Chereads / Kultivator Perempuan / Chapter 7 - Dunia Kultivasi Yang Terkenal

Chapter 7 - Dunia Kultivasi Yang Terkenal

Fajar baru saja muncul di cakrawala, tetapi Mo Tiange sudah dibangunkan oleh suara yang datang dari dapur.

Ia membuka matanya dan menatap kosong langit-langit kamarnya untuk waktu yang lama, sebelum menyadari bahwa ia berada di rumah leluhur.

Bau apek yang datang dari selimutnya membuatnya mengerutkan kening dan bangkit untuk mengenakan pakaiannya.

Dia mengenakan pakaiannya dengan baik sejak berusia empat tahun. Namun, ia tidak bisa mengepang rambutnya. Ia selalu merasa bahwa ibunya dapat melakukannya dengan lebih baik. Ia mengucek matanya, berusaha keras untuk tidak menangis, dan berjalan keluar ruangan.

Di dapur yang berada di sebelah kamarnya, Bibi Lin sudah mulai membuat sarapan. Paman He, di sisi lain, sedang memotong kayu bakar di halaman. Di rumah ini, semua pekerjaan berat dilakukan olehnya. Selain itu, ada juga beberapa pelayan lain yang sedang menyapu lantai atau memberi makan babi.

Tepat setelah Mo Tiange selesai mencuci wajahnya, ia mendengar Bibi Lin berteriak dari dalam ruangan: "Hei! Kemarilah!"

Dia berbalik dan menatap Bibi Lin dengan bingung.

Bibi Lin memegang satu tangan di pinggangnya sementara yang lain memegang sekop. "Aku memanggilmu. Kemari dan bantu aku menyalakan api."

Mo Tiange melirik ke sekelilingnya sebelum dia menundukkan kepalanya dan berjalan ke depan.

Bibi Lin mendorongnya ke belakang kompor dan berkata, "Nyalakan api yang lebih besar di bagian luar dan yang lebih kecil di dalamnya."

Ketika Bibi Lin berbalik dan mulai menyibukkan diri dengan memotong beberapa sayuran sambil mengabaikannya. Mo Tiange menggigit bibirnya dan duduk di belakang kompor untuk menyalakan api.

Untungnya, sarapan disiapkan dengan sangat cepat. Bibi Lin hanya membuat sepanci bubur dan beberapa lauk kukus. Mo Tiange, yang perutnya kosong, merasa bertambah lapar setelah mencium aroma makanan tersebut.

Setelah selesai menyiapkan sarapan, Bibi Lin memperhatikan Mo Tiange keluar dari belakang kompor dan berkata, "Cuci mukamu sebelum makan."

Mo Tiange menyeka wajahnya. Melihat wajahnya terkena abu, ia melakukan apa yang diperintahkan dan masuk ke dalam untuk mencuci wajahnya. Ia mencuci muka sampai bersih sebelum pergi ke ruang makan.

Makanan ini sama saja seperti kemarin. Meskipun kelaparan, dia tidak bisa makan apa-apa. Setelah setengah hati menyelesaikan makanannya, dia pergi ke sekolah dengan Mo Tianqiao.

Dalam perjalanan mereka, Mo Tianqiao dengan semangat memberi tahunya beberapa hal, tapi Mo Tiange tidak mendengar apapun.

Mo Tianqiao akhirnya mengguncang lengan bajunya dan bertanya dengan khawatir, "Tiange, ada apa?"

Mo Tiange tersentak kembali pada kenyataan dan menggelengkan kepalanya.

Melihat tingkah Mo Tiange, Mo Tianqiao terdiam untuk waktu yang lama. Keduanya berjalan sebentar sebelum Mo Tianqiao sekali lagi bertanya, "Tiange, apakah kau merindukan ibumu?"

Mo Tiange kaget. Pada akhirnya, ia menundukkan kepalanya, tetap terdiam.

Mo Tianqiao menatapnya dan meraih tangannya, memegangnya erat-erat. Dia berkata dengan sungguh-sungguh, "Tiange, aku tahu kau sangat sedih. Tapi, ibumu sudah pergi dan merasa sedih tidak akan membuatnya kembali ..."

Meskipun kata-kata penghiburan itu tidak terdengar bijak, Mo Tiange tetap tersenyum dan berkata, "Tianqiao, terima kasih."

Setelah melihat senyum Mo Tiange, Mo Tianqiao kembali bersemangat dan terus berbicara dengannya. Kali ini, Mo Tiange menanggapi kata-katanya.

Begitu mereka tiba di sekolah, guru sudah ada di dalam ruangan. Oleh karena itu, mereka buru-buru berlari ke tempat duduk mereka dan duduk tegak.

