Chereads / Tate no Yuusha no Nariagari / Chapter 61 - Chapter 12 Berkembang

Chapter 61 - Chapter 12 Berkembang

"Ini... Harusnya ini."

"Kurasa juga begitu."

"Yup."

Gelombang itu membuat retakan raksasa di langit, dan retakan itu meluas sampai ke tanah. Tanahnya juga terbelah.

"Huh? A...Apa?!"

Disana, diantara retakan raksasa yang ada di langit, terdapat sebuah kapal raksasa. Seperti hantu, kapal itu melayang di udara. Para monster keluar dari sana.

Layar yang sobek-sobek menggantung pada tiang kapal yang compang-camping. Petir menyala di sekitarnya.

Kapal itu terlihat seperti terbuat dari kayu, dan dipenuhi dengan lubang-lubang.

Aku nggak tau gimana caranya kapal itu melayang diudara, tapi ini adalah dunia lain, dan aku tau bahwa apapun bisa terjadi selama gelombang. Kalau aku penasaran tentang setiap kejadian aneh, nggak akan ada yang bisa kuperbuat.

Ada kabut dimana-mana, dan sejujurnya, aku nggak betul-betul mau menaiki sesuatu seperti itu.

Kurasa para monster dari gelombang ini merupakan para bajak laut.

"Mereka melawan benda itu?"

Ketiga pahlawan yang lain beserta party mereka bertarung melawan kapal hantu itu.

Aku bisa bilang bahwa Ren dan Motoyasu ada diatas kapal karena aku bisa melihat skill-skill mereka berkelebat di dalam kabut. Itsuki menembak kapal itu dari kejauhan. Bagiku pertempuran itu terlihat sedikit sembrono.

Lalu, sebuah meriam muncul di sisi kapal, dan menembakkan sebuah bola raksasa.

Bola itu sangat besar dan terbang lurus ke arah kami.

"Air Strike Shield!"

"Hiya!"

Aku bisa menangkis peluru meriam itu dengan skillku, dan Filo melompat naik untuk menendang peluru itu menjauh.

"Mau berapa lama lagi kalian kayak gitu?"

Aku berteriak pada Itsuki yang menembakkan anak panah secara terus menerus.

"N...Naofumi?! Ngapain elu disini? Kupikir elu bilang kalau elu gak bakal ikut bertarung?"

"Kalian terlalu lama! Kami udah selesai mengevakuasi warga dari tadi, jadi aku datang untuk melihat apa yang membuat kalian begitu lama, dan ini yang kutemukan? Kupikir elu udah tau segalanya tentang ini dari game lu?!"

"Kita harus menghancurkan kapal itu, tapi karena suatu alasan Ren dan Motoyasu bersikeras untuk menaikinya."

Mereka berpencar dalam keadaan seperti ini?

Kesampingkan dulu itu sebentar, kenapa mereka semua punya pemikiran yang berbeda dalam menghadapi bossnya?

"Sial...."

Kapal hantu itu kelihatan sangat kacau. Apa yang terjadi dengan gelombang ini?

Aku memikirkannya beberapa saat ketiga aku melihat Itsuki dan partynya bertarung.

Itu kelihatan seperti mereka mendasarkan taktik mereka pada skill-skill milik Itsuki. Anggota partynya yang lain bertarung menggunakan senjata-senjata yang berbeda.

"Bahkan jika lu menyerang kapalnya secara langsung, bukankah elu harus bekerjasama dengan para pahlawan yang lain?!"

"Gue gak punya waktu untuk melakukannya sama elu!"

Jawabannya membuatku jengkel. Dasar Jenderal geblek!

"Yah kelihatannya pertarungan ini bakal lama sekali. Elu bisa terus mengeluarkan skill-skill elu pada kapal itu, tapi kayaknya kapal itu masih jauh dari akan segera jatuh. Cobalah sesuatu yang lain!"

Apa yang Itsuki pikirkan? Apa serangannya efektif? Kalau ini adalah sebuah game, dia pasti sudah tewas.

"Selain itu, mereka berdua menetapkan menaiki kapal itu sebagai prioritas tertinggi mereka, kan?"

Kurasa bisa saja itu adalah seekor monster raksasa yang kebetulan seperti sebuah kapal hantu. Bisa saja begitu kan?

Gimanapun juga ada monster-monster yang terlihat seperti rumah. Mereka akan mulai berputar dan bergerak saat kau mendekati mereka.

