Aku bangun di gudang istana. Tempat itu apek. Aku betul-betul benci berada didalam sana, tapi aku merasa beristirahat cukup baik.
Snoring...
Aku bisa mendengar ritme dengkuran berasal dari tumpukan jerami yang ada disebelahku. Seorang cewek muda bernama Raphtalia sedang tertidur disana.
Mari luangkan waktu sejenak untuk meninjau kembali apa yang terjadi.
Namaku Naofumi Iwatani. Aku seorang mahasiwa di kampus.
Aku lahir di Jepang, sama seperti yang lainnya. Sejujurnya, aku sedikit Otaku.
Aku berada di perpustakaan, sedang membaca sebuah buku berjudul The Records of the Four Holy Weaponketika, karena suatu alasan, aku mendapati diriku dikirim ke dunia fantasi yang dibicarakan. Aku dipanggil untuk memainkan peran dari Pahlawan Perisai.
Dunia ini menderita karena ancaman "gelombang kehancuran", yang mana kawanan monster dan bencana mengerikan keluar dari dimensi lain melalui retakan di langit. Keempat pahlawan dipanggil untuk melindungi dunia dari mara bahaya. Aku memiliki sebuah perisai di tanganku yang mana nggak bisa kulepaskan, mungkinkah itu berada dibawah suatu kutukan? Aku mendapati diriku nggak punya kekuatan serangan sama sekali. Yang bisa kulakukan cuma bertahan.
Tapi aku punya beberapa pengalaman dengan MMORPG online, jadi aku berfokus pada bertahan, dan merekrut seseorang untuk menyerang menggantikan aku.
Kami pergi melakukan petualangan, dan aku sangat bersemangat. Tapi aku jatuh kedalam sebuah jebakan kotor. Seseorang menuduhku atas sebuah kejahatan yang nggak kulakukan, dan aku mendapati diriku difitnah. Jadi nggak seorangpun yang mempercayai aku sejak saat itu. Aku nggak bisa mendapatkan satupun teman atau seseorang yang mau membantuku, dan mereka mengusirku dari istana tanpa sepatah kata. Aku berada dalam situasi yang betul-betul sulit.
Aku menyadari aku nggak perlu melakukan apa-apa. Kupikir aku nggak perlu bertarung melawan gelombang kehancuran. Aku salah.
Gelombang kehancuran muncul sekali setiap bulan, dan kami para pahlawan terus menerus dikirim ke tempat gelombang itu muncul.
Aku dipaksa untuk melindungi sekelompok orang yang nggak sedikitpun aku peduli. Itu sama sekali nggak adil. Aku melakukan segala yang aku bisa untuk mendapatkan uang untuk bertahan hidup, dan semua orang mencemooh aku, mereka melempari aku dengan batu.
Jadi cewek yang tidur disebelahku, Raphtalia, dia adalah seorang budak demi-human. Aku membeli dia.
Perbudakan masih ada didunia ini, dan di negeri ini, Melromarc, ada orang-orang yang memiliki atribut hewan yang disebut para demi-human. Mereka dijual dalam perbudakan sepanjang waktu.
Saat aku membeli dia, dia hanyalah seorang gadis kecil, tapi saat kami naik level, dia tumbuh dengan sangat cepat, sampai dia terlihat hanya sedikit lebih muda dari diriku sendiri. Sepertinya pertumbuhan para demi-human berbeda dengan kami. Mereka tumbuh berdasarkan pada level mereka, bukan usia mereka.
Pada awalnya, aku berpikir aku akan membuat dia bekerja keras, mengingat dia adalah seorang budak. Tapi nggak lama setelah itu si bangsat Motoyasu yang songong memaksaku bertarung. Selama pertarungan itu, Raphtalia mempercayai aku dan mengorbankan kebebasan miliknya untuk melindungi aku. Yah, masih ada hal lain juga sih, tapi pada akhirnya kami menjadi sahabat, dan kami saling mempercayai satu sama lain secara mendalam.
Sejujurnya, sebelumnya aku sama sekali nggak peduli kalau semua orang didunia ini tewas. Tapi sekarang, aku memiliki suatu perasaan seperti ingin menolong.
"Ah...."
