Chereads / Sukacita Hidup Ini / Chapter 68 - Serangan Pertama

Chapter 68 - Serangan Pertama

Ye Ling'er adalah anak perempuan semata wayang Ye Zhong, kepala garnisun kota - sayangnya, karena latar belakang militer keluarganya, ia tidak memiliki sikap yang lemah lembut dan halus. Ye Liuyun, salah satu dari Empat Guru Besar Agung, adalah paman buyutnya. Keluarga Ye memegang posisi khusus dalam Kerajaan Qing, namun Ye Ling'er itu bukan macam orang yang berperilaku bengis dan tidak masuk akal. Ia hanya begitu peduli kepada Nona Lin, yang setiap hari tidak bisa beranjak dari ranjangnya, dan dipaksa untuk menikahi lelaki yang bahkan belum pernah ditemuinya. Jadi Ye Ling'er merasa sangat khawatir.

Selama beberapa hari terakhir, berita bahwa istana sedang mempersiapkan pernikahan Nona Lin dengan putra haram dari keluarga Fan yang tiba dari Danzhou, telah menyebar ke sejumlah keluarga bangsawan di ibukota. Ketika mendengar berita itu, Nona Lin merasa sangat malu. Di malam hari tubuhnya menggigil, dan batuk-batuk darah memperburuk kesehatannya yang sudah rentan. Ye Ling'er sedang tinggal bersama saudaranya di Dingzhou; Ketika ia mendengar berita itu, ia langsung bergegas kembali ke ibukota, dan di sana lah Fan Xian melihatnya, tepat di luar gerbang kota.

Beberapa hari kemudian, desas-desus menyebar di ibukota bahwa putra haram dari keluarga Fan telah tiba di ibu kota, dan dia mirip dengan Fan Sizhe — seorang buaya darat yang sombong dan beringas. Mendengar kabar burung itu membuat Ye Ling'er marah. Sehari sebelumnya, dia pergi menemui Nona Lin, dan melihat bahwa temannya nampak agak malu-malu. Ia mengajukan beberapa pertanyaan, dan meskipun ia tidak mendapat jawaban, ia menduga bahwa Nona Lin telah jatuh cinta pada seseorang.

Ye Ling'er tidak tahan melihat Nona Lin patah hati, jadi ia pergi mencari ayahnya dan bertanya apakah ia bisa meyakinkan pihak istana untuk membatalkan pernikahan itu. Ia tidak mengira permintaannya itu akan membuat ayahnya sangat marah. Kehabisan pilihan, ia mengundang Fan Ruoruo untuk mengunjunginya di kediaman keluarganya, berharap untuk dapat mencari cara agar pertunangan itu dapat dibatalkan. Ia tahu kalau peluang proses itu dapat dibatalkan tipis, tetapi masih patut untuk diusahakan dengan niat baiknya dan ikatan seperti saudara diantara mereka.

Ye Ling'er menatap wajah Rou Jia yang terlihat lembut, dan Fan Ruoruo yang tampaknya tenang. Ia akhirnya menyadari bahwa Nona Ruoruo, yang tampaknya selalu acuh terhadap reputasinya yang baik, ternyata memiliki pendirian yang kuat. Saat Fan Ruoruo menyarankan untuk memperkenalkan Nona Lin kepada dokter yang ahli, Ye Ling'er bergumam dengan pelan, "Sudah tidak ada gunanya."

Fan Ruoruo tidak berniat untuk mengesampingkan masalah itu. Dia tersenyum. "Jika kamu benar-benar begitu menyayanginya, apa ruginya jika mengizinkan seorang dokter terkenal untuk memeriksa kondisinya?"

"Dokter kekaisaran saja tidak mampu merawatnya. Dokter terkenal yang kau bicarakan ..." Ye Ling'er menahan omongannya. Ia tidak ingin terlihat berperilaku merendahkan di depan Putri Ruo Jia. "Dokter itu adalah murid Guru Gui," Jelas Fan Ruoruo dengan sopan.

