Chereads / Memanggil Pedang Suci / Chapter 54 - Aksi Gabungan

Chapter 54 - Aksi Gabungan

"Hah!"

Sekali lagi, Shauna menghalau mayat hidup itu dengan pedangnya. Kemudian dia mundur selangkah dan mengambil napas dalam-dalam. Luka di bahunya mulai mati rasa, begitu pula dengan tangannya. Meskipun begitu, jumlah mayat hidup di sekitar mereka malah bertambah, yang membuat Shauna berkecil hati.

Apa aku akan mati di sini?

Dia menggigit bibirnya keras-keras hingga terasa sakit, namun rasa sakit tersebut tidak dapat membenamkan perasaan putus asa dan perasaan tertekannya. Shauna mengira bahwa dia dan kelompoknya sudah sangat siap untuk misi ini, tapi ketika memimpin rombongannya memasuki tempat ini, Shauna paham betapa naifnya dia.

Sebagai misi tingkat 4 Bintang, jelas saja bahwa Kuburan Pavel tidak akan mudah untuk diselesaikan. Kelompok Shauna terasa bagaikan setetes air di tengah lautan mayat hidup; hanya masalah waktu riwayat mereka semua akan tamat. Walaupun dia tetap gigih memimpin teman-temannya untuk menghadapi lautan mayat hidup tersebut, mereka telah kehilangan terlalu banyak teman. Sampai saat ini, mereka sudah kehilangan lima hingga enam anggota, dan anggota lain yang masih hidup sebagian besar mengalami cedera. Dalam situasi seperti ini, berapa lama mereka bisa bertahan?

Bukannya Shauna tidak mempertimbangkan pilihan untuk mundur, tapi pada akhirnya dia memilih untuk menanggung kehilangannya dan melanjutkan perjalanan mereka. Selain itu, mereka sudah terlanjur sampai sejauh ini dan tidak bisa mundur lagi. Pilihan mereka satu-satunya adalah melanjutkan perjalanan mereka dan membunuh Necromancer Pavel.

Namun, Shauna paham bahwa itu adalah tugas yang mustahil dilakukan. Kalau mayat hidup biasa seperti ini saja sudah bisa membuat mereka kerepotan, bagaimana bisa mereka mengalahkan Necromancer tersebut?

Bukan hanya Shauna yang berpikiran seperti itu; bahkan anggota-anggota kelompoknya yang lain telah kehilangan harapan mereka untuk mengalahkan makhluk-makhluk mengerikan di hadapan mereka. Satu-satunya hal yang mencegah mereka untuk menyerah hanyalah keinginan mereka untuk hidup.

Tapi itulah batas mereka.

"Oh tidak!"

Bau busuk tiba-tiba menusuk hidungnya; kemudian Shauna merasakan sebuah benturan pada lengannya, yang membuat pedangnya terlepas dari genggaman tangannya. Api yang berkobar di tanah juga menghilang. Memanfaatkan kondisi Shauna yang sedang linglung, sebuah mayat hidup menerjang ke arah wanita berambut merah itu sambil membuka lengannya lebar-lebar.

Pikiran Shauna menjadi kosong.

Pada saat itu, mentalnya turun. Sebagai seorang prajurit bayaran veteran, dia tentu mengetahui konsekuensi melamun di tengah pertempuran. Dan sekarang dia hanya bisa pasrah menerima akibat dari kecerobohannya – yaitu kematian.

Untungnya, saat itu ajal belum memutuskan untuk menjemput Shauna.

Pada saat wanita itu menutup matanya, sebuah cahaya menyilaukan muncul di atas kepalanya. Cahaya itu menerjang ke arah mayat hidup yang menyerangnya, dan mayat itupun terjatuh ke tanah seolah-olah sebuah palu raksasa menghantamnya ke bawah.

Kemudian, diikuti oleh sebuah cahaya terang yang lain, sebuah ledakan besar mengguncang tanah.

"Bumm!"

Dalam sekejap mata, lautan mayat hidup yang mengelilingi mereka berubah menjadi abu. Prajurit-prajurit bayaran yang tadinya terkepung itu menunjukkan ekspresi terkejut saat menatap beberapa orang yang berdiri di seberang terowongan.

"Kak Shauna, kau baik-baik saja?!"

Lize berlari dengan cepat ke arah wanita berambut merah itu begitu merasa keadaannya sudah aman. Marlene, yang baru saja mengeluarkan sihirnya, mengibaskan rambut panjangnya ke arah belakang dengan bangga. Kemudian dia tersenyum dengan percaya diri pada Rhode, seakan-akan memberinya isyarat untuk memuji dirinya.

Bagaimana? Kau lihat? Hasil kerjaku bagus kan?

