi warga yang ada disana. Aku bahkan nggak yakin keikutaertaanku diperlukan, tapi aku cuma bisa membayangkan apa yang akan dikatakan orang-orang tentang aku kalau aku mencoba berpangku tangan saja.

00:05

Ada lima menit yang tersisa. Setelah kami dipindahkan menuju gelombang, aku harus mengetahui dimana aku berada dan mencari cara untuk memberitahu para prajurit.

Aku mengubah perisaiku menjadi Chimera Viper Shield....

00:00

Waktunya telah tiba! Seluruh dunia dipenuhi dengan suara yang menggema, seperti beling yang hancur berkeping-keping.

Sesaat setelahnya, sekeliling kami sepenuhnya berubah. Kami dengan tenang mengamati lingkungan sekeliling kami yang baru.

"Dimana kita?"

Yup, kami berada didekat desa itu, dimana perempuan tua itu sakit. Butuh satu setengah hari paling cepat untuk sampai disini dari Kastil Kota.

Aku melihat ke langit, dan, sama seperti yang sebelumnya, warna langitnya merah dan dipenuhi dengan retakan seperti cangkang kura-kura.

"Pahlawan Perisai!"

Para prajurit telah dipindahkan bersama kami, dan mereka berlari kearah kami. Lalu aku melihat ketiga pahlawan yang lain dan....

"Filo! Lihat orang-orang yang berlari kearah retakan itu? Tendang si tombak dan jatuhkan dua yang lainnya. Jangan berlebihan melakukannya!"

"Okeeeeeeeee!"

Seperti yang kuminta, Filo melepas cakarnya dan berlari kearah para pahlawan!

Dia dengan cepat menyusul si pedang, busur, dan tombak.

"Apa-apaan ini?!"

Si tombak berbalik untuk melihat, dan saat dia berbalik, Filo menendang dia, dan dia terlempar pada yang lainnya, menjatuhkan mereka.

"AAAAAAHHHHHHH!"

Mereka semua kayak pin bowling, memberi kami waktu untuk menyusul mereka. Setelah melihat Lonte itu terlempar ke udara, aku sedang dalam suasana hati yang sangat bagus.

Filo betul-betul telah menahan diri, seperti yang kuminta, dan nggak seorangpun yang mengalami damage serius karena tendangannya.

"Apa yang lu lakuin?!"

Si tombak kebingungan, berteriak pada kamu. Aku mengabaikan dia dan mengarahkan tatapan dingin pada si pedang dan busur.

"Itulah yang ingin gue tanyain sama lu lu pada, otak nangka!"

"Apa yang lu mau?!"

"Ya! Kami harus menghancurkan para monster yang keluar dari retakan!"

Aku nggak marah pada para pahlawan geblek ini. Aku cuma jengkel.

"Pertama lu pada musti denger. Kita bisa mengalahkan musuh belakangan."

Aku memerintahkan para prajurit bantuanku untuk pergi ke desa terdekat. Mereka mengangguk dan mengikuti perintahku, berlari kearah desa.

"Lu ngehalangin misi kami!"

"Kagak!"

Itsuki melompat mundur saat aku berteriak pada dia, terkejut. Dia berkedip-kedip.

"Semuanya tenanglah. Coba pikirkan ini dulu. Gue kagak nerima dana apapun, jadi gue gak akan melawan gelombang secara langsung. Yang terbaik yang bisa gue lakuin adalah melindungi desa terdekat — jadi itulah tugas gue. Apa lu lu pada ngerti ini?"

"Ya."

"Lu emang gak memenuhi syarat sebagai pahlawan."

Kelompok pahlawan itu melotot padaku, tapi aku mengabaikan mereka dan terus bicara.

"Oke, Ren, Itsuki, Motoyasu, tugas kalian adalah ngalahin para monster yang keluar dari retakan. Kalian bisa mengalahkan banyak musuh untuk melakukannya, atau kalian mungkin harus menyerang retakannya secara langsung—gue belom pernah melakukannya, jadi gue kagak tau."

"Retakannya terhubung dengan bossnya!"

Terhubung. Itu adalah istilah gamer. Itsuki nggak menganggap ini seserius yang seharusnya, tapi terserahlah.

