Chereads / Jalan Menuju Surga / Chapter 17 - Aku Salah Menilaimu

Chapter 17 - Aku Salah Menilaimu

Liu Shisui pergi meninggalkan lapangan di sisi bukit dan pergi ke puncak gunung. Ia tidak akan pernah kembali.

Yang terlihat sebelum kepergiannya hanyalah wajahnya yang memerah karena marah dan matanya yang terus meneteskan air mata, karena ia merasa sedih jika harus pergi.

Tapi, hanya Jing Jiu yang melihat kejadian ini dan tidak lama kemudian, ia pun akan melupakannya.

Seperti apa yang telah ia katakan pada Liu. Jalannya panjang dan berat, tidak akan ada orang yang bisa mengingat semuanya, dan tidak ada yang harus diingat.

Dilihat dari sudut pandang ini, ia memang seorang ahli bela diri sejati.

Setelah kepergian Liu, Jing Jiu tetap menjalani hari - harinya seperti biasa. Hanya saja, ia sekarang harus merapikan sendiri tempat tidurnya dan sekarang, pondoknya terasa tenang namun sepi. Perlu waktu beberapa hari untuk Jing Jiu membiasakan diri.

Cemoohan dan cibiran yang ditujukan padanya semakin sering terdengar di lapangan di sisi bukit.

Liu Shisui sekarang sudah berada di inner sect, tapi Jing Jiu masih saja menyia - nyiakan waktunya dan murid - murid itu merasa kalau ia sangat memalukan.

Namun, Jing Jiu tidak peduli. Ia masih terus tinggal di pondok kecilnya dan setiap hari, ia terus menambahkan beberapa butir pasir ke piring keramiknya.

Bukan karena ia tidak sabar. Ia hanya tidak peduli.

Namun justru Guru Lu yang tidak bisa menahan diri. Di suatu malam, ia kembali mendatangi pondok kecil itu.

Ia kembali mengamati Jing Jiu dengan seksama menggunakan Piercing Discernment nya dan ia mendapati kalau Jing Jiu masih tidak memiliki kualitas Dao dalam tubuhnya, yang lagi - lagi mengecewakannya untuk kesekian kalinya.

Tidak punya kualitas alami, meridiannya juga tidak berkembang. Bagaimana mungkin ia bisa menyerap energi langit dan bumi?

Tanpa zhenyuan, bagaimana bisa kualitas alami berubah menjadi pohon yang besar dan membentuk Sword Fruit?

Hingga kini, ia masih meyakini kalau Jing Jiu bukanlah murid yang dipersiapkan oleh salah seorang guru yang ada di puncak gunung.

Jing Jiu bisa mengajari murid lain dalam kultivasi mereka, karena ia mengandalkan kecerdasan dan kemampuan pemahamannya.

"Jika kamu bisa menebak sembilan jawaban yang benar dari sepuluh pertanyaan, itu berarti kamu berasal dari keluarga yang luar biasa."

Guru Lu lalu memandang Jing Jiu dan kemudian berkata, "Aku rasa, keluargamu di Zhaoge pasti bukan keluarga biasa."

"Ada banyak buku di rumah." jawab Jing Jiu.

"Seseorang tidak bisa hanya mengandalkan bakatnya dan hidup yang sederhana tidak ada gunanya untuk Dao mu, kecuali kamu kesini hanya untuk belajar. Jika kamu tidak mau berusaha, kamu tidak akan bisa mencapai tahap Spiritual Stability dan semuanya akan sia - sia."

Guru Lu menghela nafas, "Sudah lama aku memikirkan hal ini. Jika kamu terus seperti ini, aku bisa merekomendasikan kamu ke suatu tempat untuk bekerja sebagai pengurus. Tempat dimana kamu hanya harus merapikan buku - buku dan mempelajarinya. Aku rasa itu cocok untukmu."

Jing Jiu tahu kalau tempat yang dimaksud oleh Guru Lu adalah Puncak Shiyue. Tempat dimana koleksi kitab teknik pedang yang istimewa dan kitab Dao dari Sekte Gunung Hijau disimpan. Tempat untuk belajar Dao dari sastra kuno.

