Chereads / Memanggil Pedang Suci / Chapter 70 - Dilema

Chapter 70 - Dilema

Mereka berdua terdiam.

Rhode berdiri di depan Marlene. Ia mengangkat pedangnya sambil mengerang dalam hati. Dia takut kalau harus berhadapan dengan musuh tingkat lanjut. Orang-orang yang telah mencapai tingkat lanjut itu berarti bahwa level mereka berada di atas rata-rata manusia biasa. Kekuatan mereka tentunya juga di atas rata-rata manusia biasa. Walaupun kelas Spy tidak memiliki kekuatan yang terlalu tinggi, mereka tetaplah musuh yang tangguh. Terlebih lagi, kecepatan seorang Spy sangatlah tinggi. Kebanyakan orang tidak akan bereaksi dengan gerakan mereka. Selain itu, kali ini musuh Rhode adalah manusia. Seandainya saja dia berhadapan dengan makhluk alkemi yang tidak terlalu pintar.

Tapi sekarang, tidak ada gunanya menyesal.

"Marlene, jangan berhenti mengawasi dia. Jangan beri dia kesempatan lagi untuk menyerang, mengerti?"

"Akan kucoba."

Mendengar perintah Rhode, Marlene yang biasanya terlihat sangat percaya diri, juga bersikap waspada. Sebelumnya dia tidak pernah melihat gerakan manusia secepat itu. Terlebih lagi, musuhnya bisa menembus pelindung sihirnya. Hal itu membuat Marlene waspada. Dia mundur selangkah dan menenangkan diri sebelum mengangkat tongkat sihir yang ada di tangannya.

Saat itu, pria berjubah hitam yang ada di depannya juga bergerak.

Cepat sekali!

Dalam sekejap mata, Rhode bisa melihat belati pria itu melesat ke depan dengan sangat cepat. Ia terkejut dan memutar pedangnya untuk menghadang belati itu.

Tapi kemudian, dia merasakan gelombang kekuatan yang besar dari pedangnya dan tubuhnya pun terlempar beberapa meter ke belakang. Ia akhirnya terjatuh dengan keras di atas tanah. Meskipun serangan itu mengenainya, Rhode menggertakkan gigi dan memaksa tubuhnya untuk segera berdiri. Dia menghunus pedang di tangannya dan sekali lagi menghadang belati pria berjubah hitam tersebut.

Bum!!

Tubuh Rhode kehilangan keseimbangan. Lututnya tertekuk sehingga dia jatuh sedangkan senjata sihir di tangannya mengeluarkan suara parau seperti busur.

Musuhnya ini seorang Barbarian atau seorang Spy?!

Salah satu tangan Rhode memegang gagang pedang sementara tangan lainnya memegang tubuh pedang. Dia mengerang dalam hati.

Orang ini benar-benar sulit diatasi. Kecepatan dan kekuatannya melebihi statusku sendiri. Kalau bukan karena pengalamanku yang cukup banyak melawan Spy-Spy lainnya, pastinya aku sudah tewas sekarang.

"Eh?"

Memperhatikan perlawanan Rhode yang terlihat menyedihkan, Spy itu merasa kebingungan.

Bukannya dia meremehkan pemuda itu. Saat dia menyadari kedua rekannya dibunuh diam-diam, pria itu paham bahwa musuhnya adalah seorang pemberani. Musuhnya juga memiliki banyak pengalaman bertarung. Selain itu, ternyata Rhode bisa merasakan keberadaannya dan menghindari serangannya. Kesimpulannya adalah pemuda ini bukanlah lawan yang mudah ditaklukkan. Itulah sebabnya dia heran mengapa serangan pertamanya gagal dan memutuskan bertarung sekuat tenaga. Takdir yang akan menentukan nasibnya nanti.

Pria itu tidak mengira bahwa kemampuan pemuda itu melampaui dugaannya ketika dia kembali menyerangnya.

Ternyata pemuda ini tidak bisa menghadang serangannya?

