Walker berjalan ke arah Rhode dan memberikan isyarat pada bartender yang menyodorkan segelas besar bir dingin. Pria tua itu meraih gagang gelas dan segera meneguk minuman tersebut hingga habis. Dia lalu menyekat mulutnya sambil menyeringai ke arah Rhode.
"Sudah ku temukan. Prajurit bayaranmu sudah menunggu di markas kita. Bagaimana kalau kita pulang dan bertemu dengannya? Aku menghabiskan uang sebesar 300 koin emas untuk menyewanya…cukup mahal bukan?"
"Yah, ku harap orang itu benar-benar sesuai dengan kriteriaku," ucap Rhode sembari mengambil uangnya dari Walker. "Kalau tidak, bayaranmu akan dipotong berdasarkan kerugian kita."
"A-apa?! Tunggu dulu," Ekspresi Walker menjadi tegang, "Aku tidak pernah mendengar hal ini sebelumnya!"
Rhode hanya mengangkat bahu seolah-olah itu bukan urusannya. "Kau tidak bertanya, jadi aku juga tidak menjelaskan."
Kemudian dia memasukkan uangnya ke dalam kantong, mengabaikan reaksi Walker.
"Ternyata kau berani menipuku!"
"Aku tidak menipumu, Tuan Walker," jawab Rhode dengan acuh.
"Kalau orang yang kau rekrut memang sesuai dengan kriteriaku, seharusnya kau tidak perlu khawatir. Ataukah…kau memang main-main denganku?"
"Te-tentu saja tidak."
Walker merasa kesal. Dia mengusap janggutnya ketika Rhode menuduhnya tidak melakukan tugasnya dengan benar dan memilih untuk menutup mulutnya. Memang, kalau Walker percaya dengan pilihannya, dia tidak perlu merasa takut! Tetapi ekspresi wajah Walker membuat pria tua itu terlihat bersalah!
Ketika Walker memikirkan hal tersebut, dia mengalihkan pandangannya ke arah Marlene yang melihat percakapan mereka. Karena pria tua itu paham bahwa gadis tersebut tidak akan membantunya, tidak ada gunanya melanjutkan perdebatan ini.
"Pokoknya, aku yakin orang ini sesuai dengan kriteriamu. Jangan remehkan pilihanku. Aku bukan orang bodoh. Kau bisa melihatnya sendiri kalau kau bersedia."
"Oke, bagus kalau begitu. Ayo kita temui Lize dan segera pulang."
Rhode tidak membahas topik itu lagi. Dia menganggukkan kepalanya dan berbalik.
Lize menetap dalam pondok tamu gedung Asosiasi Prajurit Bayaran saat Rhode dan Marlene sedang pergi menjalankan misi. Di sana, Lize mempelajari sihir-sihir baru. Ia sibuk belajar. Ketika rombongan Rhode sampai ke kamar Lize, mereka semua bisa mendengarkan suara gadis tersebut merapalkan sebuah mantra sihir.
Rhode mengangkat tangannya, mencegah Walker mengganggu gadis tersebut. Begitu dia sadar bahwa kamar tersebut menjadi sunyi, Rhode mengetuk pintu dua kali.
"Siapa itu?"
"Ini aku."
"Eh?!! T-tuan Rhode! Tunggu sebentar, aku akan segera membukakan pintu!"
Ketika dia mendengar suara Rhode, suara Lize terdengar lebih keras. Setelah itu, suara benda-benda yang digerakkan terdengar dari balik pintu. Bahkan lantai kayu di bawah kaki mereka bergetar sedikit seakan-akan sedang terjadi gempa.
Kekacauan itu hanya berlangsung 5 menit. Setelah itu, pintu di depan mereka terbuka dan menampakkan wajah Lize yang berseri-seri. Dahi Lize terlihat sedikit berkeringat.
"S-selamat datang kembali, Tuan Rhode dan Marlene."
Lize menggenggam tangan Marlene.
"Syukurkan, kalian akhirnya kembali juga. Aku benar-benar khawatir! Apakah semuanya baik-baik saja? Apakah sesuatu yang buruk terjadi?"