"Mungkinkah kapal itu punya titik lemah di bagian dalamnya? Mungkin ada cara untuk membunuhnya yang gak bisa lu lakukan dalam game elu!"

"Gak ada hal semacam itu di Dimension Wave yang gue tau!"

"Sadarlah, Itsuki! Ini bukan sebuah game!"

Apa dia tau seberapa banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang kehancuran ini?

Sungguh, para monster keluar dari retakan itu sepanjang waktu ini, jadi semakin lama waktu yang mereka butuhkan untuk mengalahkan gelombang, semakin banyak monster yang muncul, dan semakin buruk kerusakan yang dialami.

"Ayo pergi ke kapal itu, mencari titik lemahnya dan menghancurkannya!"

"Sialan! Lagi-lagi! Elu selalu mencuri dari gue!"

"Kalau itu segitunya membuat elu terganggu, ikut aja napa! Filo, ayo pergi!"

"Okeeeeee!"

Filo berlari dan melompat ke udara. Aku segera mengeluarkan Air Strike Shield agar dia bisa menggunakannya sebagai pijakan. Dia mendarat diatas perisai itu dan melompat lagi, dan kami mendarat di dek kapal.

"Ah! Tunggu!"

Itsuki dan partynya mengikuti dibelakang kami.

Bagus. Kalau butuh waktu selama ini untuk mengalahkan gelombang, maka mereka melakukannya dengan salah.

Ugh. Memang bagus kami bisa sampai di dek, tapi seluruh kapal ini dipenuhi dengan tulang-tulang yang berserakan. Lantai kapalnya lapuk dan dipenuhi dengan lubang. Ada bangkai ikan dimana-mana, dan tali serta pelampung sudah rusak. Kami betul-betul harus berhati-hati saat melangkah.

Kami berhasil sampai di dek, tapi disana... Huh? Diujung belakang kapal ada sebuah tentakel raksasa, dan Motoyasu sedang melawannya bersama partynya.

"Shooting Star Spear!"

Motoyasu berteriak, dan tombaknya mulai bersinar sebelum terpisah menjadi ratusan tombak energi yang menghujani tentakel raksasa itu. Tentakel itu mati, tapi segera beregenerasi dan kembali ke posisinya.

Apa yang terjadi? Apa ada seekor monster seperti kraken yang menempel pada kapal ini seperti seekor kepiting pertapa[1]?

"Filo, jangan bilang kau ingin memakan itu."

"Kenapa... Aku gak boleh memakannya?"

Itu akan sulit meski bagi Filo.

Aku melihat ke ujung lain dari dek, dan disana ada Ren, melawan sesuatu seperti seorang kapten skeleton.

Kapten skeleton itu kelihatan sama persis seperti seorang bajak laut dari Caribbean, memakai jubah berhias dan sebuah kail ditempat dimana tangan kirinya seharusnya berada.

Dia kelihatan seperti... sebuah versi skeleton dari Captain Hook, dari "Peter Pan".

"Shooting Star Sword!"

Pedang milik Ren bersinar, dan cahaya itu berubah menjadi bintang-bintang yang menghantam si kapten skeleton.

"Sial... dia tangguh."

"Ren!"

Salah satu anggota party Ren berlari kedepan dan menyerang si kapten skeleton. Kapten skeleton itu mengayunkan pedangnya sebagai tanggapan. Ren dan kelompoknya menyerang lagi, dan si kapten terdorong kebelakang, lalu Ren mengayunkan apa yang terlihat seperti serangan penghabisan, dan kapten itu hancur.

"Whew... Apa dia mati?"

Tapi sebelum dia bisa bernafas lega, tumpukan tulang itu terangkat ke udara dan membentuk kembali kapten skeleton.

"Apa?!"

Dan si kapten yang tengkoraknya dililit bandana, menyerbu untuk menyerang lagi.

Aku berbalik kearah Motoyasu dan kraken itu.

"Filo, bisakah kau membawa kami ke belakang kapal?"

"Tentu!"

"Raphtalia, pegangan erat-erat!"

"Baik!"

Dia melingkarkan tangannya padaku agar nggak terjatuh, dan Filo berlari di kapal itu.

Dari bagian belakang ke lambung kapal, dek itu dipenuhi tentakel, tapi Filo menendangnya, dan kami terus bergerak.

Kami berhasil sampai ke bagian belakang dan menemukan sumber dari tentakel itu.

"....!"

Aku benar, kraken lah yang menempel pada kapal seperti kepiting pertapa.

