[Tes Berhasil Diselesaikan. Mendapatkan Simbol Suci Sang Pelindung – Mendapatkan kembali Kejayaan yang hilang, menciptakan kembali Kejayaan di masa lalu]
Pemberitahuan sistem tersebut mudah dimengerti. Tapi Rhode tidak mengerti mengapa pemberitahuan tersebut muncul sekarang.
Rhode, pasti tahu apa Kejayaannya. Terlebih lagi mengingat bahwa Kejayaan tersebut berhasil, ia dapatkan melalui usaha kerasnya. Serangkaian cobaan yang harus dia lalui untuk mendapatkan gelar Spirit Swordsman terkuat bukanlah hal yang mudah. Dia harus ikut serta dalam turnamen PVP (Player Vs. Player, fitur dalam game online dimana sesama pemain dapat bertarung) yang diikuti oleh puluhan ribu pemain yang saling duel. Semua orang tahu kelanjutan cerita tersebut. Rhode memenangkan turnamen itu. Dia resmi mendapat gelar sebagai Spirit Swordsman terkuat di seluruh Dragon Soul Continent.
Dan saat ini, tampaknya misi yang baru saja dia selesaikan membawanya kembali Kejayaannya di masa lalu.
Tapi aneh; Rhode tahu kalau dia tidak lagi berada dalam dunia game. Tidak ada pemain lain, tidak ada perusahaan pengembang game, dan tentu saja tidak ada turnamen PVP global. Ibaratnya seperti datang pada zaman Dinasti Tang dan mendapatkan misi untuk memenangkan turnamen balapan F1.
Rhode sudah pernah melihat Simbol Suci Sang Pelindung sebelumnya. Dalam game, banyak kelas lain yang memiliki sesuatu seperti Simbol Suci miliknya. Misalnya, para Mage memiliki lingkaran sihir. Swordsman memiliki Simbol Keberanian. Para Ksatria punya Kode Kepahlawanan mereka. Cleric yang memiliki Hati Suci. Bahkan Thief dan Ranger memiliki Tato Sihir. Sebenarnya, Spirit Swordsman juga memiliki Tato Sihir mereka sendiri. Tapi itu tidak sebanding dengan Simbol Suci Sang Pelindung. Lebih mirip seperti Kontrak Jiwa dibandingkan dengan yang lainnya.
Dua garis berwarna perak dan hitam saling bertemu. Keduanya membentuk pola yang rumit dan indah pada tangan Rhode. Pola itu terhubung dengan lingkaran sihir pemanggilan di telapak tangannya. Pola itu menghilang dan tersembunyi di balik kulit ketika Rhode memerintahkannya.
[Simbol Suci Sang Pelindung (Mendapatkan kembali Heart of Honor)
Heart of Honor: Semua penggunaan Kekuatan Jiwa untuk memanggil roh berkurang sepertiga; durasi pemanggilan roh meningkat sepertiga (Kejayaanku adalah hidupku)]
Selesai sudah!
Rhode akhirnya merasa sangat lega. Dia terduduk di tanah dan mengembalikan pedang suci ke dalam bentuk kartu. Saat ini, Rhode benar-benar kelelahan. Mukanya terlihat sangat pucat karena kehilangan terlalu banyak darah. Luka di tangannya membentuk koreng. Pedang Blood Tears memang senjata yang luar biasa. Selama pedang itu 'meminum' cukup darah, kekuatannya bisa meningkat drastis.
…Meskipun mungkin lebih baik jika pedang itu tidak meminum darahnya sendiri.
"Tuan Rhode!"
Setelah tes itu selesai, penghalang yang memisahkan Rhode dan Marlene menghilang. Selama pertempuran itu berlangsung, dia hanya bisa menyaksikan Rhode bertarung melawan musuh-musuhnya dengan perasaan khawatir. Jadi setelah penghalang itu menghilang, gadis itu segera berlari ke arah Rhode.
"Kau baik-baik saja?!" Marlene berseru ketika dia melihat telapak tangan Rhode yang dipenuhi oleh darah.