"Tapi apa kalian paham kalau tugasku betul-betul penting juga, kan?"

"Apa?"

Ren kayaknya nggak paham. Tapi dunia ini pada dasarnya sama persis dengan game yang dia tau, kan? Dia harusnya paham segala sesuatu tentangnya.

"Dan juga, dimana para knight?!"

Mereka bertiga menutup mata mereka saat aku berteriak.

"Mereka akan datang nanti."

Mungkin itu untuk membantu mereka menemukan kami, tapi ada sebuah suar sihir yang bercahaya diatas kami di langit. Mereka mungkin akan mengikuti itu.

"Kita berada satu setengah hari waktu tempuh dari Kastil Kota. Mereka nggak pernah berhasil sampai tepat waktu, dasar geblek otak nangka!"

"Terus apa yang lu mau kami lakuin tentang itu?!"

"Lu tanya ke gue? Gue pikir lu udah tau segalanya!"

Aku menunjuk pada para prajurit yang datang bersamaku yang saat ini sedang berlari kearah desa.

"Btw, gimana caranya para prajurit itu bisa dipindahin kesini bersama elu?"

"Apa lu betulan tanya itu ke gue? Bukankah elu tau tentang fungsi formasi pertempuran?"

"Maksud lu anggota party? Gimana cara lu menipu mereka semua biar gabung sama elu?"

"Bukan begitu. Lu bisa menunjuk seseorang sebagai pemimpin, dan kemudian ngebuat partymu dengan orang itu tunduk sama kepemimpinan lu. Kalau lu bikin kayak gitu, mereka semua akan dipindahin bersama elu."

Mungkinkah? ada hal yang gak mereka ketahui tentang gelombang kehancuran?

Para prajurit mengatakan bahwa nggak satupun dari atasan mereka yang memberi perintah untuk bergabung dengan party para pahlawan, tapi mungkinkah itu karena para pahlawan nggak tau tentang kemampuan untuk melakukannya? Aku diam tertegun. Itu akan menjelaskan kenapa nggak ada para knight yang berada disini.

"Yah, kita periksa dulu. Siapa disini yang melihat menu bantuan kalian untuk mempelajari tentang gimana melawan gelombang?"

Nggak seorangpun mengangkat tangannya.

"Kurasa kalau kalian udah tau segala sesuatu yang ada disana untuk mengetahui tentang tempat ini maka nggak ada perlunya bagi kalian untuk membaca menu bantuan atau tutorial, gitu kan?"

"Ya, kami udah tau segalanya."

"Tepat. Bisakah kami fokus melawan gelombang sekarang?"

"Baiklah kalo gitu. Jadi game-game lain nyebut apa pertempuran melawan gelombang ini?"

"Huh?"

"Apa yang lu tanyain?"

"Udah gak usah banyak bacot, kami harus pergi!"

Itsuki mengabaikan pertanyaanku, berbalik, dan mulai lari.

"Motoyasu, lu paham apa yang gue maksud, kan?"

"Uh... tentu... sebuah dungeon instan?"

"Bukan, ini adalah sebuah Time Attack Wave."

"Ren... Bukan itu juga. Gue bilang, "game lain", kan?"

Game yang dia tau segalanya bernama Brave Star Online, kan?

"Perang guild, pertempuran tim, bisa juga pertempuran skala besar!"

Dalam game yang biasa kumainkan, ada event besar setiap minggu ketika para player saling bertarung satu sama lain. Kalau kau menggunakan sisten pasukan bantuan, maka kau bisa mengaturnya sendiri. Jadi saat gelombang yang sebelumnya, kalau para knight nggak tiba tepat waktu, aku nggak yakin kami akan bisa menahan kerusakannya sampai tingkat itu.

"Dengar, meski kalian punya pengalaman dengan sistem game, kalian gak punya pengalaman mengelola sebuah guild besar, kan?"

Dalam pertempuran skala besar, kau harus memprioritaskan kerja sama.

Tentu saja para player andalan, para pahlawan, yang akan memimpin. Tapi demi menekan kehancuran sampai minimum, kita perlu bekerja sama dengan warga lokal.

Kalau mereka nggak bisa mengerti sesuatu yang sesederhana itu, maka mereka memang idiot.