Melihat keduanya datang terlambat, Mo Tianjun membuat wajah mengejek. Mo Tianqiao balas memelototinya.

"Ehem!" Setelah batuk dari guru tua bergema. Tempat itu menjadi hening seketika.

"Apakah kalian semua sudah menyalin buku Younger Brother's Duty?"

Para murid mulai mengeluarkan buku-buku mereka dan membukanya di atas meja untuk diperiksa oleh guru tua.

Guru tua memandang ke sekeliling ruangan. Ketika dia melihat meja kosong Mo Tiange, dia berkata, "Tiange, apakah lukamu sudah sembuh?"

Mo Tiange segera berdiri dan menjawab, "Guru, aku sudah sehat. Aku akan menyerahkan semua tugas ini besok."

Guru tua mengangguk. "Ya, karena kau tidak datang ke sekolah selama beberapa hari, kau sudah ketinggalan tugas-tugasmu. Hari ini, aku hanya akan memeriksa tulisannya. Kau boleh pergi dan membaca sekarang. Kembalilah pada sore hari untuk pelajaran tambahan."

"Ya."

Guru tua itu sekali lagi mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan dan berkata, "Jika kau sudah menyalin bagian itu, kau bisa belajar sendiri."

Mo Tiange mengemas buku-buku dan alat tulisnya. Dia membungkuk pada guru tua sebelum berjalan menuju perpustakaan.

Dia tidak pergi ke perpustakaan selama beberapa hari terakhir. Meskipun perpustakaan itu masih sama persis dengan yang sebelumnya, namun ia tidak berminat untuk membaca hari ini. Dia hanya mengambil buku secara acak dari rak buku di sisi timur. Kemudian ia melihat sampul buku yang belum selesai dia bacanya saat itu - "Ringkasan Celestial Pole."

Tiba-tiba, ia memikirkan mimpi itu dan kata-kata yang diucapkan kepadanya dengan sosok yang mengaku sebagai leluhur keluarga Mo.

Setelah mengingat hal-hal itu, ia kembali membuka buku. Buku ini jelas ditulis oleh manusia dan hanya menggambarkan desas-desus dan legenda Dewa. Rasa penasarannya terusik. Sekali lagi, ia berdiri di atas bangku dan mengaduk-aduk rak buku di sisi timur perpustakaan.

Dia membaca buku satu per satu. Namun, dia tidak melihat ada yang aneh sampai dia tiba-tiba menemukan sebuah buku berjudul "Catatan Qing Lian."

Autobiografi penulis ditulis sebagai kata pengantar dari buku ini. Penulis mengklaim dirinya sebagai seorang Buddha awam(1) yang bernama Qing Lian. Pada bagian kata pengantar, ia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pelajar dari Negara Jin. Karena terlalu berbakat, ia tidak diizinkan untuk memegang posisi penting dan ia kemudian pergi mengembara. Perjalanannya tiba-tiba membawanya untuk mendapatkan Takdir Keabadian(2), menuntunnya untuk menumbuhkan Hukum Keabadian. Sayangnya, dia tidak berhasil. Ketika usianya sekitar 200 tahun, ia merasa hidupnya akan segera berakhir, jadi dia menulis buku ini untuk diwariskan ke generasi selanjutnya.

Mo Tiange segera mengembalikan buku-buku lain ke rak buku. Dia mengambil buku itu dan duduk di samping jendela untuk mulai membaca.

Awal buku itu berbicara tentang asal usul umat Buddha awam Qing Lian. Mo Tiange tidak tertarik dan melewatkan bagian itu. Kemudian, Qing Lian mulai menggambarkan bagaimana dia menemukan Takdir Manusia Abadi.

Ketika dia menjelajahi seluruh dunia, dia melewati tempat yang disebut Gunung Tianlao. Semua orang yang tinggal di dekatnya mengatakan gunung ini selalu tertutup awan dan kabut. Selain itu, cahaya lima warna akan muncul di gunung tersebut pada waktu tertentu. Sehingga, mereka yakin pasti ada Dewa di gunung ini. Segera setelah itu, Qing Lian naik sendirian ke gunung tersebut.

Gunung ini memang merupakan gunung yang mistis, yang ditutupi hamparan laut tiada tepi dan dihiasi dengan batu berbentuk aneh. Orang bisa dengan mudah tersesat jika mereka ceroboh. Ketika tersesat di gunung itu, Qing Lian secara kebetulan menemukan tempat yang tampak seperti gua keabadian(3). Bagian dalam gua ini diukir dengan gambar dan kata-kata berbentuk aneh. Karena mereka tampak mistis, ia menyalinnya sebelum meninggalkan gunung. Tanpa diduga, dari catatan-catatan itu, ia mengetahui Hukum Keabadian.