Lize mulai membombardir Rhode dan Marlene dengan berbagai pertanyaan. Ekspresi cemas di wajahnya terlihat jelas. Meskipun demikian, ekspresi Marlene terlihat aneh. Meskipun Lize tampaknya tidak menyadari hal tersebut. Di sisi lain, wajah Lize terlihat sangat senang ketika rasa khawatirnya hilang begitu saja.
Ketika Rhode berangkat dalam misi tersebut bersama Marlene, Lize tidak bisa tidur dengan nyenyak. Itu karena Lize merasa cemas sehingga dia terjaga. Karena itu, ketika melihat bahwa Rhode dan Marlene telah pulang dalam keadaan baik-baik saja, beban besar seperti terangkat dari dada Lize. Meskipun Rhode meyakinkan gadis itu agar dia tidak khawatir, dia tahu kalau musuh mereka berasal dari Negara Cahaya. Jadi bagaimana caranya Lize bisa tenang jika dia tahu seberapa kuat musuh mereka?
"Semuanya berjalan sesuai dengan rencana." Rhode mengangguk dan tersenyum. "….Tapi sekarang bukan waktunya membahas hal tersebut. Aku akan menjelaskan ceritanya saat kita kembali ke markas. Kemasi barang-barangmu sekarang."
"Baik!"
Lize mengangguk dan berjalan kembali ke dalam kamar untuk mengemasi barang-barangnya.
Rasanya aneh. Lize pernah tinggal di pondok tamu ini dalam waktu yang lama. Tapi setelah dia memiliki rumah sendiri, tempat ini tidak terasa menyenangkan seperti sebelumnya. Meskipun tempat ini menyediakan kamar dan jatah makan tiga kali sehari, gadis itu tidak mengerti mengapa dia merindukan rumahnya. Sehingga wajahnya terlihat semakin berseri-seri saat dia akan pulang. Dia mengemas semua barangnya secepat mungkin dan keluar dari gedung Asosiasi Prajurit Bayaran bersama Rhode.
Saat ini, malam sudah cukup larut. Jalanan terlihat sepi. Hanya ada prajurit-prajurit yang berpatroli di daerah itu sambil menunggang kuda.
Dalam perjalanan kembali ke markas, Rhode bertanya mengenai kemajuan proses belajar Lize. Karena dia penasaran seberapa jauh gadis itu bisa mempelajari Buku Suci.
"Aku masih berusaha! Aku pasti bisa mempelajari sihir Arrow of Light. Asalkan kau memberikan aku cukup waktu, Tuan Rhode!"
Lize meyakinkan Rhode saat dia menjelaskan kemajuannya. Mempelajari berbagai sihir tidaklah mudah. Jujur saja, sebenarnya Lize bukan orang yang lemah. Namun, kurangnya variasi sihir dan skill yang dia miliki menyembunyikan gadis itu. Dengan mempelajari lebih banyak sihir, Rhode yakin kemampuannya akan menembus level selanjutnya.
Namun, melihat ekspresinya yang gembira, lebih baik Rhode tidak memberitahukan hal tersebut padanya.
"Bagus kalau kau mau berusaha keras. Tapi kau juga harus memperhatikan kondisi tubuhmu. Tidak baik jika kau terburu-buru mempelajari sihir tersebut. Untuk menjadi perapal sihir yang tangguh, kau harus belajar menjaga ketenanganmu. Pelan-pelan saja. Selangkah demi selangkah," kata Rhode. Pemuda itu lalu menaikkan alisnya dan memandang Lize. "Aku dengar dari paman Hank kalau kau mengurung diri di kamar selama beberapa hari karena sibuk belajar. Walaupun tingkat ketekunan tersebut patut diapresiasi, bukan berarti itu adalah hal yang bagus. Kau harus mengerti posisimu sebagai kelas pendukung di dalam kelompok prajurit bayaran ini tak bisa digantikan."
"…Ya." Kegembiraan Lize padam seketika dan gadis itu menundukkan kepalanya. Marlene segera berlari ke sampingnya untuk menghibur Lize.