Raphtalia bangun dan mengucek matanya.
"Selamat pagi, Tuan Naofumi...."
"Ah... Um... Pagi."
Menatap dia lagi, dia betul-betul cantik.
Wajahnya seperti sebuah karya seni. Aku bisa menggunakan kata-kata selain "cantik", tapi abaikan dulu untuk saat ini.
Rambutnya berwarna coklat dan bergelombang turun kebawah sampai punggungnya. Matanya besar dan cerah. Warna matanya berwarna teh merah tua. Itu adalah mata paling indah yang pernah kulihat.
Dengan semua yang telah dia lalui, aku nggak tau gimana bisa matanya tetap begitu murni dan lembut. Mata itu terlalu murni untuk dimiliki sebuah tubuh seusia dia. Mata itu adalah yang paling mempesona dari dirinya.
Aku naik level dan mendapatkan uang bersama Raphtalia sampai gelombang kehancuran pertama datang. Itu adalah gelombang pertama yang kulihat, tapi sebenarnya itu adalah gelombang kedua yang datang kedunia ini. Itu adalah pertarungan yang sulit, tapi aku akan memberitahu kalian semua tentang itu lain kali saja. Hal-hal yang sulit terjadi setelahnya.
"Haruskah kita pergi cari sarapan?"
"Ya. Mungkinkah kita bisa dapat sarapan di ruang makan istana?"
"Mungkin... Ayo kesana."
Jadi kami pergi ke ruang makan, dan terus berjalan menyusuri lorong.
Ngomong-ngomong, nama burukku masih belum dibersihkan. Para petinggi istana memperlakukan aku dengan dingin.
Setiap kali aku mencoba ke ruang makan, para penjaga akan mengusirku. Mereka akan mengatakan, para knight dan para pahlawan yang lain masih makan, kembalilah saat mereka semua sudah selesai. Kalau saja aku nggak dipaksa menjadi Pahlawan Perisai, kalau saja aku bisa menyerang, aku pasti telah menghabisi mereka sejak lama. Dan aku nggak akan membiarkan seorang "pahlawan" menghentikan aku!
Kami selesai makan dan kami diarahkan ke ruang pertemuan.
Acara itu merupakan salah satu dari perayaan. Kami semua akan diberi hadiah atas upaya kami selama gelombang kehancuran.
Yang benar saja! Kalau mereka mau membuat kami menunggu sehari sebelum mereka membayar kami, mereka harusnya mengatakannya terlebih dulu! Beneran deh, Sampah itu cuma berusaha membuatku jengkel.
Pemikiran menghabiskan waktu lebih lama dengan sekelompok orang sialan ini sangatlah tak tertahankan. Gimana kalau aku jadi kena borok?
Orang yang sebut "Sampah" adalah raja dari negeri ini, Aultcray Melromarc.... yang Kedua? Ketiga? Entahlah aku udah lupa. Kayaknya dialah yang memanggilku kesini.
Saat aku di fitnah dan dilecehkan dan dicemooh, dia nggak pernah mencoba mencari kebenarannya. Dia cuma membiarkannya begitu saja dan membuatku menanggungnya. Itu betulan raja? Dan kemudian, tadi malam, dia menggunakan wewenangnya untuk mengeluarkan kemarahan dan menyebabkan gangguan yang besar.
"Nah sekarang, kami akan membagikan dana hadiah atas kinerja kalian dalam pertempuran sebelumnya, dan juga dana perisapan kalian untuk gelombang berikutnya."
Itulah yang betul-betul kubutuhkan. Uang untuk persiapan.
Si Sampah itu telah berjanji untuk memberi uang pada kami para pahlawan.
Seorang petugas memasuki ruangan. Dia membawa kantong uang ditangannya.
"Nah sekarang, untuk masing-masing pahlawan."
Aku berpaling untuk melihat kantong-kantong uang itu.
Seenggaknya, mereka sudah pasti memberi kami 500 silver setiap bulan.
Apa yang akan kubeli dengan uang itu?