Melihat Rhode mati-matian menahan serangannya, Spy itu benar-benar merasa bingung. Tentu saja, dia paham bahwa orang yang tidak mampu menghadang serangannya secara langsung berarti belum mencapai tingkat lanjut. Tapi bagaimana caranya seorang Swordsman yang belum mencapai tingkat lanjut bisa membunuh kedua rekannya dengan mudah? Benar-benar aneh.

Biasanya, kemampuan dan pengalaman bertarung seseorang berbanding lurus. Jika seseorang memiliki pengalaman bertarung yang banyak, pastinya kemampuan bertarungnya juga tinggi. Tapi meskipun pemuda ini memiliki pengalaman bertarung yang banyak, kemampuannya masih tergolong lemah. Kenapa? Tentu saja pria berjubah hitam itu tidak mengerti bahwa Rhode telah mendapatkan pengalaman bertarungnya dari dunia lain. Sebagai seorang Spy, bersikap waspada sudah menjadi kebiasaannya. Karena merasa ada hal yang aneh dan musuhnya bertindak dengan sangat yakin dan tegas, bisa saja musuhnya hanya berpura-pura. Itu sebabnya Rhode merasa harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam perangkap. Kalau tidak, ia akan kerepotan nantinya.

Pria berjubah hitam tersebut menurunkan kekuatannya.

Menyadari hal tersebut, Rhode segera bereaksi. Meskipun dia tidak tahu kenapa Spy di hadapannya melakukan hal itu, dia tidak akan membiarkan kesempatan ini lewat begitu saja!

Rhode mengulurkan tangan kiri dan mengarahkannya pada pedang di tangannya.

Kobaran api merah muncul dari tangan Rhode dan melesat ke arah Spy tersebut. Diikuti oleh suara raungan, seekor anjing hitam muncul dari api tersebut sambil membuka mulutnya dan bergegas maju.

"Apa-apaan itu!!"

Melihat semburan api yang menuju ke arahnya, pria berjubah hitam itu tertegun. Dia segera mundur menghindari serangan tersebut. Tapi Pembunuh Api tidak mau menunggu pria itu tersadar dari kekagetannya. Anjing itu tiba-tiba muncul di dekat pria tersebut dan membuka mulutnya. Taringnya yang putih dan tajam membuat pria itu terpaku. Namun sebagai Spy yang sudah mencapai tingkat lanjut, kemunculan anjing tersebut tidak terlalu menakutkan baginya. Dia hanya mendengus cuek sambil menatap anjing hitam itu. Pria itu melambaikan tangan. Dua cahaya terang melintas dan memotong tubuh Pembunuh Api.

Spy tersebut menggeser tangannya. Ia bermaksud menghindari mayat Pembunuh Api yang terlempar ke arahnya. Pilihannya memang tepat, namun dia lupa memperhitungkan satu hal…

Bum!!

Sebuah ledakan dahsyat muncul dari bawahnya. Api merah memunculkan asap dan menyebar ke mana-mana. Bahkan istana itu mulai bergetar. Pria berjubah hitam itu mundur dengan keadaan yang menyedihkan. Dia tidak terlihat setenang sebelumnya. Bahkan, matanya terlihat agak panik.

Sudah kuduga! Pemuda ini memang aneh!

Pria berjubah hitam itu membuang belati yang meleleh di tangan kirinya dan menggertakkan gigi. Dia tidak pernah melihat cara pemanggilan roh yang aneh seperti itu. Tapi pemuda itu bisa memanggil rohnya tanpa mantra atau persiapan apapun. Selain itu, rohnya ternyata sangat kuat seperti ini?

Apakah ini adalah kekuatan dari s peralatan magis ataukah ini memang kemampuannya yang asli?

Ketika pria itu sedang berspekulasi, sebuah cahaya tajam menembus asap dan melesat ke arahnya.

Itu adalah sebuah pedang putih terang!

"Sial!"