"Aku bisa mengelola sebuah tim sebelumnya."

Motoyasu berbicara, tapi dia terus mengarahkan tatapannya pada Filo yang dalam wujud burungnya. Dia mungkin nggak mau ditendang.

"Terus kenapa lu gak mengerti ini?"

"Gak ada perlunya."

"Apa?!"

"Itu akan berjalan dengan sendirinya."

Astaga.... dan aku berpikir orang ini sudah menjengkelkan tingkat gak tertolong—gak bertanggungjawab stadium akhir.

Woi Lonte, itu tugasmu. Putri busuk geblek itu—seolah dia cukup cerdas untuk menangani tangung jawab seperti itu.

"Gue gak pernah tertarik sama hal kek gituan."

Ren, si brengsek. Tapi aku cukup paham tipe dia. Selalu ada satu atau dua orang yang kayak gitu dalam sebuah perang guild, dan aku nggak pernah suka mencoba berbicara dengan mereka.

Kalau seseorang seperti itu menjadi seorang guild master, aku betul-betul gak bisa memikirkan cara yang memungkinkan. Gimana guild itu beroperasi?

"Pokoknya, kita cuma bisa bekerja dengan apa yang kita punya kali ini. Tapi lain kali pastikan kalian terhubung dengan para knight!"

Aku mengusir mereka dengan tanganku, memberi isyarat agar mereka pergi kearah gelombang itu. Ren dan Motoyasu nggak menyembunyikan rasa jengkel mereka padaku saat mereka berlari menjauh.

"Baiklah, ayo pergi ke desa. Raphtalia, Filo—kalian bersama kami!"

"Okeeeeeeee!"

"Dimengerti!"

Kami melompat naik kereta dan menuju ke desa secepat yang kami bisa. Para prajurit yang bersama kami punya kereta sendiri, dan mereka berhasil mengimbangi kami.

Saat kami sampai di desa, desa itu sudah dipenuhi monster dari gelombang.

Ada monster yang seperti rajawali, serigala hitam, goblin, dan manusia kadal.

Tapi para manusia kadal itu nggak kelihatan seperti demi-human. Itu kelihatan lebih... sinis.

Saat aku mendekat, aku bisa melihat nama-nama mereka: Dark Condor, Black Shadow Wolf, Goblin Assault Shadow, Lizard-Man Shadow. Di samping nama mereka, nggak salah lagi, ada kata: inter-dimensional.

Seperti para demi-human, para monster bayangan ini menghilang seperti hantu saat kau melangkahkan mereka.

Mereka adalah mahluk-mahluk yang menakutkan. Dan para monster itu sepenuhnya berbeda dari para monster dari gelombang yang sebelumnya. Apa ada semacam pemimpin yang berkuasa dari hal ini?

Terserahlah, serahkan saja itu pada para pahlawan. Mereka akan mengurus semuanya.

Namun, disana ada....

"Hiyaaaa!"

Teriakan pertempuran yang menggema berasal dari wanita tua yang kuberi obat saat aku bepergian melintasi wilayah ini.

Dia mengayunkan sebuah cangkul dengan satu tangan dan bertarung dengan segala kekuatannya. Para prajurit semuanya tertegun.

"Ah! Holy Saint! Kau adalah bantuan besar! Hiyaaaa!"

Dia meneriakkan sebuah frasa berterimakasih padaku saat sekelompok monster muncul dari gelombang. Dia mengayunkan cangkulnya pada mereka.

Sebenarnya dia sangat kuat, dan sekeliling dia berserakan mayat monster.

"Hei, kau berterimakasihlah pada dia juga!"

Putra wanita itu segera membungkuk padaku, seperti dia harus melakukannya sepanjang waktu.

"Semakin banyak monster yang muncul, lebih baik kau evakuasi."

Para prajurit yang bersamaku membantu evakuasi warga. Di tengah-tengah kekacauan, kami bertarung dan membunuh para monster, tapi mereka terus bermunculan. Ini akan jadi pertempuran yang sulit, dan kamu harus fokus membunuh para monster.

"Hiyaa!"