Menangkap isyarat Marlene, Rhode tidak bisa berkata apa-apa…Yah, tidak heran, mengingat dia adalah siswa teladan. Tadinya aku berniat untuk menghabisi mereka sendiri…Ah sudahlah, lupakan. Lagipula, saat memberi Marlene perintah, dia tidak mempertimbangkan kemungkinan Lize mengenali kelompok yang sekarat tersebut. Saat ini, dia merasa agak beruntung karena Marlene memiliki pola pikir siswa teladan, dan bukannya pola pikir seorang pemain. Kalau tidak, akan ada masalah…

"Itu Red Hawk…"

Melihat wanita Swordsman berambut merah itu, Walker bergumam sendiri. Dia dan Rhode saling memandang, dan keduanya memiliki pikiran yang sama.

"Lize?"

Setelah lolos dari ancaman kematian, Shauna tidak sempat bersenang-senang karena dia lebih terkejut saat melihat orang yang ada di depannya.

"Kenapa kau ada di sini?"

"Untuk menyelesaikan sebuah misi."

Lize menjawab sambil membungkukkan tubuhnya ke arah Shauna. Kemudian, dia mengulurkan tangan dan memunculkan cahaya redup. Luka-luka Shauna segera menutup. Bahkan racun dari mayat hidup sebelumnya menghilang dari tubuhnya.

Itulah pentingnya keberadaan seorang Spirit Master dalam kelompok prajurit bayaran. Walaupun umumnya beberapa prajurit bayaran sempat mempelajari sihir-sihir penyembuhan level rendah, jelas sekali bahwa kemampuan penyembuhan mereka tidak sebanding dengan kemampuan sihir seorang Spirit Master. Sebuah kelompok prajurit bayaran tidak akan pernah mengabaikan pentingnya melindungi seorang Spirit Master dalam kelompok mereka. Selain itu, prajurit bayaran yang memiliki profesi Spirit Master tidak terlalu banyak, mengingat sebagian besar dari Spirit Master di dunia ini tidak tertarik untuk berpetualang. Karena itulah, selain para Spirit Master yang mendampingi gereja, hanya beberapa Spirit Master seperti Lize yang menjadi seorang petualang tanpa alasan yang jelas.

Setelah merawat luka Shana, Lize berdiri dan berjalan ke arah prajurit bayaran yang lainnya. Dalam pertarungan tersebut, Shauna dan semua bawahannya terluka, beberapa bahkan lumpuh. Kalau luka mereka tidak segera dirawat, nasib mereka mungkin tidak akan jauh berbeda dengan musuh-musuh yang tadinya mereka hadapi.

Shauna mengalihkan pandangannya dari Lize ke arah Rhode dan lainnya. Dia segera berdiri dan tersenyum sambil mengulurkan tangan.

"Terima kasih atas bantuannya."

"Sama-sama."

Menjabat tangan Shauna, Rhode membalas pernyataan terima kasihnya dengan santai.

"Sepertinya sekarang kedua kalinya aku mengucapkan terima kasih padamu."

Shauna menarik tangannya kembali dan mengamati Rhode dengan ekspresi kaget campur penasaran. Walaupun dia tidak terlalu mengenal pemuda itu dan hanya bertemu dua kali dengannya, tapi wanita berambut merah itu tahu kalau Rhode pernah menyelamatkan nyawa Lize dan dia juga sempat berduel dengan Sereck di ujian prajurit bayarannya. Dia memang kuat, tapi sepertinya pemuda itu masih menyimpan rahasia lain.

Kemudian Shauna memandang dua orang di belakang Rhode. Pertama-tama, dia menatap Marlene yang mengenakan jubah sihir yang mewah,yang membuat wanita itu terkesiap. Mage bahkan lebih langka dari Spirit Master, bagaimana bisa Rhode menemukannya? Dan…berdiri di sebelah gadis itu, bukannya orang itu si tua Walker yang kerjaannya hanya minum-minum di Asosiasi Prajurit Bayaran setiap hari?

Bagaimana caranya orang-orang ini berkumpul dalam satu kelompok?

Shauna berbalik dan menatap Lize, kemudian dia menoleh kembali pada Rhode dan menyipitkan matanya.

"Maaf, tapi kalian…?"

"Kami disini untuk menyelesaikan misi."

Rhode berkata dengan terus terang.

"Kami juga begitu."

"Hanya kalian berempat?"

"Benar."