Spy berjubah hitam itu telah melalui berbagai macam pertarungan yang tak terhitung jumlahnya. Dan saat ini, dia paham bahwa dirinya terjebak dalam situasi yang buruk ketika musuh menyerangnya bertubi-tubi. Selain itu, cara bertarung Rhode yang aneh juga membuat segalanya semakin rumit. Dia mengacungkan belati di tangannya. Dia lalu melemparkan benda tersebut untuk menghadang pedang putih yang sedang melesat ke arahnya. Kemudian ia segera mundur. Saat ini, pria tersebut memfokuskan perhatiannya untuk bertahan dan menghindari serangan-serangan Rhode sementara waktu. Masih ada waktu. Lagipula, tidak mungkin mereka akan berlama-lama tinggal di sini!

Tapi pada saat ini, peristiwa tidak terduga terjadi lagi.

Ketika pria itu melemparkan pisaunya untuk menghadang pedang putih yang melesat ke arahnya, pedang itu mendadak berubah menjadi burung hijau yang transparan. Burung itu melayang di udara, lalu berputar dan melesat ke arahnya.

Apa-apaan itu!!!

Walaupun pria itu sudah pernah melewati berbagai macam pertarungan, saat ini dia hanya bisa tertegun melihat apa yang ada di depannya. Karena baginya semua terlihat tidak wajar. Roh yang bisa meledak, kemudian burung yang dapat berubah menjadi sebuah pedang? Ataukah sebenarnya pedang itu yang berubah menjadi burung?

Ya Tuhan, apakah situasinya bisa lebih aneh dari yang sekarang?

Walaupun dari dalam ia merasa depresi, pria itu tidak menunjukkannya. Karena pada saat ini, dia dapat melihat dengan jelas sosok Rhode yang menembus asap dan bergegas ke arahnya dengan pedang yang terhunus.

"Hmph!"

Saat ini, keraguan pria itu telah lenyap. Tangan kirinya menarik sebuah belati dari pinggangnya dan melempar pisau tersebut ke arah Burung Roh. Sementara itu, tangan kanannya memegang belati lain di depan dadanya. Setelah pertarungan mereka berjalan beberapa saat, dia mempelajari sesuatu. Jika burung tersebut bisa meledak juga seperti anjing hitam tadi, itu artinya dia memang sedang sial hari ini.

Sesuai dugaan.

Rhode senang melihat reaksi Spy tersebut. Ketika pria itu kabur, Rhode merasa agak kebingungan karena musuhnya tidak memanfaatkan kesempatan untuk membunuhnya. Tadinya Rhode berpikir bahwa Spy tersebut suka bermain-main dengan targetnya. Tapi sekarang, akhirnya dia paham bahwa sebenarnya Spy itu merasa takut terhadap Rhode.

Atau lebih tepatnya, pria itu takut terhadap cara bertarungnya.

Dengan pemikiran seperti itu, Rhode segera membuat keputusan. Bagaimanapun juga, kesempatan seperti ini hanya ada sekali. Karena musuhnya tidak memahami gaya bertarungnya, musuhnya pasti sedang menerka-nerka hal tersebut. Di dunia yang sedang ia tempati ini, tidak ada kelas Spirit Swordsman. Sehingga pria itu tidak memiliki pengalaman bertarung dengan seorang Spirit Swordsman. Dan hal itulah yang membuatnya ragu. Di sisi lain, ini kesempatan yang bagus bagi Rhode. Kalau saja musuhnya memahami gaya bertarung Rhode, maka kematian Rhode hanyalah masalah waktu.

Meskipun demikian, Rhode tidak bodoh. Karena Spy tersebut sedang bersiaga terhadap diri Rhode, dia tidak akan menyerangnya secara langsung. Rhode berhenti bergerak dan melemparkan pedang merah ke depan.

Sebuah cahaya menembus kegelapan dan bergerak maju.

Apa yang dilakukan oleh pemuda ini!?

Melihat pedang Rhode yang tertuju ke arahnya, Spy tersebut melemparkan belati yang ada di tangannya.