Apa monster itu punya... satu kepala? Lebih dari satu? Itu sulit menyebutkannya.

Ditempat Motoyasu bertarung ada sebuah kepala, tapi matanya membusuk...

Itu nggak kelihatan bernafas.

Filo nggak masalah memakan hal yang membusuk, tapi bisakah sua nggak memakan ini karena sudah sepenuhnya membusuk?

Itsuki menyerang kapalnya secara langsung, tapi kapal ini nggak jatuh juga.

Motoyasu mencoba membunuh kraken'nya.

Ren melawan kapten skeleton.

Mereka terpisah. Mereka ada disemua tempat.

Tentunya, mereka bisa mengatakan bahwa mereka nggak punya kesempatan—tapi tetap saja. Ini sembrono.

Dan itu nggak seperti mereka sudah membuat kemajuan.

Apa semua musuh ini memiliki pola? Satu-satunya hal yang bisa kupikirkan adalah bahwa musuh yang sebenarnya berada disuatu tempat yang lain.

Kenapa para pahlawan lain yang seharusnya memiliki pengetahuan sempurna dari game nggak bisa mengetahui sesuatu sesederhana itu?

Kalau dipikirkan tentang semua yang telah mereka katakan sampai sekarang, itu tampak seperti mereka beroperasi dengan asumsi bahwa apa uang membuat mereka suskes dalam game mereka akan bekerja disini. Tapi mereka semua bertarung secara berbeda.

"Ren!"

"Apa? N...Naofumi? Ngapain elu disini?!"

"Elu kelamaan, jadi aku datang untuk mencari tau apa masalahnya. Kenapa lu terus-terusan melawan musuh itu?"

"Kalau gue bisa ngalahin yang ini, boss aslinya—Soul Eater—bakal nongol."

"Terus?"

"Elu musti ngalahin dia beberapa kali, baru setelah itu bossnya bakalan nongol."

"Huh..."

Sepertinya dia betul-betul berpikir tentang strateginya. Tapi kenapa lama sekali?

"Motoyasu!"

"B...Bikin apa elu disini, Naofumi?!"

Dia melihat bahwa aku duduk diatas Filo, dan menutupi selangkangannya saat dia berbalik kearah kami. Dia pasti menganggap bahwa dia akan ditendang lagi.

Ha! Kalau Filo menendang dia sambil memakai cakar miliknya, dia akan mati seketika.

"Tuan Motoyasu, jangan dengarkan dia!"

Lonte itu menatapku seolah aku ini sampah, dan dia memperingatkan Motoyasu untuk mengabaikan kami.

"Elu diam aja!"

"Apa kau tau kau bicara pada siapa? Kau tidak boleh berbicara padaku seperti itu!"

"Bodo amat! Motoyasu, apa yang bakal lu lakuin setelah elu ngebunuh kraken itu?"

"Soul Eater bakal nongol, dan saat cecunguk itu nongol, gue bakalan mencincang dia."

Jadi Motoyasu juga berpikir begitu. Itsuki pasti memikirkan hal yang sama.

Tapi kulihat serangan-serangan mereka nggak efektif.

Kalau ini adalah sebuah game, itu artinya Soul Eater bersembunyi disuatu tempat, menunggu kesempatan untuk muncul.

Ren menyerang kapten skeleton, Motoyasu menyerang kraken, dan Itsuki menyerang kapal itu sendiri. Ya, Itu akan butuh waktu.

"Akhirnya gue bisa nyusul elu, Naofumi."

Itsuki naik ke dek. Itu artinya semua pahlawan sekarang ada diatas kapal. Tapi... Soul Eater'nya?

Aku belum pernah melihatnya, jadi aku nggak tau monster macam apa itu, tapi berdasarkan pada segala sesuatu yang lain yang ada disini, mungkin lebih baik mengasumsikan itu semacam hantu.

Jadi itu bersembunyi disuatu tempat, dan itu bisa mengendalikan undead. Kurasa itu sebabnya kami harus menghancurkan apapun yang menjadi medianya.

"Nggak bisakah kita menggunakan sihir cahaya untuk membuat mahluk itu menampakkan diri?"

"Mau mencobanya?"

Raphtalia berbicara. Oh ya, aku hampir lupa kalau Raphtalia memiliki kekuatan untuk menggunakan sihir cahaya dan kegelapan.

Kalau begitu kami mungkin bisa mencobanya.

"Kamu bisa?"