Mungkin akan bijaksana untuk memulai dengan sebuah senjata untuk Raphtalia. Atau mungkin sekarang sudah saatnya untuk berinvestasi pada armor yang lebih baik? Kalau dipikir-pikir, aku juga ingin beberapa material baru untuk digunakan untuk membuat obat. Aku bisa membiarkan perisaiku menyerapnya juga. Aku bisa melihat kemampuan seperti apa yang kudapatkan. Aku mendengarkan semua koin yang bergemerincing didalam kantong itu dan berfantasi tentang apa yang akan kubeli.
Si petugas membuka kantongnya sehingga aku bisa melihat isinya.
Aku segera menghitung koin didalamnya. Dan ya, kayaknya ada 500 koin disana.
"Untuk Tuan Motoyasu, baik dalam pengakuan terhadap kinerjanya, dan untuk menyatakan harapan kedepannya pada dia, kami memberi 4.000 silver."
Woi!
Aku terkejut. Aku segera melihat kearah kantong berat yang dipegang Motoyasu. Kalau aku mengatakan sesuatu, sudah pasti cuma penghinaan yang kudapatkan, jadi aku menahannya. Aku merasa jari-jariku melengkung menjadi sebuah tinju secara nggak sadar.
Mereka memanggil si bangsat ini Tuan Motoyasu, tapi nama aslinya adalah Motoyasu Kitamura. Seperti diriku, dia di panggil dari Jepang yang lain, dan dia adalah salah satu dari empat pahlawan-Pahlawan Tombak.
Dia berusia 21 tahun. Para pahlawan yang lain sepertinya memiliki pengalaman, dan mengetahui semua tentang dunia ini. Mereka mengetahui hal itu dari suatu game yang mereka mainkan saat didunia mereka sendiri. Tapi mereka nggak membagikan pengetahuan itu padaku. Mereka memfitnah aku dan menendang aku saat aku tersungkur.
Jadi si Motoyasu ini kayaknya berakhir ditikam karena kelakuannya yang suka main wanita dan kemudian terbangun disini. Itu sih yang dia katakan, siapa yang tau itu betul apa enggak.
Dia cuma menginginkan wanita masuk kedalam partynya. Itu seperti dia membuat harem atau semacamnya.
Tadi malam, menganggap bahwa aku melecehkan Raphtalia sebagai seorang budak, dan untuk memuaskan semacam kegilaannya yang seolah-olah dia itu penyelamat, dia memutuskan untuk mencoba "menyelamatkan" Raphtalia dariku dan menantangku duel.
Biasanya sebuah duel harus disetujui oleh kedua belah pihak, dan kedua belah pihak akan mendapatkan sesuatu dari duel tersebut, tapi tidak pada duel yang ini. Dia memaksaku untuk bertarung sedangkan aku nggak mendapat apa-apa. Sudah jelas aku menolak, tapi si Sampah malah ikut-ikutan dan memaksaku bertarung. Kalau aku kalah, mereka akan mengambil Raphtalia dariku, dan kakau aku menang, aku nggak dapat apa-apa-kalau kau tanya padaku, itu teramat sangat nggak adil.
Yang jelas, aku harus melawan sia, dan aku nggak mau kalah tanpa bertarung. Jadi aku melakukan apa yang aku bisa dengan apa yang kumiliki dan berakhir menindis dia. Kayaknya aku akan menang, tapi seseorang berbuat curang dan menyerangku dari belakang untuk membuatku kalah.
Ujung-ujungnya, Raphtalia menolak Motoyasu dan datang padaku dengan kehendaknya sendiri, dan begitulah.
Jadi pada dasarnya orang ini yang menyebabkan semua masalahku.
Jujur saja, dia kelihatan kayak playboy tipikal. Dia memang cukup tampan, dan menghibur dirinya dengan menempelkan dirinya pada para cewek sepanjang waktu.
Dia mengenakan pelindung dada yang megah. Dia jelas-jelas berada pada tim pemenang.
"Selanjutnya, Tuan Ren. Dalam pengakuan atas penyelesaian dari permintaan kami dan tentu saja untuk menyatakan kepercayaan dan harapan kami padamu, hadiahmu adalah 3.800 koin silver."
Dia juga?!