Rhode berusaha menyingkirkan kekhawatiran Marlene dengan berkata, "Itu hanya luka kecil."
Pemuda itu mencoba berdiri. Tapi setelah kehilangan terlalu banyak darah, dia tidak bisa menjaga keseimbangannya. Dia pun terjatuh kembali ke tanah. Untungnya, Marlene memegang lengannya tepat waktu dan memapahnya dari samping.
Melihat keadaan Rhode yang terlihat sangat lemah, gadis itu mengerutkan alis dan berkata dengan lembut, "Lebih baik kau istirahat dulu, Tuan Rhode. Saat ini tidak ada musuh di sekitar kita. Setelah kau pulih, barulah kita bisa melanjutkan perjalanan kita."
Mendengar saran Marlene, Rhode terdiam. Setelah kehilangan terlalu banyak darah dan menggunakan Kekuatan Jiwanya berlebihan, tubuhnya terasa sangat lemas. Tidak baik jika dia memaksakan diri untuk berjalan. Jadi, dengan bantuan Marlene, Rhode menyandarkan diri di pilar terdekat untuk memulihkan tenaganya.
Ketika Rhode beristirahat, Marlene tidak diam saja. Gadis itu mengeluarkan beberapa permata Kristal dan meletakkannya di samping Rhode. Lalu ia merapalkan mantra sihir dengan pelan. Tidak lama kemudian, sebuah prisma segi enam transparan muncul dan melindungi mereka berdua.
"Ini adalah sihir pelindung tingkat menengah," Marlene menjelaskannya dengan kepala sedikit tertunduk. Ia menyadari tatapan Rhode. "Sihir ini bisa memulihkan luka dan kekuatan hingga batas tertentu. Kupikir, kau harus beristirahat setelah melalui pertarungan yang berat seperti tadi. Ini adalah pusaka keluarga Senia. Sihir ini tidak mudah dihancurkan oleh orang lain…"
Suara Marlene sedikit bergetar ketika dia berbicara. Dalam dua hari perjalanan mereka ke Batu Ratapan, Rhode tidak pernah menurunkan kewaspadaannya. Setiap kali ada gerakan, dia akan langsung bereaksi. Tidak peduli sekecil apapun geraka itu. Pemuda itu juga menyuruh Marlene untuk mengecek pergerakan orang-orang berjubah hitam yang mengikuti mereka. Inilah yang membuat gadis itu sangat kelelahan karena dia harus tidur di tanah yang keras dan dingin. Batu-batu kasar dan aroma semak-semak membuatnya merindukan tempat tidurnya yang empuk di Kota Golden. Rasanya Marlene ingin berbaring saja dan tidak melakukan apa-apa. Tetapi, dia paham bahwa apa yang dia alami sama sekali tidak sebanding dengan yang dilalui oleh Rhode.
Segala sesuatu kelihatannya berjalan sesuai dengan rencana Rhode. Kalau ada masalah, pemuda itu akan segera menyelesaikannya. Tapi setelah menghabiskan waktu bersama Rhode, Marlene tahu seberapa keras usahanya untuk menjamin keberhasilan rencananya.
Bisa dibilang bahwa situasi Marlene mirip dengan pemuda itu. Dari kecil, dia telah menerima banyak julukan bergengsi seperti, 'Putri Kebanggaan Keluarga Senia', 'Si Jenius dari Akademi Sihir', dan 'Peri Sihir'. Dari sudut pandang orang lain, Marlene adalah seorang jenius yang dapat menghapal segala jenis sihir dengan sangat mudah. Selain itu, pemahaman Marlene mengenai Kekuatan Jiwa lebih mendalam dibandingkan orang lain. Tapi mereka semua tidak melihat seberapa banyak perjuangan yang dilakukan gadis itu di balik 'kejeniusannya'. Saat anak-anak lain sedang bermain di luar, Marlene lebih memilih duduk di sebuah ruangan dengan berbagai tumpukan buku kuno di sekelilingnya. Ketika gadis-gadis lainnya menghadiri berbagai pesta, dia sendirian di sebuah ruang bawah tanah yang dingin, melatih sihirnya berkali-kali.