Kondensasi energi pedang dan serangan terpisah! Jelas sekali bahwa pemuda ini hanyalah Swordsman tingkat lanjut! Aku tertipu! Lihat dia, aku hampir saja jatuh dalam perangkapnya!

Pria berjubah hitam itu berkeringat karena memikirkan hal itu.

Apakah pemuda ini memang memiliki hobi untuk bermain-main dengan mangsanya?

Ternyata perkiraannya sama dengan Rhode, yang tadi juga berpikir bahwa pria itu senang bermain-main dengan mangsanya.

Benar-benar kesalahpahaman yang menarik.

Menghadapi kondensasi pedang tersebut, Spy itu berusaha menghadangnya dengan tangan kosong. Dia mencoba melompat mundur demi menghindari serangan tersebut. Tetapi suara yang dia dengar selanjutnya membuat perasaannya menjadi kacau.

Wuuushhh!!!

Tepat pada saat itu, Marlene mengunci targetnya. Gadis itu mengangkat tongkat sihirnya dan mengarahkan benda tersebut ke depan!

Pedang angin yang tak terlihat muncul dari udara dan melesat ke arah Spy tersebut.

"Hum!!"

Suara geraman keras terdengar.

Meskipun kemampuan Spy berjubah hitam itu tidak buruk, tetapi kecepatannya sebagai manusia terbatas. Dia berusaha sebisa mungkin menghindari serangan Rhode. Tetapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain melawan sihir Marlene. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan hanyalah berguling-guling di tanah. Pria itu susah payah menghindar dari serangan tersebut. Meskipun demikian, masih ada beberapa pedang angin yang mengenainya.

Ketika dia berdiri, tubuhnya penuh dengan luka. Bahkan kerudung hitam yang menutupi wajahnya juga jatuh ke tanah.

"Eh?"

Setelah melihat wajah Spy itu baik-baik, Marlene terbelalak.

Karena Spy itu ternyata adalah seorang gadis.

Saat ini, wajahnya yang putih bersih menunjukkan ekspresi marah. Mata birunya menunjukkan amarah yang membara seakan-akan dia tidak terima wajah aslinya terlihat. Gadis itu tidak berpikir untuk mundur. Dia menjerit marah dan dia pun bergegas menuju Marlene dengan memegang belati!

"Marlene, serang dia!"

Meskipun dia mendengar perintah Rhode, sihirnya sudah terkumpul di ujung tongkat sihirnya. Marlene tetap tidak bisa mengangkat tongkat sihirnya saat menyadari bahwa lawannya adalah seorang gadis. Rasanya tongkat sihirnya seperti sedang menahan beban ribuan kilogram sehingga gadis itu tidak bisa mengangkatnya.

Dia hanyalah gadis yang seumuran denganku! Haruskah membunuh gadis ini?

Pikiran itu melesat dalam benak Marlene dan membuatnya kehilangan konsentrasi. Saat itu, Marlene juga kehilangan kesempatan terbaiknya.

"Mati kau!!"

Seperti macan tutul, Spy berjubah hitam itu muncul di depan Marlene. Spy itu berteriak keras sambil mengangkat belatinya.

"Sialan!"

Melihat kejadian di depannya, Rhode menggertakkan gigi. Dia tidak berlari ke arah mereka. Sebaliknya, dia mundur selangkah.

Kemudian, kegelapan menelan bayangannya.

"Ah…"

Teriakan gadis itu dan angin dingin yang tersapu oleh belatinya menyadarkan Marlene. Meskipun Marlene mencoba memfokuskan perhatiannya pada musuh yang ada di depan, dia melihat bahwa kematiannya sudah dekat.

Dan akan mencabut nyawanya.

"---!!!!"

Pada saat ini, mental Marlene turun. Dia menutup matanya sambil menggenggam erat ongkat sihir. Pikirannya kosong.

Apakah aku akan mati?

Hanya pikiran itu yang melintas dalam benak Marlene saat ini.

Belati di tangan Spy itu terjatuh ke tanah dan menembus pelindung sihir Marlene.