Setelah Qing Lian mempraktikkan Hukum Keabadian, ia merasa menjadi lebih peka dan cerdas. Dengan berlalunya waktu, Aura keabadian juga muncul di tubuhnya. Setelah itu, dia benar-benar bisa memecahkan barang-barang tanpa menyentuh mereka dan tidak dapat terluka oleh senjata apa pun. Pada titik ini, dia sudah lebih kuat dari seniman bela diri terkuat di dunia.

Dia dengan puas terus berlatih Hukum Keabadian tanpa tahu apa-apa tentang asal-usulnya. Kemudian, ketika dia secara tidak sengaja bertemu dengan orang lain yang juga berlatih Hukum Keabadian, dia akhirnya menyadari bahwa sebenarnya ada banyak orang sepertinya. Mereka memiliki dunia mereka sendiri - yang dikenal sebagai dunia kultivasi. Di dunia itu, orang-orang seperti mereka dikenal sebagai kultivator.

Mo Tiange merenung sejenak. Leluhur memang menyebut "kultivator". Tampaknya Leluhur dan Qing Lian berbicara yang sebenarnya.

Setelah Qing Lian mengetahui tentang dunia kultivasi, ia menghubungi kultivator lainnya dan perlahan-lahan memperoleh pengetahuan tentang kultivasi.

Pada zaman dahulu ketika para Dewa masih ada di dunia manusia, aura spiritual berlimpah dan objek spiritual ada di mana-mana. Kultivator dengan kekuatan ilahi yang besar tak terhitung jumlahnya. Binatang buas spiritual yang begitu kuat juga sangat banyak. Makhluk yang memiliki kekuatan aneh juga ada, termasuk Monster dan Iblis. Kultivator dan makhluk spiritual yang berhasil dalam kultivasi mereka akan menjadi Dewa. Ada juga kultivator jahat dan monster yang berhasil dalam kultivasi dan menjadi iblis.

Namun, tanpa ada yang tahu alasannya, perang besar tiba-tiba pecah. Perang itu terjadi antara Dewa, manusia, dan binatang buas. Banyak korban berjatuhan. Dunia berubah. Gunung-gunung terbelah dan laut mengering. Semuanya hancur.

Pada abad pertengahan setelah perang besar, dunia dibagi menjadi dunia Dewa dan Iblis. Dunia manusia, saat itu, diserahkan kepada manusia dan binatang buas yang belum mencapai Dao.

Di zaman ini, aura spiritual dan keadaan di dunia tidak kalah dengan aura spiritual di masa lalu. Banyak sekolah dan sekte didirikan. Banyak teknik kultivasi dan senjata sihir diciptakan. Saat itu adalah zaman keemasan umat manusia. Setelah hidup dengan damai selama ratusan ribu tahun, iblis mengobarkan perang dan para monster ikut mengambil bagian didalamnya. Pegunungan dipindahkan dan laut dikeringkan. Para manusia hampir sepenuhnya dimusnahkan. Seiring berjalannya waktu, dunia perlahan menjadi dunia tempat mereka hidup sekarang.

Setelah ratusan ribu tahun, para kultivator dengan kekuatan ilahi yang besar menghilang, makhluk dengan spiritual tingkat tinggi lenyap, aura spiritual menjadi tipis, dan banyak objek spiritual punah. Kultivator mulai mengasingkan diri dan tidak lagi hidup bersama manusia.

Di dunia kultivasi saat ini, sekolah dan sekte kultivator didirikan di mana aura spiritual berlimpah, jauh dari dunia. Kultivator hanya berada di antara manusia ketika mereka mencari murid.

Tidak semua manusia bisa melakukan kultivasi. Hanya mereka yang memiliki Spiritual Roots dan bisa menjaga aura spiritual di dalam tubuh mereka yang bisa berkultivasi. Namun, hanya ada satu dari sepuluh ribu manusia yang memiliki Spiritual Roots. Kemungkinan Spiritual Roots muncul sangat tinggi di antara mereka yang leluhurnya adalah kultivator.

Tubuh diklasifikasikan menjadi dua kutub. Di dalam aura spiritual, terdapat setidaknya satu dari lima elemen. Dengan kata lain, ada konstitusi Yin dan Yang dalam tubuh dan lima jenis elemen untuk aura spiritual - logam, kayu, air, api, dan tanah. Konstitusi orang normal biasanya merupakan kombinasi dari Yin dan Yang. Selama kultivasi, Yin dan Yang akan saling menolak. Sedangkan dalam Spiritual Roots, di antara lima elemen, beberapa akan saling memperkuat sementara beberapa akan saling menahan. Jika tubuh memiliki Spiritual Roots dengan elemen yang saling menahan, Spiritual Roots akan dinetralkan. Karena itu, lebih baik jika seseorang memiliki konstitusi tubuh yang lebih murni dan Spiritual Roots yang lebih sedikit.