Bahkan, saat anak-anak lainnya tertidur, Marlene sibuk melatih dan mempraktikkan etiket-etiket sosialnya di depan cermin. Contoh terakhir adalah keadaannya saat ini. Pada saat ini, mungkin bangsawan-bangsawan dari kampung halamannya sedang berlatih menunggangi kuda. Sedangkan dia sendiri harus menghadapi berbagai situasi berbahaya di hutan ini bersama Rhode.
Banyak orang yang merasa iri padanya. Tentu saja, Marlene mengabaikan mereka. Dia merasa bangga terhadap bakat dan kemampuannya karena dia bersedia untuk bekerja keras demi mendapatkannya.
Di sisi lain, gadis itu tidak akan tinggal diam jika seseorang berani memandang rendah dirinya. Menurut Marlene, jika kerja kerasnya diabaikan oleh mereka yang selalu bermain dan mengeluh setiap hari, itu adalah penghinaan.
Inilah alasan sebenarnya mengapa Marlene bisa memahami Rhode. Bahkan ketika pemuda itu menegurnya, dia akan tetap menerima pendapatnya dan menutup mulut. Karena gadis tersebut tahu bahwa pemuda di hadapannya ini jauh lebih pintar, lebih berbakat dan bekerja lebih keras daripada dirinya. Karena Marlene sendiri tidak rela jika hasil kerja kerasnya diinjak-injak oleh orang lain. Dia tentu saja juga tidak akan mengabaikan kerja keras orang lain.
Rhode tidak tahu apa yang sedang melintas di benak Marlene saat ini. Dia juga tidak ingin mengetahuinya. Ketika dirinya masih muda dan polos dulu, dia mencoba membayangkan pikiran mantan pacarnya. Ketika dia diputuskan oleh pacarnya, Rhode merasa bingung. Dia mengira dia memahmi pikiran pacarnya. Kemudian imajinasinya menjadi liar. Apakah gadis itu sudah tidak tertarik padanya? Apakah dia menemukan lelaki lain yang lebih menarik? Apakah hubungan mereka tidak cocok?
Beberapa saat kemudian barulah dia mengerti alasannya sebenarnya. Jadi, alasan mengapa gadis itu memutuskannya adalah karena Rhode terlalu menonjol dan menarik banyak perhatian perempuan karena penampilan dirinya. Itulah yangmembuat pacarnya merasa tertekan. Dan bagi perempuan-perempuan di zaman ini, memiliki pacar yang lebih 'cantik' daripada mereka bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan.
Sejak saat itu, Rhode tidak lagi menghiraukan hal-hal semacam ini. Karena Marlene telah menjamin keselamatan mereka, Rhode tidak mengatakan apa-apa dan menutup matanya untuk beristirahat. Selain itu, berdasarkan pengetahuannya, sihir pelindung itu memang cukup kuat.
Walaupun pilar tempatnya bersandar terasa dingin dan keras, Rhode tidak keberatan sama sekali.
"Tuan Rhode," sebuah bisikan lembut terdengar di telinga pemuda tersebut.
Rhode membuka matanya dan menoleh ke arah Marlene. Dia melihat gadis itu meletakkan jubahnya di tanah. Kemudian dia menyadari bahwa Marlene menatapnya dengan ekspresi ragu.
Tubuh gadis itu membeku sesaat ketika dia merasakan tatapan Rhode.
A-aku hanya ingin m-membalas kebaikannya.
Dia terluka gara-gara kecerobohanku dan sebagai anggota keluarga Senia, aku harus menebus kesalahanku. Aku harus bangga dengannya.
Mmm, ya, ya! Benar. Hanya itu!
"….Kalau kau tidak keberatan…kau bisa berbaring di sini…"
Marlene menepuk pahanya dengan lembut. Wajahnya terlihat sangat merah.
