Logam dan batu berbenturan, menimbulkan percikan api.
"Ugh!"
Rhode mundur beberapa langkah. Benturan keras tersebut membuat pedangnya bergetar, memberi efek gelombang tekanan keras yang menyebar di sekujur tubuhnya.
Seperti dugaannya, seekor Gargoyle berlevel 15 bukanlah musuh yang mudah – apalagi saat ini ada dua di hadapannya. Gargoyle dikenal unik karena kecerdasan mereka. Biasanya, hal tersebut akan membuat Rhode khawatir, tapi justru karena mereka cerdas, Gargoyle itu terlalu waspada dengan gerakannya dan tidak begitu mengancam. Khususnya saat mereka terserang oleh skill Blade of Destruction dari Rhode. Ketika pedangnya memancarkan cahaya putih, Gargoyle itu menjerit dan terbang menjauh. Gargoyle yang satunya juga ikut ragu, walaupun monster tersebut belum pernah terkena serangan Rhode, yang memberi kesempatan pemuda itu untuk bernapas.
Tapi itupun hanya berlangsung sesaat.
Rhode memegang pedang Tanda Bintangnya erat-erat saat dia mengamati kedua Gargoyle yang melayang tersebut. Kemudian Rhode menggertakkan giginya dan menenangkan dirinya sendiri. Walaupun dua monster tersebut takut pada skill Blade of Destructionnya, dia tahu bahwa mereka tidak akan membiarkannya lepas begitu saja. Meskipun saat ini gerakan mereka semua sedang terkunci, hal itu tidak akan berlangsung lama. Ketika dia naik level tadi, Rhode meningkatkan Moon Shadow Swordmanshipnya ke rank D 4/4, yang menghabiskan Kekuatan Jiwa dari skill Blade of Destruction. Walau begitu, akan tetap menjadi masalah jika Rhode terlalu sering menggunakannya. Selain itu, mereka bahkan belum sampai pada pertarungan terakhir; Rhode tahu dia harus pintar-pintar menyimpan tenaganya saat situasi mendesak. Dan karena dia satu-satunya orang yang bisa bertarung di antara mereka bertiga, jika dia kehabisan kekuatannya, situasinya akan sangat gawat.
Kedua Gargoyle tidak hanya menatap Rhode dengan tenang. Sebaliknya, mereka terbang maju-mundur sambil merentangkan cakarnya untuk menyerang pemuda tersebut, hanya mundur ketika Rhode berniat untuk membalas serangan mereka. Jenis pertarungan yang tidak akan berakhir seperti ini membutuhkan banyak stamina, tapi karena dua Gargoyle itu terbuat dari ilmu alkemi, hal itu bukanlah masalah bagi mereka. Tapi, tidak bagi Rhode.
Tetesan keringat mengalir perlahan dari dahinya. Tubuhnya telah terpaku dalam kuda-kuda bertahan untuk waktu yang lama dan dia tahu lama-lama dia akan lelah. Tapi Rhode tidak dapat mundur sekarang. Dia paham bahwa dirinya tidak akan bisa mengalahkan dua Gargoyle sekaligus, dan harapannya terletak pada Lize. Namun…
Sepertinya aku lupa untuk memperingatkan mereka tentang lingkaran pelindungnya?
Setelah merenung sejenak, dia mengangkat bahu dan memfokuskan perhatiannya kembali pada kedua Gargoyle di hadapannya.
Toh itu tidak terlalu berbahaya.
-
Tiba-tiba, Matt menjerit kesakitan.
"Ah!!"
Dia terjatuh ke lantai dan tubuhnya gemetar terus-menerus.
"Tamatlah riwayatku! Tolong! Tolong!"
"Anda hanya terkejut tuan Matt…anda tidak akan mati karena itu."
Lize sedang membalik-balikkan benda-benda yang ada di atas sebuah meja berdebu dan penuh sarang laba-laba. Kebanyakan dari benda tersebut hanyalah puing-puing yang sudah terkikis. Dengan santai, dia memberikan skill Healing Light pada Matt tanpa mengalihkan pandangannya dan melanjutkan pencariannya kembali.
Walaupun pada umumnya Mage memasang banyak sihir pelindung untuk melindungi rahasia-rahasia mereka, gereja ini telah terbengkalai dalam waktu yang lama. Karena itulah, kekuatan lingkaran pelindung tersebut melemah sekitar 70 hingga 80 persen, dan tidak terlalu berbahaya.
Karena darahnya setengah malaikat, resistensi sihir Lize sangat kuat, sehingga lingkaran-lingkaran pelindung tersebut tidak memberi efek apapun baginya. Di bawah pengaruh Lize, lingkaran-lingkaran yang seharusnya memunculkan api dan petir hanya menciptakan kelip cahaya sebelum menghilang. Lain halnya dengan tuan Matt yang malang. Karena dia hanyalah manusia normal dan tidak memiliki kekebalan sihir, reaksinya membuat lingkaran-lingkaran pelindung itu terlihat mengancam.