Wanita tua itu mengurus musuh dari disekitar. Itu sulit mempercayainya, sebulan lalu, dia terbaring sakit, diambang kematian.

"Aku mendapatkan kembali kekuatanku yang dulu, berkat kau, Holy Saint! Hiyaa!"

Aku mencari anaknya dan melihat dia melintasi jalan, melawan para monster dengan segala kekuatannya—tapi dia nggak sekuat ibunya. Beberpa prajurit membantu dia, dan mereka bersama-sama bisa menahan musuh. Ibunya jauh lebih kuat daripada dia.

"Aku mungkin terlihat tua, tapi dulu aku adalah seorang petualang yang sangat terkenal. Level dan usiaku hampir sama! Hiyaa!"

"Jangan terlalu memaksakan diri nyonya!"

Aku nggak akan segitunya menyebut dia seorang pejuang tak tertandingi atau semacamnya, tapi dia memang salah satu dari pertarungan terkuat yang pernah kujumpai.

Aku menahan serangan musuh sedangkan Filo menendang mereka. Mereka tumbang dengan cepat.

Kayaknya aku bisa mengandalkan wanita itu dalam pertempuran, tapi aku takut dia akan pingsan saat pertempuran selesai.

"Obat apa yang kuberikan padamu?"

"Siapa yang tau?"

Raphtalia menatap wanita itu, mulutnya menganga. Kami harus mensehati ceritanya dari anaknya nanti.

Urus itu belakangan saja, kami harus fokus merawat orang-orang yang terluka.

"Bawa orang-orang yang terluka ke kereta! Amankan mereka dan jauhkan dari area pertempuran!"

Aku mengeluarkan perintah dan merawat orang setiap kali aku punya waktu kosong.

"Hiyaa! Holy Saint! Ada beberapa monster aneh yang muncul!"

Aku melihat kearah dia menunjuk. Ada kawanan besar dari Inter-dimensional Lizard-Man Shadow, tapi aku bisa melihat sesuatu yang lain diantara mereka—sesuatu yang besar. Kelihatannya ukurannya dua kali lipat dari yang lainnya.

"Aku akan maju!"

Pemimpin dari prajurit pendukungku berlari kearah kawanan besar monster itu.

"Dasar idiot! Mundur!"

Inter-dimensional Lizard-Man Shadow raksasa itu berbalik ke arah prajurit yang sedang berlari itu dan mencoba menyerang dia dengan pedang raksasanya.

Prajurit itu menghindar dan mencoba memperbaiki garis pertahanannya, tapi sudah gak ada waktu!

Namun kemudian, tanpa peringatan, kalung prajurit itu mulai bersinar, mengaktifkan suatu efek instan sebelum hancur. Lalu pedang milik inter-dimensional Lizard-Man Shadow terpantul, karena kejutan dari serangan itu.

"Apa?"

"Apa yang kau lakukan? Mundur!"

"B...Baik!"

Sial. Beban pada pasukan suka reka itu sangat besar. Satu serangan telah menghancurkan kalung pertahanan miliknya. Raksasa itu pasti punya tingkat serangan yang sangat tinggi. Aku harus menggunakan perisaiku untuk menghentikan pedangnya dan mengandalkan dukungan untuk mengalahkan monster itu.

"Raphtalia, Filo. Ikut aku—kita akan mengalahkan raksasa itu."

"Baik!"

"Okeeeeee!"

Kami bertiga berlari kearah monster raksasa itu.

Inter-dimensional Lizard-Man Shadow itu mengayunkan pedang raksasa berwarna hitam miliknya pada kami.

Aku berlari didepan kedua cewek itu dan menyiapkan perisaiku. Ada dentuman keras, dan percikan api berhamburan disekitarku.

Poison Snake Fang (medium) diaktifkan dan meracuni musuh. Tapi itu nggak terlalu efektif.

Kurasa itu wajar bahwa racun itu akan sangat lemah terhadap monster reptil ini. Tapi aku nggak pernah berencana untuk meracuni monster itu.

"Hiyyyyyaaaaaaahhhhhh!"

Raphtalia menusukkan pedangnya pada perut Inter-dimensional Lizard-Man Shadow dan menghentikan pergerakannya.

"AAAAAHHHHHRRRH!"