"Serahkan padaku."

Raphtalia menarik nafas panjang dan berfokus pada mantra sihirnya.

"Aku adalah sumber dari segala kekuatan, aku memerintahkanmu untuk mematuhi kata-kataku. Bersinarlah! First Light!"

Saat dia selesai merapal mantranya, sebuah bola cahaya muncul di udara diatas kami.

Bola itu dipenuhi dengan cahaya yang bersinar terang, dan seluruh dek diterangi oleh bola cahaya itu.

Huh? Kapten skeleton yang Ren lawan kelihatan berbeda— bayangannya berubah. Bayangan aneh itu... ada banyak di seluruh kapal.

Sudah jelas kalau itu bukanlah bayangan biasa, dan mereka terlihat menyeringai.

"Disana!"

"Dimengerti! Shooting Star Sword!"

Ren berpaling dan mengarahkan serangannya pada bayangan kapten itu.

"YAAAAAAAAAAAAAAAA!"

Sesuatu muncul dari bayangan itu. Itu seperti seekor ikan hantu, berbalut kain putih. Wajahnya hitam dan terlihat jahat serta mata merah dan taring panjang.

Itu pasti si Soul Eater.

Setelah semua orang menyadari apa yang terjadi, Motoyasu dan Itsuki mulai mengarahkan serangan mereka ke arah bayangan itu, dan para Soul Eater mulai bermunculan.

"Jadi disana mereka!"

"Logisnya, serangan kita nggak akan berpengaruh pada mereka!"

Mereka seperti hantu. Jadi kurasa serangan fisik kamu nggak akan bisa melukai mereka. Kami harus mengandalkan sihir.

"Apa?!"

Para Soul Eater semuanya berkumpul pada satu tempat dan membentuk satu Soul Eater raksasa.

Hal serupa diketahui terjadi di duniaku. Ikan melakukan itu—mereka akan berenang berkumpul agar terlihat seperti seekor ikan yang lebih besar dan lebih berbahaya.

Ya, ikan teri melakukan itu. Para Soul Eater sepertinya merupakan jiwa-jiwa dari ikan atau semacamnya— jadi itu mungkin menjelaskan perilaku mereka. Namun, mereka betul-betul telah membentuk satu monster raksasa, dan itu jauh lebih besar daripada para Soul Eater individu.

Inter-dimensional Soul Eater.

"Tuan Naofumi, monster itu mendekat pada kita!"

Inter-dimensional Soul Eater menargetkan Raphtalia karena dia yang menggunakan sihir cahaya. Tapi Raphtalia duduk bersamaku diatas Filo, dan Soul Eater itu menyerbu kearah kami!

"Air Strike Shield!"

Ada suara dentuman keras, dan kami bisa menahan serangan Soul Eater, tapi dia terus menyerang dari arah yang lain—ke arah Ren dan partynya.

"Dengar, kita sudah menemukannya. Sekarang kalian harus membunuhnya!"

Motoyasu, Itsuki dan Ren mengarahkan tatapan nggak senang padaku sebelum mereka berpaling pada Soul Eater dan mengeluarkan rentetan skill tempur. Para anggota party mereka semuanya bekerja untuk mendukung mereka, tapi serangan fisik mereka nggak berguna pada boss ini!

Kami nggak berpersiapan untuk melawan sesuatu seperti ini, tapi Raphtalia bisa mendukung mereka dengan sihir cahaya miliknya.

"Filo, gunakan sihirmu."

"Okeeeee!"

Filo mengeluarkan Fast Tornado dan bisa menimbulkan damage pada inter-dimensional Soul Eaterm

Tapi aku nggak bisa menggunakan Hate Control, jadi aku nggak akan berguna bagi siapapun.

Itu terjadi saat aku sedang berpikir tentang itu. Inter-dimensional Soul Eater mulai menyiapkan semacam serangan besar.

Mahluk itu membuka mulutnya lebar-lebar, dan sebuah bola hitam sihir muncul disana, perlahan semakin besar dan naik ke udara.

Bola sihir itu bertindak seperti sebuah lubang hitam kecil, menyerap semua cahaya di sekitarnya dan membungkus udara disekitarnya seperti sebuah lensa.

"Crimson Sword!"

Ren melompat ke udara dan menebas Soul Eater dengan pedangnya.

Huh? Ada ledakan percikan api.

"Itu lebih keras dari yang gue duga."

Woi, para ahli game sialan ini. Aku menemukan monsternya untuk mereka, dan mereka masih nggak bisa mengalahkannya?