Ren berdiri disana berpura-pura nggak terpengaruh, tapi jelas-jelas dia iri pada hadiah Motoyasu yang lebih banyak. Dia membiarkan kantong silver itu menggantung begitu saja ditangannya. Aku bisa mendengar dia bergumam pelan, "Cuma karena kau adalah favorit sang Raja..."
Nama asli Ren adalah Ren Amaki, dan sama sepertiku, dia dipanggil kesini dari Jepang yang lain. Dia adalah Pahlawan Pedang. Kurasa dia berusia 16 tahun.
Ya, dia berasal dari Jepang juga, tapi bukan Jepang yang sama dengan Jepang asalku. Didunianya mereka memiliki sesuatu bernama VRMMO, dan itu adalah suatu jenis sistem yang memungkinkan kau untuk sepenuhnya masuk kedalam dunia virtual. Dimanapun Jepang itu berada, itu lebih maju dalam hal teknologi daripada dunia asalku.
Sepertinya ada banyak Jepang yang berbeda. Kalau kau menanyai aku setahun yang lalu, aku mungkin akan melompat kegirangan pada kesempatan untuk mengunjungi dunianya.
Dia sekitar setinggi yang akan kau pikirkan dari seorang anak berusia 16 tahun, dan wajahnya cukup imut. Seorang swordsman yang sangat anggun, itulah dia. Dia selalu bertindak tenang, tapi aku mendapat kesan bahwa dia sebenarnya sangat mudah emosi dibalik semua tindakannya. Dia suka merendahkan, dan aku selalu membayangkan dia menganggap dirinya sendiri sebagai pahlawan sejati, orang yang akan menyelamatkan dunia karena apa yang dia tau mengenai game-game.
"Sekarang untuk Tuan Itsuki. Berita tentang perbuatanmu menggema diseluruh negeri. Kau benar-benar melakukan pekerjaan yang menakjubkan diwaktu percobaan. Hadiahmu 3.800 koin silver."
Itsuki mendesah, tapi seperti sudah menduga bahwa hadiahnya segitu. Meski begitu, aku melihat dia mengarahkan tatapan iri pada Motoyasu.
Nama aslinya adalah Itsuki Kawasumi, dan dia setahun lebih tua dari Ren, jadi dia berusia 17 tahun. Dia memancarkan sebuah kesan dari kelembutan dan kekaleman. Namun, ada suatu kekosongan dan kesombongan tentang dia. Membawa Busur Legendaris.
Kami nggak banyak bicara, jadi aku masih nggak tau banyak tentang dia. Tapi dia memiliki pengetahuan yang sama mengenai dunia ini seperti Ren dan Motoyasu. Dan aku tau bahwa dia berasal dari Jepang yang lain.
Dia terlihat seperti yang paling muda diantara kami, para pahlawan. Tapi sebenarnya, Ren lah yang paling muda.
Meski begitu, apa itu permintaan yang disebutkan raja itu pada Ren? Ini adalah pertama kali aku mendengarnya.
"Adapun untuk si Perisai, kami harap dia bisa mengerahkan lebih banyak upaya mulai dari sekarang."
Dia bahkan nggak menggunakan namaku! Siapa 'Perisai' ini?
Aku begitu jengkel, aku merasa seperti aku tersentak. Setelah omong kosong yang dia ucapkan kemarin?
Aku mengulurkan tangan untuk mengambil kantong uang bagianku, tapi petugas itu menariknya sebelum aku bisa memegangnya.
"Sebagai biaya untuk penghapusan dari kutukan perbudakan yang dipasang pada Raphtalia, dana dukunganmu akan dicabut!"
Bangsat!
"Um... Yang Mulia..."
Raphtalia mengangkat tangannya.
"Ada apa demi-human?"
"Permintaan yang anda sebutkan tadi, sebenarnya apa itu?"
Jadi Raphtalia berusaha mencaritahu hal itu juga. Dia mengabaikan bahwa uang kami telah diambil dan mendekatinya dari sudut lain.
"Masalah-masalah yang melanda negeri kita ditangai dengan permintaanku, oleh para pahlawan."
"Kenapa permintaan yang sama ini tidak diajukan pada Tuan Naofumi? Ini adalah pertama kalinya saya mendengar hal ini."
"Ha! Memangnya apa yang bisa dikerjakan si Perisai?"