"Crott!"

Tapi Marlene tidak merasakan rasa sakit sama sekali.

Apakah aku sudah mati?

Dia membuka matanya dan terkejut. Hal pertama yang dia lihat adalah tangan yang besar. Tangan itu telah tertusuk oleh belati yang tajam.

Hanya ada satu kemungkinan siapa pemilik tangan itu.

"Tuan Rhode!"

"Hmph!"

Salah satu tangan Rhode menghadang serangan Spy tersebut. Dia mendengus dengan acuh. Dia melambaikan tangan lainnya yang sedang memegang pedang.

Ekspresi gadis Spy itu terlihat marah. Matanya terbakar amarah. Kemudian, cahaya yang berbentuk bulan sabit melesat ke arah Spy tersebut. Kepalanya pun terjatuh ke tanah. Tubuhnya juga kehilangan keseimbangan dan ikut terjatuh ke tanah. Darah segar menyembur dari lehernya. Mayat itu mengejang terus menerus. Mayat tersebut terlihat seperti ikan mati yang berusaha untuk tetap hidup meskipun itu mustahil.

"Haah…"

Ketika melihat musuhnya tumbang, Rhode akhirnya merasa lega. Dia berlutut di tanah sambil menggertakkan giginya. Kemudian, dia menarik belati yang menempel di tangannya. Setelah itu, dia berbalik dan menatap Marlene dengan penuh amarah.

"Kubilang serang dia! Kenapa kau malah diam saja!"

"…"

Marlene kaget.

Dia tidak pernah melihat Rhode marah. Sebelumnya, ekspresi pria itu hampir selalu terlihat tenang. Hanya sesekali ia mengerutkan kening atau mendengus. Tapi kali ini, dia benar-benar marah. Wajahnya yang feminin terlihat agak ganas. Kedua matanya terlihat dingin saat menatap Marlene.

"Jawab!"

"M-maafkan aku…"

Marlene merasa dirinya tidak berguna. Dia tidak dapat berkata apa-apa menghadapi kemarahan Rhode. Kalau saja dia menuruti perintah Rhode tadi, dia tidak akan terancam bahaya. Tapi gadis itu tidak fokusnya dan hanya bisa terdiam. Bagaimanapun juga, itu adalah salahnya. Marlene yang menyadari hal tersebut merasa sangat frustrasi. Itu adalah perasaan yang sudah lama tidak dia rasakan.

"I…ini semua salahku…"

Marlene menundukkan kepalanya.

"Aku minta maaf, Tuan Rhode. Aku seharusnya tidak melamun seperti tadi…"

"Bukannya aku tidak paham dengan pikiranmu. Tapi kau harus tahu, di saat seperti ini, jika kau ragu kau akan kehilangan nyawamu!"

Rhode mengabaikan permintaan maaf Marlene. Dia tidak menerimanya, tapi dia juga tidak menolaknya.

"Untungnya, aku sudah bersiap-siap, tapi bagaimana kalau itu Lize? Bagaimana jika musuh menyerang Lize? Di saat kau ragu, mungkin semuanya sudah terlambat dan kau hanya bisa menangisi jasad gadis itu!"

"…"

Marlene tetap terdiam.

"…Karena kau paham bahwa kau telah berbuat kesalahan, aku akan memberimu hukuman. Kau akan menerimanya, kan?"

"Tentu saja, tuan Rhode. Apa perintahmu!?"

Setelah menyadari bahwa Rhode memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, Marlene segera mengangkat kepalanya dan bertanya. Tapi kemudian Rhode menyerahkan pedangnya pada gadis itu.

"Gunakan pedang ini dan potong kepala dua mayat lainnya, lalu bakar tubuh mereka."

"Eh?"

"Kalau kau tidak terbiasa membunuh orang hidup, maka setidaknya kau harus membiasakan diri dengan 'membunuh' mayat."