"Dengan bekerja disana, kamu bisa berkontribusi untuk sekte. Kamu bahkan punya kesempatan untuk dihadiahi pil ajaib, yang bisa menambah usiamu. Namun, kamu akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan True Sword Spirit." lanjut Guru Lu. "Lagipula, minatmu bukan di sini."

Jing Jiu terkejut mendengar perkataan Guru Lu. Ia tidak menyangka kalau Guru Lu ternyata sangat memperhatikannya dan bahkan merekomendasikan posisi yang sesuai dengan kebutuhannya.

Namun, ia tidak akan menyetujui rencana itu. Ia tidak suka dengan Puncak Shiyue dan lagi, ia akan pergi dari tempat ini dalam waktu satu tahun.

...

Musim semi yang baru telah datang, ditandai dengan serbuk bunga yang beterbangan.

Periode tiga tahun sudah berlalu setengahnya, dan murid - murid di Pine Pavilion Selatan semakin serius berlatih, tidak seharipun bersantai. Di lapangan di sisi bukit, terlihat asap putih ada di mana - mana.

Sebagian besar murid yang ada di situ sudah mencapai tahap Spiritual Stability. Bahkan, ada beberapa diantara mereka yang sudah hampir penuh Mata Air Spiritual nya, seperti Xue Yong'e dan beberapa murid lain.

Hanya ada beberapa murid yang terlalu lamban ataupun terlalu malas saja yang tidak lagi punya harapan.

Tapi, tentunya masih ada satu orang lagi yang sebenarnya punya kesempatan untuk masuk ke Sekte Green Mountains untuk melanjutkan kultivasinya namun terus bermalas - malasan dari awal sampai akhir.

"Apa yang bisa aku bantu?"

Tanya Guru Lu sambil memandang Jing Jiu yang berdiri di depannya.

Guru Lu sudah tidak memperdulikan sikapnya yang tidak berambisi. Guru Lu juga tidak ingin mendengar apa yang akan dikatakan oleh Jing Jiu. Walaupun Jing Jiu jarang sekali meninggalkan pondok dan datang ke aula latihan untuk berbicara dengannya.

"Aku akan pergi." ujar Jing Jiu.

Guru Lu sedang mengangkat cangkir teh ke mulutnya, namun terhenti, saat ia mendengar apa yang dikatakan Jing Jiu barusan.

Ia memang sudah sejak lama tidak lagi peduli pada Jing Jiu, tapi...

Jing Jiu masih punya potensi dan karena inilah, ia masih belum dikeluarkan dari sekte.. Tapi, pada akhirnya, ia sendiri memutuskan untuk menyerah? Ia bahkan tidak mau bermalas - malasan lagi setiap hari?

Guru Lu sudah tidak bisa berpikir jernih dan ia hanya bisa tersenyum sedih. "Kamu mau pergi ke mana?"

Jing Jiu berpikir sejenak dan kemudian berkata, "Aku masih belum memutuskan puncak mana yang akan aku tuju."

"Kalau begitu, kamu bisa memikirkannya dulu. Tapi, kemanapun tujuanmu, entah itu ke sebuah desa ataukah ke Zhaoge. Itu adalah pilihanmu sendiri... Tunggu dulu!"

"Apa yang kamu bilang barusan?" Guru Lu tiba - tiba tersadar. "Coba ulangi?"

"Aku bilang aku masih belum tahu mau pergi ke puncak yang mana." jawab Jing Jiu.

"Apa kamu bicara tentang sembilan puncak gunung itu?" tanya Guru Lu ragu.

"Iya, Aku sudah siap untuk masuk ke inner sect." tukas Jing Jiu.

Sekarang, Guru Lu yang mulai tidak mempercayai telinganya. "Apa kamu tahu apa yang baru saja kamu katakan." ulang Guru Lu.

"Mata Air Spiritualku sudah penuh dan aku sudah hampir mencapai tahap Spiritual Stability."

Teringat akan pemikiran panjangnya dan proses penyerapan energi langit dan bumi yang ia lakukan terus - menerus selama dua tahun terakhir, Jing Jiu menjadi sedikit sentimental.

Guru Lu yang tidak mempercayai perkataan Jing Jiu, mengarahkan pikirannya untuk menggunakan Piercing Discernment untuk mengamati keadaan di tubuh Jing Jiu. Ia akan menghukum Jing Jiu seberat - beratnya sesuai dengan aturan sekte, jika ia membongkar kebohongan Jing Jiu.