Sialan! Aku betul-betul membenci orang ini.
Semua orang di aula pertemuan mulai terkikih. Duh... Aku nggak bisa menahannya. Aku hampir meledak.
"...."
Kupikir cuma aku yang mengalami saat-saat yang sulit, tapi aku bisa mendengar seberapa keras Raphtalia mengepalkan tangannya.
Aku melihat ke samping, dan dia sudah mulai gemetar dalam kemarahan.
Oke, kurasa kami bisa menahannya untuk saat ini.
"Yah, itu benar bahwa dia nggak banyak membantu."
"Kau benar. Aku nggak melihat dia selama pertarungan. Aku penasaran apa yang dia kerjakan?"
"Kalau seorang pahlawan nggak masuk kedalam pertempuran, aku nggak yakin apa gunanya dia."
Ketiga pahlawan itu menambahkan komentar ironis mereka. Sekarang aku betul-betul jengkel. Aku harus mengatakan sesuatu.
"Tentu, meninggalkan semua penduduk sampai mati sembari kalian melawan bossnya, itu betul-betul penyelamatan kan? Para pahlawan sekalian?"
Betul, mereka mengabaikan para penduduk yang berada dalam masalah dan cuma menghadapi satu musuh di medan perang. Seseorang harus menyelamatkan penduduk, dan pekerjaan itu jatuh padaku.
"Ha! Untuk itulah para knight ada! Bukankah begitu?"
"Ya, masalahnya adalah para knight itu sekumpulan orang idiot! Kalau aku menyerahkan penduduk pada para knight, menurutmu berapa banyak orang yang akan mati? Kalian bahkan nggak tau karena kalian cuma memperhatikan bossnya doang!"
Motoyasu, Ren, dan Itsuki berpaling untuk menatap kapten dari para knight. Si kapten perlahan mengangguk jengkel sebelum berbicara.
"Tapi... Jika para Pahlawan tidak melakukan segala apa yang mereka bisa untuk menekan gelombang pada sumbernya, kehancuran hanya akan bertambah luas! Hentikan bualan egoismu!"
Ha! Aku nggak bisa mempercayai telingaku.
Yang dia lakukan cuma berputar-putar dengan arogan di istana... Dan selain itu, apa semua orang melupakan bahwa aku adalah salah satu dari para Pahlawan? Atau apa ini? Apa mereka menganggap bahwa aku bukanlah Pahlawan Perisai?
"Baik, baik. Yah, kita semua sangat sibuk, jadi kami akan pergi sekarang."
Bertengkar sekarang nggak ada gunanya buatku. Hal terbaik yang bisa kulakukan adalah pergi dari sini.
"Tunggu, Perisai."
"Huh? Apaan lagi sekarang? Nggak kayak seorang raja songong yang bisanya cuman duduk di singgasana doang, aku sebenarnya punya banyak hal yang harus dikerjakan."
"Kau bahkan lebih buruk daripada yang kuduga. Pergi sana! Dan jangan pernah menunjukkan wajahmu disini lagi."
Apaan itu?! Sampah ini akan berbuat sebisanya untuk membuatku jengkel!
"Kabar yang bagus, kan? Tuan Naofumi?"
Raphtalia menyeringai.
"Apa?"
"Sekarang kita nggak perlu membuang-buang waktu kita ditempat ini lagi. Daripada membuang-buang waktu kita pada hal yang gak penting, sekarang kita bisa mencurahkan diri kita pada sesuatu yang layak."
"Y...Ya."
Aku mulai merasa seperti aku betul-betul bisa bergantung pada dia.
Dia menggenggam tanganku erat-erat. Dia pasti marah juga. Itu terasa kami memendam banyak kemarahan, kemarahan yang nggak bisa kami tangani sendiri. Tapi bersama-sama...
"Tunggu sebentar."
Itsuki mengangkat tangannya dan berbicara pada Sampah itu.
"Ada apa, Pahlawan Busur?"
Ada apa dengan dia? Nggak kayak aku bisa mengharapkan dia mengatakan sesuatu yang masuk akal.