Bagi Marlene, itu adalah tugas yang sangat sulit. Dia melihat pedang yang diberikan Rhode. Tangannya gemetaran saat meraih pedang tersebut. Akhirnya, dia menggertakkan gigi dan mengambil pedang itu.

"Kuharap kau bisa mengingat hal ini. Jika kau tidak membunuh mereka, mungkin sekarang kepalamu yang terjatuh ke tanah atau kepala temanmu…ingat itu baik-baik."

Melihat Marlene mengambil pedangnya dan berjalan ke arah dua mayat lainnya, Rhode akhirnya menghela napas. Dia menyandarkan diri pada sebuah pilar dan duduk sambil menggertakkan gigi.

Harus kuakui bahwa luka ini benar-benar sakit.

Belati itu menembus telapak tangannya. Rasa sakitnya benar-benar susah untuk ditahan. Terlebih lagi, belati itu ternyata dilumuri dengan racun yang sangat mematikan…

Untung daya tahan tubuhku tinggi.

Rhode mengangkat tangan kirinya dan melihat warna hijau gelap yang mengerikan pada telapak tangannya. Dia menarik napas panjang. Dia sudah memeriksa pemberitahuan sistem yang mengkonfirmasi bahwa tubuhnya menolak racun tersebut. Kalau tidak, dia tidak akan membuang waktu untuk mengajari Marlene cara membunuh. Sebaliknya, dia akan membersihkan racun di tubuhnya.

Tetapi Rhode dan Marlene tidak menyadari bahwa darah yang menetes di tangan kiri Rhode terjatuh ke atas batu tulis. Anehnya, darah itu tidak mengering seperti darah normal. Sebaliknya, darah itu terlihat hidup. Darah tersebut mengalir ke danau istana dan diam-diam menyebar ke depan.

Tersembunyi dalam kegelapan, di tempat yang tidak bisa dilihat oleh siapapun, sebuah kekuatan yang misterius telah menarik darah tersebut. Darah itu mengalir ke hulu, naik ke tangga, lalu ke pilar. Kemudian ketika darah itu mencapai altar, cairan itu memadat dan berkumpul…

"T-tuan Rhode, aku sudah selesai melaksanakannya."

Pada saat ini, Marlene juga telah menyelesaikan perintah Rhode. Mukanya terlihat pucat. Gadis itu tampak sangat terpukul. Tapi Rhode tidak berkomentar sama sekali. Dia memandang tiga mayat yang berada tak jauh darinya dan berdiri. Kemudian ia mengangguk ke arah Marlene.

"Bagus. Bersiaplah meninggalkan tempat mengerikan ini. Masih ada dua orang di luar. Kita harus membereskan mereka. Ingat, jangan ulangi kesalahanmu…"

"Ah!!"

Rhode tidak sempat menyelesaikan ucapannya. Sebuah teriakan yang terdengar dari kejauhan telah memotong perkataannya.

Apa yang terjadi?

Rhode memandang ke arah sumber teriakan tersebut dengan tatapan waspada. Sepertinya teriakan itu berasal dari jalan rahasia. Apakah dua Spy yang lainnya sudah terbunuh? Apa yang sebenarnya terjadi?

"Hati-hati. Ayo pergi!"

Dia tidak lagi memedulikan lukanya. Rhode segera menarik tangan Marlene dan bermaksud segera pergi dari tempat itu. Tidak lama setelah mereka berlari, tiba-tiba sebuah cahaya keemasan melintas.

Sosok yang misterius dan aneh tiba-tiba muncul entah dari mana. Ia membentuk dinding yang tangguh dan menutup semua jalan keluar. Pada saat yang bersamaan, Rhode melihat bahwa kedua patung yang ada di kedua sisi pilar sedang memancarkan cahaya sihir!

Apa yang sedang terjadi…

Seakan-akan menjawab pertanyaan Rhode, patung-patung tersebut menoleh ke arah pemuda itu dan mengangkat pedang mereka!

Setelah itu, sebuah suara keras terdengar.

"Wahai keturunan Ksatria Pelindung, apakah kau akhirnya datang untuk menerima tes dari kami?"