Kali ini, ia benar - benar marah...

Prak!

Cangkir Guru Lu jatuh ke lantai dan pecah menjadi kepingan - kepingan kecil.

Air teh nya membasahi lantai dan terus mengeluarkan uap, seperti asap putih yang keluar dari kepala murid - murid yang sedang berlatih di hutan.

Guru Lu memandang Jing Jiu dan tatapannya penuh keterkejutan dan rasa tidak percaya.

Ruangan aula latihan itu menjadi sunyi.

"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?"

"Apa aku telah salah menilaimu?" tanya Guru Lu dengan suara gemetar dan pikirannya yang masih mengambang.

"Kamu tidak salah." ujar Jing Jiu.

Ruangan aula kembali sunyi.

Air teh yang berceceran di lantai perlahan menjadi dingin dan tidak lagi mengeluarkan asap putih.

Guru Lu akhirnya bisa menenangkan diri, tapi, ia memandang Jing Jiu dengan tatapan yang seakan - akan sedang memandang seorang immortal god. Kemudian, ia berbicara dengan nada suara yang penuh penyesalan dan kesedihan.

"Sebenarnya... Aku telah salah menilaimu."

"Itu bukan salahmu." ujar Jing Jiu sambil menepuk pundaknya.

...

Lapangan di sisi bukit itu diterangi oleh kilatan cahaya pedang. Angin musim semi yang hangat pun tiba - tiba menjadi dingin.

Guru dari Puncak Xilai tiba dengan mengendarai pedang terbangnya.

Melihat pemandangan ini, semua murid berhenti berlatih dan kemudian berkumpul di depan aula latihan.

Mereka berpikir pasti ada salah satu dari mereka yang akan berpartisipasi dalam ujian inner sect kali ini dan mereka jadi bersemangat karenanya.

Siapa yang akan menjadi orang kedua dari murid - murid di Pine Pavilion Selatan yang akan jadi murid di inner sect setelah Liu Shisui?

Beberapa orang murid merasa kalau orang yang akan ikut ujian itu adalah Kakak Yuan dari Lelang County. Beberapa murid yang lain merasa seharusnya Kakak Yushan yang berbakat itulah yang ikut ujian.

Tapi, lebih banyak murid yang sepakat kalau seharusnya Xue Yong'e lah yang akan ikut ujian kali ini.

Akan tetapi, ketiga orang yang mereka perbincangkan ini justru berada di antara mereka, bukannya di dalam aula latihan.

Xue Yong'e terlihat geram. Ia sudah hampir mencapai tahap Spiritual Stability dan ia yakin kalau ia akan menjadi orang kedua yang masuk ke inner sect setelah Liu Shisui, tapi sekarang, kehormatan yang seharusnya jadi miliknya justru direbut oleh orang lain.

Ia terus memandang ke arah pintu masuk aula latihan. Dengan penuh amarah, ia berpikir bahwa orang ini benar - benar menyembunyikan identitasnya dengan sangat baik, tidak ada seorangpun yang tahu tentang siapa orang ini.

Dengan pakaian putih yang melambai tertiup angin, Jing Jiu berjalan menuju aula latihan, dengan dipandu oleh Guru Lu.

Pemandangan ini mengejutkan semua orang yang ada d isana sampai - sampai mereka tidak bisa berkata - kata.

Mereka tahu kalau Jing Jiu sangat pintar dan ia punya kemampuan pemahaman yang sangat tinggi, tapi, ia sama sekali tidak berambisi dan juga sangat malas.

Siapa yang pernah melihatnya berlatih?

Apakah bisa orang seperti ini mencapai tahap Spiritual Stability? Apakah ia memenuhi persyaratan untuk ikut serta dalam ujian masuk ke inner sect ini?

Ekspresi Xue Yong'e menjadi sangat jelek.

Jika saja orang yang beruntung untuk masuk sebelum dirinya adalah murid yang lain, ia pasti masih bisa menerima kenyataan ini, semarah apapun dia.

Tapi, orang itu malah adalah Jing Jiu, orang yang paling ia benci.

"Bagaimana mungkin ini terjadi!"

"Bagaimana ia bisa mengisi Mata Air Spiritual nya hingga penuh?" ujarnya marah.

"Apakah Guru Lu sudah memeriksanya?"