"Tempat…tempat ini mengerikan…" Gumam pria itu sambil mengamati keadaan sekelilingnya.
Matt pun menyeka debu dari pakaiannya dan berdiri kembali.
Di gereja yang gelap itu, hanya ada penerangan dari skill 'Holy Radiance' yang dikeluarkan Lize. Tapi hal ini justru membuat Matt merasa semakin takut karena dia bisa melihat dengan jelas letak-letak lingkaran sihir yang aneh. Lagipula, , karena penerangan tersebut dia juga bisa melihat tumpukan tulang mengerikan yang tersebar di lantai yang hitam. Pemandangan tersebut membuat kakinya lemas. Dan seolah-olah pemandangan itu belum cukup menakutkan, dia juga menemukan noda darah di dinding gereja, yang membuatnya hampir lari ketakutan. Kalau bukan karena sikap tenang Lize yang membuatnya malu sebagai seorang pria, dan kehadiran dua Gargoyle di depan yang dianggapnya berbahaya, dia sudah kabur dari tempat itu dari tadi.
Tapi saat ini dia hanya bisa menggertakkan giginya dan menempel pada Lize untuk mencari sesuatu yang disebut 'Alat Pengontrol' yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
Tempat ini begitu berantakan…bagaimana cara kita menemukan suatu benda di sini?
Dia mengeluh dalam hati, tapi ketika dia melihat keseriusan Lize, dia memutuskan untuk tidak mengutarakan pendapatnya dan melanjutkan pencarian.
Sementara itu, situasi Rhode masih belum membaik.
"---!"
Kedua Gargoyle memekik dan menyerang Rhode. Tapi pemuda tersebut melangkah cepat ke arah samping dan menghindari serangan tersebut. Kali ini, kedua Gargoyle tidak mundur seperti sebelumnya. Salah satu Gargoyle berputar dan mengayunkan ekornya ke arah Rhode.
Gawat!
Ketika melihat serangan tersebut, hatinya bergejolak. Terlambat baginya untuk menghindar dan yang bisa dia lakukan hanyalah mengangkat pedangnya untuk menangkis serangan itu.
Reaksi Rhode begitu cepat, namun kedua Gargoyle tersebut juga tidak terlalu lambat. Ketika dia merasa pedangnya bergetar terkena serangan itu, tubuh Rhode juga terlempar. Rhode berguling di tanah beberapa kali sebelum berhenti. Bentrokan tersebut membuat tangannya bergetar tak terkendali.
"Ugh!"
Tubuhnya goyah saat dia berdiri. Dia merasa pusing dan lemah, setengah tubuhnya mati rasa. Jika dia tidak menggenggam pedangnya dengan erat, dia akan kehilangan senjata itu. Pada saat itu, ketika dia mencoba menjernihkan kepalanya kembali, suara yang menyeramkan menggema di telinganya.
"Hisss…"
Sebuah napas dingin terasa di punggungnya. Dia berharap bisa menghindari musuh-musuhnya dengan menjatuhkan diri, namun ketika dia mengangkat kepalanya, dia bisa melihat tiga monster Will – o – Wisp berjalan menuju arahnya.
Walaupun Gargoyle itu tidak melukainya, tapi dia terlempar dari area pintu masuk gereja yang memiliki pelindung. Karena pelindung transparan tersebut, para Will – o – Wisp tidak dapat memasuki area gereja, walaupun mereka tetap berkeliaran di sekitar tempat tersebut, tergantung pada insting mereka sambil menunggu momen yang tepat untuk menyerang.
Dan sekarang, kesempatan itu telah tiba.
Tentu saja Rhode tidak berniat untuk membiarkan mereka berbuat seenaknya. Menghadapi kepungan musuhnya, dia menggertakkan gigi dan memutuskan untuk tidak lagi menahan diri. Mengangkat pedangnya, cahaya murni muncul dan melesat ke depan.
Saat cahaya tersebut meledak dan menyebar di area pertempuran, salah satu cahaya tersebut mengenai Will – o – Wisp dengan telak, menghancurkan pertahanannya. Rhode pun lanjut menyerangnya, menusukkan pedangnya pada bagian fatal monster tersebut. Ketika monster itu menjerit dan perlahan berubah menjadi tumpukan debu, Rhode sudah berlari melewati tubuhnya dan tiba di sekitar pelindung gereja.
Nah, sekarang apa yang harus kulakukan?
Ketika Rhode memikirkan langkah selanjutnya, sebuah pemberitahuan sistem tiba-tiba muncul, membuatnya kaget.