Ye Ling'er mendeham seolah tertarik. Matanya berbinar, dan ia menarik tangan Fan Ruoruo. "Akan kutanyakan padanya apakah ini memungkinkan."

Selesai mengobrol, ketiga gadis itu kembali ke dalam paviliun. Ketika gadis-gadis lain melihat wajah mereka berdua kembali tenang, mereka merasa lega, dan menganggap bahwa cekcok diantara mereka telah diselesaikan dengan damai. Di samping mereka berdiri gadis-gadis pelayan yang melayani mereka, serta ada seorang gadis pelayan yang sedang menyalin puisi milik mereka untuk dibawa ke seberang danau.

Beberapa waktu kemudian, salinan puisi yang ditulis oleh para sarjana pria tiba dari seberang danau. Para wanita membaca puisi-puisi tersebut, dan sesekali mereka berseru dengan kagum. Fan Ruoruo menopang dagu diatas tangannya sambil menatap ke seberang danau, bertanya-tanya apa yang mereka pikirkan. Ye Ling'er merasa penasaran saat menerima gulungan-gulungan puisi itu. Ia membaca semua puisi yang ada dari awal sampai akhir, namun ia tidak melihat nama "Fan" yang tertera diantara tulisan-tulisan itu. "Bagaimana dengan puisi Tuan Muda Fan?" ia bertanya dengan heran.

Karena mereka telah mengirim pemuda itu ke sini untuk mencari reputasi, Ye Ling'er berpikir bahwa tidak ada alasan bagi pemuda itu untuk menyembunyikan diri. Gadis pelayan pembawa puisi itu menjelaskan dengan hormat bahwa Tuan Fan belum menulis puisi. Rou Jia melirik ke Fan Ruoruo yang berada di tepi pagar, dan tampang kebingungan terlintas di wajahnya yang polos. Fan Ruoruo tampaknya sedang mengamati pemandangan di seberang sungai dengan seksama. Gadis-gadis lain yang ada di paviliun itu menyadari bahwa pertempuran puisi di seberang danau sama sengitnya seperti di sini.

Rou Jia tersenyum manis. "Ruoruo, mengapa kamu tidak ikut membaca puisi sarjana ini?"

Para wanita mulai saling mengobrol sendiri. Ruoruo mendengar kabar bahwa kakaknya telah dipermalukan. Dia memalingkan kepalanya dari pagar, menyembunyikan amarah dibalik sepasang matanya yang terlihat tenang. "Apakah orang-orang itu bahkan bisa menulis puisi?" katanya dengan dingin.

Meskipun para wanita tahu bahwa Nona Fan adalah penyair yang terampil, mereka tidak menduga dia akan bicara seperti itu. Fan Ruoruo kembali masuk, lalu mengambil batu tinta dan kuasnya, dia mulai menulis beberapa kata. Setelah selesai, dia menyerahkan puisi yang telah dia tulis pada seorang pelayan. "Kirim puisi ini kesana," perintahnya.

Pelayan itu pun menjalankan perintahnya.

————————————————————————

Sementara itu, di seberang danau, suasana menjadi sunyi dan canggung karena olok-olokan Guo Baokun terhadap status Fan Xian.

Amarah terlintas di tatapan mata Pangeran Jing. Sangatlah tidak pantas bagi tamu-tamu untuk bertindak seperti ini di hadapan seorang pangeran. Dia perlahan mengepalkan tangannya, dan mempertimbangkan apakah sudah saatnya untuk memberi orang ini pelajaran. Namun saat sang Pangeran memandang Fan Xian, dia rasa pemuda itu sedang menyiapkan tanggapan yang tepat, jadi sang Pangeran mengurungkan niatnya untuk baku hantam.

Count Sinan telah menyuruh Fan Xian menghadiri perlombaan puisi itu karena satu alasan yang sederhana - agar anaknya menjadi lebih dikenal dan terkemuka, sehingga Fan Xian bisa mendapatkan "perhatian" dari sang Putri Sulung. Tapi Fan Xian tampaknya sama sekali tidak mengkhawatirkan masalah itu. Orang-orang di sekitarnya bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang dia pikirkan. Tidak lama setelah mereka mengirim puisi buatan mereka ke paviliun wanita, seorang gadis pelayan datang memberikan puisi yang ditulis Nona Fan kepada sang Pangeran.