Kalau mereka sedang tidak berada di situ, mungkin Shauna akan mengira bahwa Rhode sedang bercanda. Kuburan Pavel adalah tempat yang sangat berbahaya, banyak prajurit bayaran yang kehilangan nyawanya di sini. Jika mereka berempat adalah orang tersisa yang berhasil bertahan hidup dalam kelompok, mungkin ceritanya akan lebih masuk akal. Tapi sepertinya tidak begitu. Bagaimanapun juga, kondisi Rhode dan kawan-kawannya masih terlihat bugar dan melihat keadaan pakaian mereka, kelihatannya mereka tidak menerima serangan musuh sama sekali.

Jadi pemuda ini tidak berbohong?

Shauna mengedipkan matanya dengan terkejut. Baginya, hal tersebut sulit dipercaya. Kelompok mereka hanya berisikan empat orang, namun mereka bisa menerobos ke tempat ini tanpa luka sedikitpun? Dan dengan mudah? Bagaimana bisa? Apakah pemuda ini memang sekuat itu?

Ketika wanita itu sibuk menganalisa kelompok Rhode, Lize, yang sudah selesai merawat luka prajurit bayaran lainnya, kembali ke sisi Rhode dan berkata pada Marlene dengan suara yang pelan. Mereka berdua pun saling berbisik membahas sesuatu. Tapi Shauna tidak lagi memperhatikan mereka, karena pada saat itu, suara Rhode memecah keheningan.

"Apa yang akan kalian lakukan selanjutnya?"

"Selanjutnya?"

Ketika mendengar pertanyaan Rhode, Shauna tersadar dari lamunannya. Akhirnya, dia memahami situasinya sekarang.

Saat ini mereka sedang berada di tengah misi.

Dan pemuda ini juga sedang berada di tengah sebuah misi

Berarti…

Umumnya, insiden seperti ini kadang terjadi di tengah sebuah misi. Karena ada banyak misi yang bisa diambil, dan sebelum misi itu berhasil diselesaikan, semua orang bisa mengambilnya. Jadi, pertikaian seperti ini sering terjadi. Kalau bertemu dalam situasi seperti ini, kelompok-kelompok prajurit bayaran yang memiliki hubungan baik antara satu sama lain bisa saja memilih untuk mundur atau bergabung bersama demi menyelesaikan misi yang bersangkutan. Jika hubungan mereka buruk, maka mereka bakal langsung bertarung untuk menentukan kelompok mana yang bisa menyelesaikan misi itu.

Jadi, sekarang apa yang harus kita lakukan?

Shauna menghapus pilihan bertarung dengan Rhode dan kawan-kawan mengingat mereka telah menyelamatkan kelompoknya sendiri. Hal ini juga menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki niat jahat. Namun, jika mereka mundur di sini, dimana dia harus menyembunyikan wajahnya pada rekan-rekannya yang gugur? Dia telah berusaha sekuat tenaga untuk mencapai titik ini, jadi bagaimana mungkin dia bisa mundur begitu saja? Di sisi lain…Shauna juga paham bahwa mengalahkan Necromancer Pavel dengan kekuatan mereka sekarang kedengarannya terlalu mustahil.

"Kalau kalian tidak keberatan, aku harap kita bisa bekerja sama."

Pada akhirnya, Shauna menggertakkan gigi dan mengusulkan hal tersebut.

"Kami tidak membutuhkan poin atau imbalan dari misi ini. Sebenarnya, kami datang kesini demi mencari pedang. Menurut laporan yang kami terima, pedang tersebut ada di tangan sang Necromancer. Karena itulah kami berharap bisa bekerja sama dengan kalian. Selama kami bisa mendapatkan pedang tersebut, kalian bisa mengambil imbalan misi ini."

Sebuah pedang?

Rhode sedikit terkejut.

Dia tidak mengingat keberadaan sebuah pedang dalam kuburan tersebut.

Apakah aku melupakan sesuatu?

Ataukan ada alasan lain?

Rhode mengerutkan kening dan berpikir selama beberapa saat, tapi dia tidak dapat mengingat apapun, jadi dia memutuskan untuk bertanya pada Shauna secara langsung.

"Nona Shauna, seingatku Asosiasi Prajurit Bayaran tidak merilis misi ini."

"Kami menerima sebuah misi pribadi."

Shauna menggelengkan kepala dan membalas perkataan Rhode.

Jadi begitu…

Mendengar jawaban wanita itu, keraguan Rhode lenyap. Karena itu, dia hanya menganggukkan kepala dan tidak bertanya lebih jauh.

"Kita bisa bekerja sama menyelesaikan misi ini, tapi aku punya syarat."

Ekspresi Swordsman berambut merah itu berubah cerah mendengar perkataan Rhode, tapi dia masih bertanya dengan gugup.

"Apa syaratnya?"

"Sederhana saja."

Rhode membuat sebuah gerakan tangan.

"Dalam pertarungan selanjutnya, kau harus menuruti perintahku."