Kalau monster itu kabur dan bersembunyi lagi, kami akan berada dalam posisi yang sulit.

"Wind Arrow!"

Itsuki mengeluarkan sebuah skill.

"Lightning Spear!"

Skill milik Motoyasu nggak akan cukup untuk membunuh monster itu.

Apa itu ada hubungannya dengan kelemahan monster itu? Kadang-kadang butuh waktu lama sekali untuk mencari tau apa yang efektif terhadap monster tipe hantu.

Sepertinya sihir cahaya seharusnya lebih efektif.

Bola sihir hitam yang dilepaskan Soul Eater sepertinya hampir menyerang dan siap untuk melepaskan serangannya.

"Cepat! Skill itu sudah hampir selesai!"

"Oh!"

Ren berteriak dan Motoyasu berpaling, siap untuk menyerang.

"YAAAAAAAAAAAAA!"

Dengan suara yang menggetarkan, Soul Eater menembakkan bola hitam sihir yang besar itu. Bola itu terbang seperti peluru meriam dan menghantam dek.

Terjadi sebuah ledakan hitam yang besar. Seluruh kapal berguncang keras.

Ini sangat buruk! Musuh cukup kuat hingga semua pertempuran sampai saat ini mulai terlihat seperti sekedar pemanasan saja.

Apakah kami akhirnya memancing seekor macan keluar dari kandangnya? Itu nggak masalah. Kalau kami ingin mengakhiri gelombang ini, inilah satu-satunya jalan.

Aku melompat turun dari Filo, berlari ke depan semua orang, dan menyiapkan perisaiku.

"AAAAAARRRRHHHH!"

Ren, Motoyasu, Itsuki dan party mereka semuanya terkena ledakan itu.

Aku merasakan kekuatan ledakan itu melalui perisaiku.

"Ugh...."

Itu betul-betul sakit. Mahluk itu sangat kuat sampai bisa menerobos pertahananku, dan jangkauannya betul-betul luas.

Ren dan yang lainnya tidak terbunuh oleh ledakan itu, tapi mereka berdiri terhuyung-huyung.

Inter-dimensional Soul Eater itu sepertinya menyadari seberapa efektif serangannya, karena dia sudah membuat bola sihir hitam lagi.

Serangan yang kuat itu lagi?! Beri kami sedikit waktu sebelum kau menembakkan serangan itu lagi! Itu menjengkelkan, tapi kurasa itu adalah satu-satunya cara untuk bertarung. Kau harus melakukan sesuatu yang gak diinginkan musuh untuk kau lakukan. Dalam game, pembuatnya tau apa yang akan membuat para player marah, jadi mereka membuatnya agar para monster nggak berperilaku kayak gitu. Tapi itulah perbedaan antara game dan kenyataan.

"Filo!"

"Ya! Aku tau!"

Dia sudah berlari dengan kecepatan penuh ke arah Soul Eater. Dia melompat ke udara dan menendangnya keras-keras. Aku mendengar hantaman dari tendangan itu, tapi inter-dimensional Soul Eater cuma menertawainya.

"Haikuikku!"

Filo berputar menjauh setelah melakukan tendangan kedua, mendarat di dek dan mulai merapal sebuah mantra.

Sesaat, Filo terlihat agak kabur(buram).

Ada serangkaian dari awan-awan yang berbenturan dengan cepat, dan si Soul Eater mundur. Sesaat kemudian, Soul Eater mundur dan bersiap untuk menembakkan bola hitam itu pada Filo. Sepertinya dia menemukan cara untuk mengganggu monster itu.

"Kau nggak bisa mengenai aku!"

Filo meneriakkan ejekan pada Soul Eater dan lari kebelakangku. Bagus Filo. Dengan cara itulah kita akan melawannya.

Aku menyiapkan perisaiku dan mengeluarkan sihir penyembuh tepat saat bola hitam itu meledak didepan kami. Aku memblokirnya dengan perisaiku, dan Filo berlari untuk melancarkan serangan lagi.

Raphtalia sedang merapal sihir cahaya sepanjang waktu. Kalau dia nggak melakukannya, Soul Eater itu akan bisa bersembunyi dari kami lagi.

"Hiyaaa!"

Filo berlari kesana kemari, melancarkan serangan saat dia bisa dan perlahan-lahan menimbulkan semakin dan semakin banyak damage. Monster ini tangguh. Itu sebabnya dia adalah bossnya, kan?