"Mengenai duel tadi malam. Tuan Naofumi diperlakukan secara nggak adil, karena seseorang mengganggu dari belakang. Apa yang akan kau lakukan mengenai hal itu? Pada dasarnya itulah yang ingin kutanyakan."
Selama beberapa saat, ruangan itu menjadi sunyi.
"Aku nggak yakin apa maksudmu."
"Yah, duel itu aslinya untuk kebebasan Nona Raphtalia. Meskipun sudah jelas buktinya bahwa duel itu nggak adil, kutukan perbudakan Nona Raphtalia masih dihapus. Sekarang ini harusnya adalah bayaran karena kalah dalam duel, kan? Namun, kau juga mencabut upah Tuan Naofumi dengan alasan bayaran untuk penghapusan kutukan tersebut. Aku bertanya apakah kau berpikir bahwa itu sesuatu yang memang sudah diatur."
Apalagi sekarang? Mata Itsuku sangat tajam, dan dia secara terang-terangan menentang raja?
"Dia benar. Aku melihatnya dari atas, dan menurut aturan, kalau itu adalah pertandingan yang adil, Naofumi harusnya sudah menang."
"Aku nggak kalah."
Motoyasu berteriak, tapi Ren dan Itsuki nggak mendengarkan protesnya. Mata mereka dingin.
"Bergantung pada jawabanmu, kami mungkin harus mempertimbangkan ulang apakah Naofumi memang bersalah atas kejahatan yang dituduhkan pada dia."
"Aku... Yah..."
Si Sampah duduk diam disana, matanya memandang kerumunan itu, tercengang.
"Oh, itu nggak seperti itu! Tuan Itsuki, Tuan Ren! Kalian salah!"
Lonte itu mengenakan pakaian yang bagus dan memakai riasan tebal. Dia berjalan melewati kerumunan itu.
Itu benar! Semuanya karena dia, wanita itu yang memfitnahku dan mencemarkan namaku, si Lonte itu!
Myne Suphia. Sepertinya nama aslinya adalah Malty, tapi siapa yang peduli dengan nama bodohnya itu?
Seperti kepribadiannya, rambutnya berwarna merah gelap, dan dia memiliki aura menjijikan dan licik disekitarnya. Meski begitu, aku harus mengakuinya kalau dia cantik.
Ketika pertama kami pergi berpetualang, nggak seorangpun bersedia pergi bersamaku selain dia. Tapi dia berakhir mencuri semua uang yang disediakan untukku sebelum memfitnahku atas sebuah kejahatan, menghancurkan reputasiku, dan pergi ke sisi Motoyasu. Dia adalah iblis sejati.
Jadi aku membulatkan tekad untuk memanggil dia Lonte mulai dari sekarang.
Dan bisakah kau percaya? Lonte itu ternyata sang putri juga.
Buku yang kubaca saat di duniaku sendiri, The Records of the Four Holy Weapon, juga menyebutkan seorang putri jalang. Aku sangat yakin bahwa itu membicarakan tentang dia.
"Duel itu seharusnya satu lawan satu, namun sang Pahlawan Perisai menyembunyikan monster dibalik jubahnya untuk menghadapi lawannya. Jelas-jelas ini adalah pelanggaran peraturan, dan oleh karena itu ayahku, sang raja, membuat keputusan yang bijak."
Yang betul saja. Gimana bisa dia menyuruhku bertarung sedangkan aku nggak bisa menyerang! Mereka pasti sudah tau itu saat mereka menantangku duel.
"Aku mengerti yang kau rasakan, namun...."
"Nggak bisakah kau setuju saja?"
Itsuki dan Ren terlihat kecewa.
Si Lonte itu sudah jelas berusaha memikirkan jalan lain. Otaknya cuman bekerja saat dia merencanakan hal buruk terhadap orang lain.
"Nona Myne. Meskipun apa yang kau katakan itu benar, tindakanmu sendiri juga termasuk pelanggaran peraturan."
"Memang, dia nggak bekerja sekeras kita, tapi dari situ bisa kukatakan guild nggak memberi dia pekerjaan juga. Tidakkah dia butuh setidaknya sedikit dukungan, hanya untuk bertahan hidup? Selain itu, dia benar-benar melindungi penduduk desa selama gelombang terjadi saat para knight nggak melakukan apa-apa."