"Tuan Rhode benar, Lize. Kau tidak bisa mempelajari sihir dengan tergesa-gesa, khususnya sihir roh. Aku bisa memahami semangatmu. Tapi aku juga percaya jika kau bisa sedikit tenang. Tidak butuh waktu lama bagimu untuk menguasainya. Santai saja. Tuan Rhode sebenarnya memikirkan kesehatanmu."
"Ya, aku mengerti. Sepertinya aku memang terlalu bersemangat. Terima kasih, Marlene," Lize tersenyum.
"Jangan dipikirkan. Tapi…" Marlene membalas senyum Lize dan mengalihkan pandangannya ke arah Rhode.
"Tuan Rhode, apa kau pernah mempelajari sihir sebelumnya?" Gadis itu bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.
"Tentu saja tidak. Namun sebagai seorang Swordsman, aku tidak bisa mempelajari sebuah swordsmanship dengan terburu-buru. Dan kupikir itu sama halnya dengan saat seorang Mage mempelajari sebuah sihir. Pokoknya, berhati-hati. Jangan terlalu memaksakan diri. Hasilnya tidak bakal baik, " Rhode menjawab pertanyaan Marlene dengan datar.
Memang, Rhode tidak pernah 'benar-benar' mempelajari sebuah ilmu pedang sebelumnya. Sebagai pemain, dia bisa mempelajari skill apapun dengan menghabiskan skill point yang mereka dapat. Itulah sebabnya para pemain tidak perlu memaksakan diri mereka semua. Rhode memberi peringatan tersebut pada Lize adalah karena dia ingin agar gadis itu dapat menjaga kesehatannya. Pemuda itu sebenarnya pernah menerima misi tentang insiden serupa.
Pada misi itu, seorang Mage wanita NPC (Non Playable Character: Karakter-karakter yang mendiami dunia dalam game dan tidak bisa dimainkan oleh pemain) merasa putus asa karena ingin semakin kuat. Dia mengambil resiko mempelajari skill pemanggilan level tinggi. Tetapi hasilnya berbeda dengan yang diharapkan. Wanita itu justru memanggil monster tentakel yang tidak bisa dikendalikan. Apa yang terjadi selanjutnya…Yah, silakan bayangkan sendiri.
Jika hal seperti itu terjadi pada orang asing, Rhode tidak keberatan untuk melihat pertarungan yang'menyegarkan' itu. Tetapi jika hal itu terjadi pada orang yang dikenalnya, maka urusannya berbeda.
Mereka mengobrol hingga mencapai pintu masuk markas. Di bawah cahaya bulan, mereka bisa melihat seseorang berdiri di dekat pintu seakan-akan sedang menikmati angin malam. Melihat rombongan Rhode mendekat, orang asing itu melambai ke arah mereka.
"Ah, pak tua, akhirnya kau kembali juga!"
"Pffttt!"
Marlene dan Lize mencoba menahan tawa mereka, tapi gagal.
Muka Walker menjadi pucat. Dia menatap orang itu dengan ekspresi marah dan berseru. "Berapa kali aku harus memberitahumu, Bocah! Jangan panggil aku pak tua!"
"Kau boleh memanggil Anne dengan sebutan 'bocah', jadi kenapa Anne tidak boleh memanggilmu pak tua?"
Rombongan Rhode akhirnya melihat orang asing tersebut yang sedang memegang pinggulnya.
Di dekat pintu, ada seorang gadis energik yang memiliki wajah menawan dan rambut keriting berwarna keemasan. Matanya berwarna hijau terang. Kakinya yang panjang dan ramping sedikit condong ke samping. Dalam dunia Rhode, gadis ini bisa menjadi seorang selebriti atau idola.
Satu-satunya hal yang tidak sesuai dengan penampilannya adalah perisai emas yang tingginya paling tidak sekitar satu meter. Sekilas, Rhode tahu bahwa perisai itu adalah perlengkapan standar bagi Shield Warrior, Charge Shield. Perisai ini agak unik karena bagian utamanya dibagi menjadi dua bagian yang berbeda.