Tes?

Rhode dan Marlene saling melirik.

Tes apa?

"A-aku telah membaca berbagai informasi dari pilar-pilar tersebut, Tuan Rhode," Marlene tergagap.

"Tampaknya dulu tempat ini digunakan sebagai tempat tes untuk para ksatria. Mereka datang ke sini untuk berlatih. Kemudian ketika mereka diakui bahwa mereka akan diberikan gelar sebagai Pelindung…Aku tidak tahu apa yang mereka lindungi tapi tampaknya sesuatu yang berharga…"

"Tidak peduli apapun yang mereka lindungi, tidak ada hubungannya dengan kita."

Rasa sakit di tangan kiri Rhode benar-benar menyiksanya. Lize tidak ikut dengan mereka jadi tidak ada yang bisa menyembuhkan lukanya. Walaupun Rhode telah membalut luka itu sendir namun itu tidak terlalu berpengaruh. Sepertinya mereka tidak sengaja memicu timbulnya misi yang tersembunyi. Tapi dengan kondisi Rhode yang sekarang, dia tidak tertarik menyelesaikannya. Dia terluka dan telah menghabiskan banyak tenaga melawan beberapa Spy sebelumnya. Apalagi, dia sudah menggunakan efek cincin Dark Soul. Dalam situasi seperti ini, tidak peduli semudah atau sebagus apa tesnya, dia harus menolaknya.

"Maaf, kita salah jalan," kata Rhode sambil menepuk pundak Marlene. "Ayo pergi."

Tapi tidak ada suara yang membalas perkataan Rhode. Suara keras itu hanya berhenti sebentar, lalu terus berbicara.

"Selama kau bisa mengalahkan dewa, maka kau dapat mengambil alih kekuatan dan tanggung jawab para dewa sebelum menerima gelar sebagai Pelindung."

…Bukankah ini dunia nyata? Kenapa tidak ada manusia normal yang meneriakkan hal tersebut kepadanya? Haruskah tes ini berjalan seperti yang ada dalam game?

Walaupun dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengkritik, tapi Rhode paham bahwa suara ini mungkin peninggalan generasi terdahulu. Rhode berpikir bahwa tidak ada gunanya berbicara dengan suara tersebut.

"Marlene, aktifkan alat sihirmu. Ayo kita pergi dari sini," dia berkata, memegang tangan Marlene.

"Tentu, tuan Rhode."

Mendengar perintah tersebut, Marlene mengangguk dan menutup matanya. Dia mengulurkan tangan kanan dan meletakkannya di dada. Tidak lama kemudian cahaya putih muncul dan membungkus tubuh mereka kedua…Tapi sesaat kemudian, cahaya itu sirna dan menghilang begitu saja.

"Area ini tersegel! Tuan Rhode, area ini telah disegel!"

Marlene gugup. Dia mengangkat tongkat sihirnya dengan panik. Dia pun melihat ke lingkungan sekitarnya dengan tatapan waspada. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Pada saat yang sama, suara keras itu berbicara sekali lagi.

"Terimalah ujian ini, wahai keturunan para Pelindung!"

Berbarengan dengan suara itu, kedua patung tersebut maju ke depan. Masing-masing patung memegang pedang di satu tangannya. Sementara tangan yang lain terjulur ke depan.

Tunggu, tunggu, gerakan itu…

Ekspresi Rhode berubah.

Seakan-akan menjawab pertanyaan dalam pikiran Rhode, sebuah lingkaran sihir misterius tiba-tiba muncul di tangan kedua patung itu. Lalu keduanya mulai berputar pelan di udara.

Kemudian, dua patung tersebut menggeram dan mengangkat sebuah kartu!

"Wah!"

Debu-debu berputar di udara. Dua patung yang berbentuk cheetah muncul dari tanah. Patung tersebut mengelilingi Rhode dan Marlene. Dengan mata yang melebar, kedua patung tersebut menatap Rhode dengan seksama.