Saat membacanya, mata sang Pangeran bersinar. "Bagus sekali!" serunya.

Penasihat di sampingnya melirik puisi itu lalu mengangguk. "Tidak buruk sama sekali, tapi ..." Dia merasa bahwa puisi ini, yang telah ditulis oleh seorang wanita, memiliki pendekatan yang sedikit tidak wajar. Namun setelah mempertimbangkan hubungan antara keluarga sang Pangeran dan keluarga Fan, penasihat itu terdiam.

Orang-orang di sekitarnya menjadi penasaran. Mereka berkumpul untuk membaca puisi itu, yang telah ditulis dengan tulisan tangan yang anggun: "Pada bulan Agustus air danau tenang, uap dan cakrawala menyatu. Uap itu bergerak melintasi Pond of Clouded Dreams, ombak mengguncang dinding Danzhou. Aku ingin menyeberang, tetapi tidak memiliki perahu ataupun dayung; wahai sang bijaksana, akan memalukan bagi saya untuk menyerah. Duduk, ku melihat seorang pemancing, para pengikutnya cemburu akan ikan tangkapannya. "

"Puisi yang bagus. Nona Fan benar-benar membuktikan dirinya." He Zongwei berada di antara kerumunan itu, dan suara pujiannya sangat keras, seolah-olah dia ingin suranya terdengar hingga ke seberang danau. "Dari tulisannya, terlihat kalau dia begitu terkagum pada pemandangan danau. Pujian yang bagus untuk alam."

Guo Baokun mengerutkan keningnya. "Tapi danau itu sangat kecil. Tidak bisa dibilang kalau ada uap disitu. Terlebih lagi, Pond of Clouded Dreams ada di selatan, dan Danzhou ada di tepi laut. Nona Fan hanya menulis kata-kata yang indah, tetapi maknanya kurang."

Pangeran Jing telah memaknai arti puisi itu dengan beda. Ingin menyeberang tanpa perahu atau dayung, rasa malu untuk menyerah, duduk dan melihat seorang pemancing yang dicemburui pengikutnya karena ikan tangkapannya ... Meskipun tidak jelas, kata-kata itu menunjukkan bahwa penulisnya tidak pasrah pada kerahasiaan, dan ingin mengambil tindakan. Pola puisi ini menunjukkan bahwa penulisnya ingin menawarkan layanan mereka. Dia menoleh ke arah Fan Xian, yang duduk dengan tenang di kejauhan. Dia bertanya-tanya ... Mungkinkah Fan Xian yang menulisnya?

Namun puisi itu bagus, jadi orang-orang di sekeliling sang Pangeran memuji puisi itu; tidak ada orang yang setuju dengan pendapat Guo Baokun. Ketika sang Pangeran sedang merenung, beberapa orang sudah mengirim komentar mereka ke seberang danau, dan tak lama kemudian penjelasan dari Nona Fan pun datang.

"Sebuah danau adalah kumpulan air, seperti halnya laut. Clouded Dreams mengingatkan kita akan Laut Timur. Kakakku tumbuh besar di Danzhou. Jiwanya berada di sungai dan lautan, jadi kenapa tidak digunakan sesuka hati? Ini adalah puisi yang ditulis oleh kakakku ketika dia masih berumur sepuluh tahun. Hari ini, aku telah menyalin puisi itu agar dapat dinikmati oleh semua orang. "

Mereka tidak memperhatikan bagian pertama, tetapi mereka akhirnya mengerti bahwa puisi ini tidak ditulis oleh Nona Fan ... tetapi oleh Fan Xian yang tampak pendiam!

Pada saat itu, para sarjana di pekarangan itu berhenti memandang Fan Xian dengan tatapan jijik dan bingung, melainkan pandangan penuh kekaguman. Jika Fan Xian dapat menulis puisi seperti itu pada usia sepuluh tahun - apakah dia benar-benar jenius?