Dalam berbagai situasi, Shield Warrior akan bertarung dengan dua bagian yang terpasang menjadi satu. Mereka akan menyelipkan tangan pada bagian belakang perisai tersebut agar mereka bisa mempertahankan perisai itu di tempat. Namun, jika berhadapan dengan situasi tertentu, para Shield Warrior dapat mengaktifkan pelatuk dekat ikat pemegang untuk memisahkan perisai mereka menjadi dua bagian. Itu akan melebarkan bagian bawah perisai supaya menjadi lebih panjang. Selain itu, sebuah tiang emas akan muncul dari bagian bawah perisai untuk ditancapkan di tanah. Tujuannya adalah agar Shield Warrior bisa mempertahankan perisai tersebut di tempat.
Shield Charge memiliki struktur yang tidak terlalu kuat, sehingga Shield Warrior harus menggabungkan perisai biasa lainnya untuk meningkatkan pertahanan perisai ini. Kalau tidak, begitu bagian dalamnya rusak, perisai tidak akan bisa digunakan lagi sebelum diperbaiki.
Di sisi lain, Rhode juga tahu bahwa Charge Shield adalah peralatan paling berat kelima yang ada di seluruh Dragon Soul Continent. Kebanyakan orang tidak akan bisa membawa benda tersebut karena beratnya hampir sama dengan berat pedang besar. Bahkan di antara para pemain, jika mereka tidak memilih ras Kurcaci atau Barbarian,mustahil bagi mereka untuk mengangkat Charge Shield.
Ketika Rhode melihat gadis itu mengayunkan perisainya dengan satu tangan, pemuda itu bertanya-tanya apakah perisai itu palsu.
"Walker? Inikah orang yang kau maksud?"
Muka Rhode masih terlihat datar tetapi pertanyaan tersebut menunjukkan keingintahuannya terhadap masalah ini.
"Siapa lagi, Nak?"
Walker segera berhenti berdebat dengan gadis itu dan berdiri di sampingnya, menghadap ke arah Rhode.
"Jangan nilai seseorang dari penampilannya. Biar kuberitahu, gadis ini benar-benar kuat. Kalau bukan karena uang yang kau berikan dalam jumlah banyak, eh…aku tidak akan bisa merekrutnya."
"…Oh? Kalau begitu aku ingin melihat seberapa kuatnya dia…Dan, kenapa kau tidak bisa menemukan seorang pria?"
"Hehehe." Pria tua itu menyeringai dan berjalan ke arah Rhode, berbisik di telinganya.
"Sederhana saja. Kau pikir gampang mencari seorang Shield Warrior? Kalau kau bisa menemukannya dengan gampang, maka seharusnya kau tidak membutuhkan bantuanku kan? Dan berhubung dia adalah seorang gadis…heheh…dan kau adalah seorang pemuda…bagaimana menurutmu?" Senyum Walker semakin melebar. Lalu dia menggelengkan kepalanya sedikit dan berkata, "Kau tak perlu berterima kasih padaku. Karena kita berdua sama-sama lelaki. Aku bisa mengerti. Lihat penampilannya. Uangmu tidak dihabiskan dengan sia-sia, kan?"
"…"
Rhode melangkah maju dan mengabaikan perkataan Walker. Sebelum Rhode membuka mulutnya, gadis itu sudah melompat ke arahnya.
Ketika gadis tersebut berdiri tepat di depannya, tinggi badannya jelas sekarang. Rhode memiliki tinggi sekitar 180 cm. Dia sangat tinggi. Di sisi lain, tinggi Marlene dan Lize hanya mencapai setengah kepalanya, tapi gadis ini tingginya hampir sama dengan Rhode!
Gadis itu mengulurkan tangan untuk berjabat dengan Rhode dan berkata, "Apakah kau pemimpin dari kelompok prajurit bayaran ini? Kau lebih muda dari bayanganku! Senang bertemu denganmu, Kakak perempuan!"
Suasanya tiba-tiba menjadi tegang.