Kaki Filo yang sudah dipasangi cakar diayunkan ke wajah Inter-dimensional Lizard-Man Shadow. Sebagian dari kepala monster itu terlempar ke udara.

Raksasa itu jatuh kedepan dan menghantam tanah dengan suara yang memekakan telinga.

"Whoa...."

Para prajurit berbisik takjub.

"Terimakasih! Jika anda tidak memberi kami item-item itu, Pahlawan Perisai, kami pasti sudah tewas!"

"Yah, kau berhasil selamat."

Kalau aku berhasil menyelamatkan nyawa, maka semua waktu yang kuhabiskan untuk mempelajari pembuatan item tidaklah sia-sia.

Aku merasa bersemangat.

"Baiklah! Kalian pergilah ke desa selanjutnya dan lakukan apapun yang kalian bisa untuk melindunginya."

Kami harusnya bisa melindungi desa tempat kami berada saat ini dengan 6 prajurit, wanita tua itu, dan para petualang yang kebetulan ada di desa saat gelombang terjadi.

Tapi ada desa lain di dekat sini. Kalau kami nggak segera kesana, siapa yang tau apa yang akan terjadi pada desa itu?

"Ada beberapa obat yang kutinggalkan bersama kalian. Ini bukanlah perjalanan yang mulus, tapi ayo pergi ke desa selanjutnya!"

Para prajurit menaiki kereta yang aku tunjuk.

"Maju!"

"Hiya!"

Filo memegang talinya dan berlari dengan kecepatan penuh.

Saat kami sampai di desa berikutnya, para prajurit turun dari kereta sambil terhuyung-huyung akibat mabuk kendaraan. Aku nggak punya waktu untuk memberi kenyamanan pada mereka.

Ada rumah yang terbakar, dan warga yang terluka. Desa ini terlihat lebih buruk daripada desa yang sebelumnya.

"Cepat tolong para warga itu!"

"B...Baik pak!"

Kami membantai para monster disekitar, dan menunggu gelombang selesai.

"Lambat sekali!"

Tiga jam telah berlalu.

Dalam waktu itu kamu berhasil mengamankan sebagian besar warga, dan kami sekarang memfokuskan tenaga kami pada melawan kawanan monster yang terus datang ke desa.

Sebagian besar warga telah dievakuasi, dan kami menekan jatuhnya korban sedikit mungkin. Tapi aku nggak tau berapa lama kami bisa mengamankan mereka dari kawanan monster. Kami terus bertarung.

Tapi semuanya sangat lambat. Apa yang dilakukan para pahlawan geblek itu?

"Pahlawan, serahkan saja desa ini pada kami. Anda harua mencari para Pahlawan yang lain dan membantu mereka."

Yang bicara adalah prajurit muda yang berbicara padaku sebelumnya.

"Kurasa aku nggak akan banyak membantu mereka."

Melawan gelombang secara langsung adalah tugas mereka, dan aku yakin mereka cuma akan mengeluh kalau aku muncul.

"Tapi, Pak...."

Dia nggak kelihatan baik-baik saja. Wajahnya pucat.

Dia telah bertarung melawan para monster selama tiga jam tanpa henti. Staminanya akan segera habis.

Aku juga sudah kelelahan. Aku bisa mengatakan bahwa Raphtalia dan Filo juga kelelahan.

"Hiya! Rasakan ini!"

Filo menendang seekor inter-dimensional Goblin Assault Shadow, dan goblin itu tersungkur di tanah. Dia masih punya tenaga yang cukup untuk terus melakukannya.

Ya, Filo akan baik-baik saja. Cewek itu seperti bola stamina raksasa.

"Bisakah kalian menanganinya?"

"Serahkan saja pada kami!"

Kurasa mereka masih punya tenaga yang cukup untuk melanjutkan.

"Baiklah. Kalau gitu aku akan pergi untuk melihat apa yang terjadi. Kuserahkan desanya padamu."

"Baik, Pak!"

"Raphtalia, Filo, ayo pergi!"

"Dimengerti!"

"Okeeeee!"

Kami menyerahkan desa itu pada para prajurit dan para petualang, naik ke punggung Filo dan berlari kearah sumber gelombang.

***