Count Sinan menghela napas. Dia tahu bahwa anak ini mirip dengan ibunya; keduanya tidak mudah dipengaruhi oleh siapa pun. Tatapan penuh rasa iba pun muncul di wajahnya. "Pernikahan ini bukan gagasan keluarga Fan," katanya dengan lembut, "dan bukan ide sang Perdana Menteri pula. Ada banyak pihak yang terlibat. Hal ini rumit. Jika kamu benar-benar ingin menemui gadis itu, carilah caramu sendiri. Aku tidak ingin terlibat. "
Fan Xian membungkuk. "Selama Ayah mengizinkanku untuk bertemu dengannya," jawabnya, "Aku akan menemukan caranya." Begitu dia memikirkan kata-kata ayahnya, Fan Xian merasa benaknya dibayangi oleh keraguan. "Jika sang Perdana Menteri tidak setuju dengan pernikahan ini, lalu bagaimana?"
Count Sinan tertawa dingin. "Seperti yang sudah kukatakan, ada banyak pihak yang terlibat. Sang Perdana Menteri tidak bisa menolak pernikahan ini... Jangan lupa; Nona Lin tidak dapat kembali ke keluarga Lin. Statusnya adalah putri angkat Yang Mulia , seorang putri istana. "
Dalam cuaca menjelang akhir April itu, Fan Xian merasa seolah-olah seseorang telah mengguyurnya dengan segentong air es, membasahi seluruh tubuhnya. Dia gemetar seolah menggigil. Akhirnya, dia pun mengerti - karena pernikahannya sendiri merupakan keputusan sang Kaisar, sang Kaisar lah yang menentukan siapa yang akan mengelola harta kekayaan itu, semua ini benar-benar lebih rumit dari yang terlihat di permukaan. Pihak yang terlibat di balik layar adalah sekelompok kecil orang misterius yang tersembunyi jauh di dalam istana.
Tetapi dia tidak tahu apakah mereka berada di pihak Permaisuri atau Kaisar.
"Mengapa Perdana Menteri menentang pernikahan ini?" dia bertanya penasaran.
Count Sinan menyeruput teh dan mengernyitkan alisnya. Sepertinya teh itu agak pahit dibanding biasanya. Dia menggosokan lidahnnya ke giginya, mencoba menghilangkan rasa yang membuat bibirnya mengerut itu. "Apakah dulu aku belum pernah bilang?" ucapnya dengan tidak jelas.
Fan Xian tersenyum kecil, menunjukkan kesalahan ayahnya. "Terakhir kali, ayah bilang bahwa sang Perdana Menteri berpikir bahwa sang Kaisar curiga kalau ada sesuatu di balik pernikahan ini. Tetapi jika istana sudah menyetujui pernikahan ini, apa yang masih dia khawatirkan?"
Count Sinan terdiam untuk beberapa saat. Lalu dia tersenyum sambil meletakkan cangkir tehnya di atas meja. "Baiklah, aku akan mengatakan yang sebenarnya. Faktanya adalah Putri Sulung tidak ingin menikahkan putrinya denganmu."
Fan Xian menatap kosong. Apa yang sedang terjadi? Baik sayah maupun ibu Nona Lin tidak mau menikahkan anak perempuan mereka, jadi apa yang mereka dapatkan dari pernikahan ini? Fan Xian ingin melupakan segala masalah yang ada dan pergi mencari gadis berbaju putih yang dia temui di kuil. Meskipun begitu, dia tahu sebaiknya tidak menceritakan rencananya pada siapapun. Dengan pertimbangan bahwa ayahnya telah berhasil meyakinkan petinggi-petinggi di istana, sudah jelas dari alur prosesnya bahwa Keluarga Fan telah mengerahkan banyak kekuatan tersembunyinya.
"Jadi kenapa Putri Sulung keberatan?" Dia bertanya. "Nona Lin dan aku dilahirkan dalam keadaan yang sama. Kami berdua adalah anak haram, jadi kenapa mereka bertindak sok suci seperti itu?" dia pikir.
"Memang agak aneh. Yang Mulia menyayangi Nona Lin, bahkan lebih dari anak perempuannya sendiri. Aku pernah membahasnya tanpa sadar saat kami sedang minum-minum. Jika Nona Lin menikah, Putri Sulung harus memberikan kekuasaannya kepada suami Nona Lin yang telah menjadi menantu laki-laki Kaisar. Ini supaya tidak timbul masalah dengan garis keturunan kerajaan. " Count Sinan dengan lembut membelai janggut empat incinya, dia tampak puas.
Fan Xian merentangkan tangannya dan menghela napas. "Jadi begitu. Sepertinya Putri Sulung sangat mencintai kekuasaan. Aku tidak tahu mengapa dia tidak mau menikah dengan Perdana Menteri. Mereka dapat membesarkan anak cucu bersama-sama dengan bahagia."