Kalau ini adalah sebuah game, seekor monster seperti ini cuma akan muncul di akhir dari suatu pertempuran kelompok besar.

Sejauh game-game online yang kuketahui, seekor boss seperti ini memang sangatlah kuat. Dibutuhkan banyak player kuat untuk bekerja sama dan mengalahkannya dalam waktu satu jam.

Pilihan apa yang kami miliki?

Kami bisa terus melakukan serangan-serangan kecil dan berharap bahwa serangan-serangan itu bisa memberi damage yang cukup pada monster itu agar kami bisa menang. Tapi bisakah serangan-serangan kami melakukannya?

Semakin lama waktu yang kami habiskan untuk melawan bossnya, semakin besar kerusakan yang akan terjadi pada desa-desa sekitar.

Bahkan sekarang, para monster terus bermunculan dari retakan itu.

Kami nggak punya banyak waktu untuk melawan monster itu. Kalau saja ada suatu skill kuat yang bisa kami gunakan.....

Ada sebuah cara. Cuma satu cata, tapi itu mungkin mengubah situasinya.

Perisaiku punya sebuah kekutan yang mungkin nggak dimiliki para pahlawan lain. Kami nggak betul-betul punya pilihan lain.

"Raphtalia."

Raphtalia terjatuh kebelakang. Aku memegang tangannya.

"Ada apa?"

"Bantu aku."

Dia segera menebak niatku.

"Baik. Aku adalah pedangmu. Aku akan mengikutimu—meski ke neraka sekalipun."

"Aku akan melakukannya. Mundurlah."

Aku sudah betul-betul jengkel, dan meski aku nggak mau menggunakannya, aku penasaran untuk melihat seberapa besat kekuatannya.

"Filo, kalau sesuatu terjadi, tetaplah bersama Raphtalia dan menjauhlah."

"Oke!"

Aku menatap Raphtalia sekali lagi.

"Tuan Naofumi!"

Dia percaya padaku.

Tapi kalau aku kalah, Raphtalia dan Filo akan... mati.

Lebih dari apapun juga, aku nggak boleh membiarkan hal itu terjadi. Aku ingin melindungi mereka. Aku betul-betul ingin melindungi mereka.

Aku nggak akan membiarkan diriku ditelan oleh kemarahan. Betul-betul nggak boleh.

Aku menyiapkan perisaiku.

Shield of Rage!

Inti naga telah menyebabkan kamu berkembang!'

Rangkaian Kutukan: kemampuan Shield of Rage meningkat!

Shield of Rage II

Kemampuan belum terbuka

Bonus Equip: skill "Change Shield (serangan)" dan "Iron Maiden"

Efek Khusus: kutukan pembakar diri, peningkatan kekuatan, amarah naga, raungan, kericuhan kerabat

Ap.....

Kenangan terakhir naga itu diputar didepan mataku, karena aku telah menggunakan batu inti tersebut sebagai material untuk perisai.

Seorang pahlawan bersenjatakan sebuah pedang telah menikamnya dalam-dalam pada dada dan keningnya, dan naga itu kemudian kehilangan kesadaran. Kemarahan yang dia rasakan adalah seperti sesuatu yang gak pernah kubayangkan. Itu adalah kemarahan karena kalah pada seorang manusia.

Aku bisa mengerti sebarapa menyakitkan dan seberapa mengerikan hal itu bagi seekor naga.

Berkembang? Apa maksudnya itu?

Perisaiku melebur dan terbentuk ulang. Itu tampak seperti terbuat dari bara api yang menyala dengan seekor naga besar berwarna merah darah di bagian tengahnya.

Barbarian Armor +1 punyaku juga berubah bentuk untuk menyesuaikan perisainya.

Apa semua ini karena inti naga tersebut?

Armornya terlihat berbeda sekarang, dan dipenuhi pola seekor naga berwarna hitam legam.

Amarah itu sangat kuat hingga pandanganku menjadi gelap. Segala sesuatu dipenuhi dengan kebencian, kemarahan, dan keinginan akan kehancuran.

Kemarahan pada tingkat ini, semua itu nggak berasal dariku! Aku bisa melihat semua amarah itu berada didepanku, bersinar merah, menghapus segala sesuatu selain amarah itu sendiri. Amarah itu menguasai aku.

Tidak! Jangan disini, jangan sekarang! Aku harus bertarung demi orang-orang yang mempercayai aku! Jangan sekarang!

***