"K-kupikir kau bisa beristirahat dengan lebih baik di sini. Pasti lebih nyaman daripada pilar dingin itu. D-dan…tanganmu terluka. Walaupun aku tidak bisa membantumu dalam pertempuran tadi, setidaknya aku dapat membantu merawat luka tersebut. Sihir penyembuhanku memang tidak sebagus sihir Lize. Tetapi, sebagai seorang Mage, aku tahu beberapa sihir dasar untuk penyembuhan…"
"Bolehkah?" Rhode mengangguk dan membalas perkataan Marlene.
Ketika Marlene melihat pemuda itu mengangguk, dia segera menatap balik dan wajahnya terlihat tegas seakan-akan gadis itu bersedia melakukan apa saja.
"T-tentu saja! Tidak masalah! Tindakan sekecil ini bukan apa-apa bagiku!"
"Baiklah kalau begitu. Kuterima tawaranmu."
Rhode tidak menunggu balasan Marlene. Dia segera membaringkan kepalanya di paha Marlene dan menutup mata. Karena gerakan tiba-tiba dari tubuh Rhode, badan Marlene terasa tegang selama beberapa saat. Ketika gadis itu sudah pulih dari keadaan tersebut, Rhode sudah tertidur dengan lelap.
"…Dasar lelaki kasar!" Marlene memelototi pemuda yang tidur nyenyak di pangkuannya. Gadis itu marah.
Setelah beberapa saat, gadis itu menggelengkan kepala dan menghela napas. Kemudian dia mengangkat tangan kiri Rhode dengan hati-hati dan meletakkannya pada tangannya.
Dengan tangannya yang lain, Marlene merapalkan sihir yang menerangi area sekitar. Ketika dia menatap luka tersebut di bawah penerangan sihirnya, gadis itu terkesiap. Selain ibu jari, semua jari Rhode patah. Darahnya mengalir ke lengannya dan menetes ke bawah.
"Lukanya ternyata cukup parah…"
Marlene tahu kalau luka Rhode memang parah. Tapi setelah mengamatinya dengan baik, gadis itu hanya bisa gemetar. Marlene mengambil sapu tangannya secara perlahan dan menyeka darah Rhode dengan lembut.
Sebagai seorang Mage, Marlene telah mempelajari beberapa sihir penyembuhan dasar. Tetapi dia belum pernah menggunakan sihir-sihir tersebut karena jarang terluka. Dan bahkan saat ada kenalannya yang terluka, kebanyakan dari mereka hanya terluka ringan. Setidaknya itulah yang terjadi hampir sepanjang waktu.
Namun saat ini, ketika Marlene menyadari bahwa dia terlalu kikuk untuk membalut luka dengan benar, dia hanya bisa menegur dirinya sendiri. Kalau saja dia mempelajari cara membalut luka dari Lize…
Ketika dia menatap jari Rhode sekarang, jari tersebut terlihat seperti wortel.
Ahh…kalau saja Lize ada di sini…
Tubuh Marlene tiba-tiba menegang.
Gadis itu tidak tahu mengapa, jauh di dalam lubuh hatinya, dirinya merasa sedikit jengkel ketika mengingat sosok Lize. Kenapa dia begini? Lize adalah teman baiknya. Dia adalah seorang Cleric. Kalau Lize ikut bersama mereka, dia pasti bisa merawat luka Rhode dengan baik. Marlene tidak tahu kenapa, tapi ketika dia membayangkan Lize menyembuhkan luka Rhode, dia merasa tidak senang.
Apa karena aku terlalu lelah beberapa hari terakhir ini?
Marlene mengerutkan kening dan merenungkan pertanyaan itu. Akhirnya, dia tidak bisa menemukan jawabannya. Jadi, gadis itu mengabaikan masalah ini dan kembali merawat luka Rhode.
Di reruntuhan yang sunyi tersebut, hanya terlihat cahaya sihir yang bergerak bolak-balik .…