Di dunia kultivasi, kebanyakan orang memiliki tiga atau empat Spiritual Roots. Kultivasi mereka yang memiliki tiga Spiritual Roots tidak akan berkembang terlalu lambat, tetapi juga tidak mungkin bagi mereka untuk menjadi sangat sukses. Ada pula orang-orang dengan empat atau lima Spiritual Roots, mereka pada dasarnya tidak beruntung. Orang-orang dengan Spiritual Roots ini biasanya terperangkap di alam Aura Refining dan memasuki alam Foundation Building akan sangat sulit bagi mereka. Qing Lian sendiri memiliki empat Spiritual Roots. Namun, ia juga tidak menemui Peluang Takdir (4). Akibatnya, ia tidak bisa berkembang ke alam Foundation Building.

Mereka yang memiliki Spiritual Roots ganda tidak akan terbebani oleh anugrah mereka dan lebih baik daripada mereka yang memiliki tiga Spiritual Roots. Selain itu, ada juga Spiritual Roots bermutasi yang dihasilkan dari mutasi lima elemen. Kultivasi orang-orang dengan Spiritual Roots seperti ini berkembang lebih cepat dibandingkan kultivator dengan Spiritual Roots tunggal.

Tetapi, memiliki Spiritual Roots saja tidak cukup. Dalam kultivasi Hukum Keabadian, wawasan dan sifat individu juga penting. Jika orang itu memiliki Spiritual Roots yang rendah tetapi sangat cerdas, perkembangan kultivasi mereka tidak akan terlalu lambat. Sifat individu ini juga diperlukan untuk memasuki sebuah alam. Jika seseorang memiliki sifat gigih dan tekun, dia pasti tidak akan terjebak oleh pikirannya sendiri. Meskipun demikian, Spiritual Roots merupakan dasar penting untuk seorang kultivator. Jika Spiritual Roots seseorang buruk, tidak peduli seberapa besar wawasan dan sifat seseorang, semua itu tetap tidak akan berguna.

Mo Tiange memikirkan apa yang sebelumnya dikatakan leluhurnya. Karena sang leluhur memiliki konstitusi Yin Murni dan Spiritual Roots ganda, kecepatan kultivasinya sebanding dengan kultivator dengan Spiritual Roots tunggal. Namun, sang leluhur juga mengatakan bahwa Mo Tiange memiliki lima elemen Spiritual Roots. Menurut Qing Lian, jenis itu adalah jenis Spiritual Roots terburuk. Orang-orang dengan konstitusi seperti itu umumnya tidak memiliki peluang yang menjanjikan dalam dunia kultivasi.

Mo Tiange menjadi sedikit kecewa. Meskipun dia tidak benar-benar serius memikirkan masalah itu saat itu, dia masih menyayangkan fakta bahwa Spiritual Roots-nya buruk.

"Tiange, apa yang kau baca?" Tianqiao mendorong pintu hingga terbuka dan masuk.

Mo Tiange menutup bukunya dan bertanya, "Tianqiao, kau lolos?"

Mo Tianqiao menyeringai. "Ya! Aku menghabiskan sepanjang malam menyalin bagian itu agar Guru meloloskanku."

"Lalu buku seperti apa buku yang ingin kau baca? Aku akan membantumu menemukannya."

Mo Tianqiao mengulurkan tangan dan mengambil buku yang sedang dibaca Mo Tiange. Setelah membalik beberapa halaman, dia tidak tertarik pada buku itu dan mengembalikannya kepada Mo Tiange. "Kau harus melanjutkan membaca, aku akan melihat-lihat buku lain."

"Baiklah."

Saat Mo Tianqiao berjalan bolak-balik di antara rak buku, Mo Tiange menatap buku di tangannya. Setelah ragu-ragu sejenak, dia akhirnya memasukkan buku itu ke dalam tasnya.

Buddha Awam : Penganut Buddha yang tidak tinggal di biara

Takdir Keabadian : Takdir/nasib untuk menjadi seorang cultivator untuk mencapai keabadian

Gua Keabadian : Tempat yang ditinggali orang-orang abadi. Biasanya berada di atas langit yang dipenuhi aura spiritual.

Peluang Takdir : Kesempatan, atau takdir. Namun, kesempatan dalam novel ini berarti kesempatan yang berhubungan dengan kehidupan dan perkembangan kultivator.