[EXP 4000/1800, Naik Level! Pohon Bakat Terbuka, Level 8]
Aku sudah mencapai level 10? Tapi aku ingat aku masih level 8 saat memasuki Reruntuhan Kabut…
Rhode terdiam sesaat ketika dia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi. Dia sepertinya ingat bahwa sebelumnya pemberitahuan sistem telah memberitahunya bahwa EXP yang dia terima cukup naik level sebelum dia bertemu Gargoyle, tapi dia tidak menyadarinya saat itu. Tapi sekarang, sepertinya XP yang dia miliki cukup menaikkan levelnya 2 kali. Tidak mengherankan, mengingat semua EXP di dungeon ini hampir semuanya didapatkan oleh Rhode. Selain itu, levelnya yang rendah memberikan bonus EXP karena mengalahkan monster yang levelnya lebih besar. Sangat wajar untuk mencapai level 10 baginya. Satu-satunya hal yang aneh adalah…bagaimana cara EXP bekerja ketika sekarang dia hidup di dunia nyata?
Tapi sekarang bukan waktunya mengkhawatirkan masalah-masalah kecil tersebut. Rhode segera membuka tabel atributnya dan menentukan pilihannya mengingat sekarang mungkin waktu yang sangat tepat baginya untuk melakukan hal tersebut.
[EXP 4000/1800, Naik Level! Pohon Bakat terbuka, Level 8]
[EXP 2200/2000, Naik Level! Pohon Bakat Terbuka, menerima 1 Skill Point, Level 9]
[EXP 200/2500, Pohon Bakat Terbuka, menerima 2 Skill Point, Level 10]
[Apakah kau ingin mengaktifkan sistem Bakat?]
"Aktifkan!"
Dalam waku kurang dari sedetik, Sistem Bakat membentuk tiga cabang berisikan tiga set bakat yang berbeda.
Dalam Dragon Soul Continent, ketika pemain mencapai level 10, setiap kelas diberikan satu pilihan dari tiga set bakat yang berbeda. Mereka hanya dapat memilih satu set bakat sebagai set bakat utama, dan set bakat kedua sebagai set bakat cadangan yang mendukung set utama mereka. Efektifitas setiap bakat berdasarkan pada seberapa banyak skill point yang dialokasikan oleh pemain. Di awal permainan, banyak pemain yang merasa bingung karena mereka hanya mendapat 1 skill point saat naik level. Pohon Bakat, Swordsmanship, dan juga sihir, membutuhkan skill point untuk naik level. Jadi, saat awal permainan, para pemain hanya bisa mengalokasikan Skill Point dalam jumlah terbatas. Untungnya, saat mereka mencapai area di pertengahan game, mereka dapat menggunakan benda bernama 'Awaken Scroll' untuk menyelesaikan beberapa misi level tinggi dan mendapat skill point tambahan.
Spirit Swordsman milik Rhode mempunyai tiga set bakat berbeda –'Summoning Master', 'Soul Messenger', dan 'Hell Lord'.
Untuk 'Summoning Master', ketika dinaikkan levelnya hingga level tertentu, dapat menambah jumlah roh yang bisa dipanggil. Pemain memilih 'Soul Messenger' untuk meningkatkan kekuatan roh mereka yang sudah terbangun. Dan 'Hell Lord', ketika makhluk hidup selain manusia terbunuh olehnya, bakat ini dapat mengubah mayat menjadi roh berdasarkan persentase tertentu. Tentu saja, perubahan ini hanya bisa dilakukan pada atribut mayat hidup.
Bisa dikatakan bahwa tiap bakat memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri, 'Summoning Master' mengandalkan jumlah untuk menang, 'Soul Messenger' berfokus pada kualitas roh, tapi Soul Core dan hewan buas sangat sulit ditemukan. 'Hell Lord' juga merupakan pilihan yang bagus. Manusia normal akan merasa ragu untuk memilih bakat mana yang sebaiknya dibuang. Tapi bagi Rhode, itu bukanlah masalah karena dia telah bermain sebagai Spirit Swordsman selama tujuh tahun. Dia telah mengingat semua skillnya dengan tepat dan bahkan menyandang gelar 'Perpustakaan Berjalan' secara de facto, yang diberikan oleh para pemain yang menghormati pengetahuannya.
Bahkan dalam game, hampir dua per tiga dari seluruh pemain game ini memilih kelas Spirit Swordsman karena mereka ingin membuat karakter mereka semirip mungkin dengan Rhode berdasarkan panduan pemuda tersebut. Karena itulah sangat sulit bagi pemula untuk memilih bakat mereka.
Namun Rhode berbeda, begitu dia melihat Pohon Bakatnya, dia segera membuat keputusan.