Wajah si Lonte itu berkedut. Aku bisa bilang kalau dia jengkel.
Apa lagi yang bisa dia lakukan? Tentu, dia bisa menggunakan wewenangnya sebagai putri, tapi dia tau dia nggak bisa lolos dengan secara jelas memanipulasi para pahlawan.
Beban bukti ada pada dia. Ini berbeda dari saat dia memfitnahku. Saat itu nggak ada satupun saksi mata.
"Baiklah. Kami akan memberi dia dana dalam jumlah kecil. Ambillah dan pergilah."
Si Sampah itu memberi perintah songongnya dari atas, dan seorang pertugas melemparkan kantong uang kearahku.
"Baiklah kalau begitu, yang mulia. Kami pergi dulu. Makasih buat pertimbangan bijaksanamu."
Raphtalia terdengar ceria, dan dia menarikku keluar istana.
"Lari sambil melipat ekornya."
Kayak-kayak Motoyasu punya tempat buat bicara. Ren dan Itsuki berdiri diam tanpa sepatah katapun.
Siapa yang nyangka cuma dengan mengetahui kalau kami saling membenci membuat hidup jauh lebih mudah.
Selain itu, kayaknya Ren dan Itsuki mulai meragukan Motoyasu. Meski begitu, mereka nggak akan melakukan sesuatu mengenai hal itu. Mereka nggak akan mengorbankan posisi mereka sendiri, kan? Nah... Mereka sudah masuk dalam daftar hitamku sekarang.
"Nah sekarang, ayo ke tenda pedagang budak dan menyuruh dia memasang ulang kutukan budak."
"Apa?"
Raphtalia mengatakan ini padaku segera setelah keluar dari gerbang istana.
"Kalau enggak, kurasa kamu nggak akan bisa betul-betul percaya padaku, dari dasar lubuk hatimu."
"Enggak... Ayolah, kamu nggak perlu jadi seorang budak lagi."
"Kurasa perlu."
"Apa?"
"Tuan Naofumi, kamu udah kehilangan kemampuan buat percaya sama orang yang bukan budakmu. Jangan pernah bohongi aku mengenai itu."
Apa aku udah melakukan pekerjaan buruk membesarkan dia?
Dia memang betul kalau aku nggak bisa mempercayai siapapun yang bukan seorang budak, tapi tetap aja, kurasa aku bisa mempercayai dia, meskipun dia bukan seorang budak.
Kalau Raphtalia cuma mikirin diri sendiri, maka dia pasti lari ke Motoyasu setelah duel itu. Itu yang terbaik buat dia.
Dia tau kalau semua orang di kerajaan membenciku, dan nggak ada yang mempercayai aku. Tapi tetap aja dia memilih untuk ikut bersamaku. Itu sesuatu banget.
"Hei Raphtalia...."
"Ada apa?"
"Kamu betul-betul nggak perlu menerima kutukan itu."
"Tapi aku mau."
Kepalanya cewek ini udah koslet apa?
"Aku mau membuktikan kalau kamu percaya padaku."
Saat dia bilang begitu, seketika aku berpikir bahwa aku ingin melindungi dia.
Emosi bercampur aduk didadaku. Kurasa itu cinta, tapi ada sesuatu yang lain juga.
Dia tentunya kelihatan seperti seorang wanita yang udah matang, tapi satu atau dua minggu yang lalu dia adalah anak kecil. Kayaknya para demi-human semakin dewasa karena level bukannya usia.
Dia kelihatan kedua orangtuanya dalam gelombang kehancuran sebelumnya. Mungkin emosi yang kurasakan bukanlah romansa cinta-tidak, kurasa itu lebih seperti cinta dari orangtua. Aku pasti merasa seperti itu karena aku menyaksikan pertumbuhannya dengan mataku sendiri. Ya, pasti itu.
Itu pasti rasanya jadi orangtua. Itulah peranku. Aku harus menjaga dia.
"Ayo pergi."
Kalau dia bersikeras, aku nggak akan bisa menghentikan dia. Dia boleh melakukan apapun yang dia mau.
Kami memutuskan untuk mengunjungi tenda itu, tenda yang menjual budak.
***