Count Sinan tersenyum. "Sederhana saja, karena tidak akan ada untungnya bagi mereka. Jika Putri Sulung menikahinya, Lin Roufu akan menjadi bagian kaum ningrat, dan dia tidak akan dapat mengejar ambisinya. Dia akan kehilangan kekuasaan yang dia miliki atas birokrasi. "
Fan Xian mengerutkan keningnya. Dia ingat bahwa menantu kaisar tidak diizinkan menjadi seorang birokrat dan anggota keluarga kerajaan pada saat bersamaan; mereka hanya mendapatkan gelar bangsawan, tidak lebih.
"Jika kamu menikah dengan Nona Lin, meskipun gelarnya adalah 'putri', kamu tidak akan dianggap sebagai bagian dari keluarga kerajaan, dan mungkin akan mengganggu karirmu sebagai pejabat." Count Sinan melihat Fan Xian cemberut, dan dia merasa bahwa anaknya sedang khawatir, jadi dia pikir yang terbaik adalah menjelaskan ini semua.
Fan Xian berdiri dan tersenyum. "Kita lihat saja nanti."
"Satu lagi, kalau kamu berencana mengikuti ujian kekaisaran tahun depan, kamu harus segera mulai belajar."
Apakah dia masih harus mengikuti ujian kekaisaran dan turut bersaing dengan orang-orang lain? Fan Xian tersenyum pahit dan tidak mengatakan apapun.
Setelah itu, Count Sinan memberitahunya bahwa perlombaan puisi bulanan di kediaman Pangeran Jing akan segera dimulai, dan Fan Xian sebaiknya bersiap untuk mengikutinya. Ketika Fan Xian mendengar hal ini, dia tidak merasa takut karena harus menulis esai, tetapi ketika dia mempertimbangkan apakah dirinya harus memalsukan beberapa puisi lagi seperti yang dia lakukan dengan 'penjual garam laut tua', kepalanya mulai terasa sakit.
Count Sinan memandangnya dan tersenyum. "Aku tahu kamu penyair yang berbakat. Dalam situasi tertentu, kamu tak perlu terlalu menyembunyikan bakatmu. Walau ada pihak di istana yang mendukung pernikahanmu, jika kamu bisa mendapatkan reputasi dalam kancah kesastraan di ibukota, mungkin Putri Sulung akan mulai setuju dengan rencana untuk menikahkan putrinya denganmu. "
Fan Xian menanggapi ayahnya dengan tertawa. Tampaknya pria tua itu diam-diam membaca surat-surat yang telah dia kirim kepada adik perempuannya. Fakta bahwa dirinyalah yang telah menulis Dream of the Red Chamber, juga tidak dapat disembunyikan dari ayahnya. Fan Xian hanya bisa terkagum atas kelihaian ayahnya yang dapat merahasiakannya hingga sekarang.
———————————————————————
Tidak ada hari Minggu di dunia ini; tidak ada dewa-dewa yang melarang untuk tetap bekerja. Dengan alasan yang sama, tidak ada Senin, Selasa, Rabu, Kamis, atau Jumat. Singkatnya, tidak ada pembagian yang jelas antara hari kerja dan hari istirahat.
Toko-toko buka setiap hari; kementerian buka setiap hari; dan bahkan ada yang bilang bahwa sang Kaisar pun menolak untuk mengambil cuti. Tetapi bagi mereka para putra keluarga bangsawan di ibukota, setiap hari adalah hari libur.
Enam belas tahun setelah perang besar, Kerajaan Wei Utara telah terpecah belah dan melemah. Orang-orang barbar barat melarikan diri, meninggalkan kuda-kuda mereka untuk merumput di pegunungan. Kaisar telah memerintahkan pangeran untuk membawa seratus ribu tentara ke arah barat untuk memperluas perbatasan; ini pun kurang lebih seperti olahraga.
Kerajaan Qing kuat dalam urusan-urusan terkait dengan kemiliteran, tetapi setelah Kaisar memenangkan pertempuran-pertempurannya, kerajaan itu mereka jadi lebih suka untuk membaca puisi. Setelah puisi menjadi cukup populer di kalangan kelas atas, hal itu menjadi lebih populer lagi di antara kalangan kelas bawah. Putra-putra dari keluarga bangsawan sebagian besar tidak memiliki pekerjaan. Mereka juga tidak memiliki kecakapan atau kemampuan untuk memimpin pasukan. Mereka mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian kekaisaran, oleh karena itu mereka menghibur diri mereka sendiri dengan cara yang elegan; memisahkan diri dari kalangan kelas bawah. Mereka membaca buku dan mendiskusikan isinya, serta membaca dan menulis puisi.
Jadi ibukota adalah tempat di mana berduel dengan puisi lebih populer ketimbang dengan menggunakan senjata.