Chereads / Sukacita Hidup Ini / Chapter 62 - Awal Musim Panas

Chapter 62 - Awal Musim Panas

Fan Sizhe kemudian berkata dengan sombong, "Ini baru sejumlah kecil saja dari uang yang bisa kita dapatkan. Setelah volume terakhir, kamu harus menulis 70 atau 80 buku lagi, tetapi kali ini kamu harus merencanakannya dengan hati-hati untuk membuat edisi terbatas. Edisi terbatas itu nantinya akan dilelang kepada penawar tertinggi. Siapa pun yang ingin melihat cerita akhirnya, apakah Nona Duo akan menikah dengan Tuan Kedua Bao, mereka harus siap membayar lebih. "

Fan Xian menjewer telinga Fan Sizhe dan menegurnya. "Tidak mungkin Nona Duo dan Tuan Kedua Bao akan menikah! Kamu bahkan belum pernah membaca buku, dan sekarang kamu malah berencana menjualnya?"

Fan Sizhe mengeluh. "Bukumu yang dijual kemarin di jalanan — aku meminjamnya dari Ruoruo saat kembali ke rumah rumah. Setelah membaca beberapa saat, buku itu tidak terlalu menarik, jadi aku tertidur." Tuan Muda Fan, yang hanya peduli dengan uang, benar-benar tidak tahu alasan mengapa semua wanita di ibukota terpikat oleh buku yang membosankan itu.

"Baiklah, aku tidak memperdebatkan ini lagi." Fan Xian berkata dengan perasaan tak berdaya. "Hal-hal seperti ini rumit. Dan kamu masih kecil. Kamu masih harus masuk sekolah dan menempuh pendidikan, jadi kamu tidak akan punya waktu untuk mengurusi ini. Sebaiknya tunggu beberapa tahun."

"Beberapa tahun? Kenapa tidak segera mengambil peluang yang ada?" Fan Sizhe berteriak kaget.

"Apa yang akan kamu lakukan? Kamu adalah putra dari keluarga Fan. Jika kamu benar-benar ingin meninggalkan latar belakang keluargamu demi memulai usaha sendiri, bisakah kamu melakukannya tanpa sepengetahuan Lady Liu dan Ayah? Jika mereka tahu, mereka akan marah besar! Jadi, kamu lebih baik berhati-hati. "

Fan Sizhe mengutarakan kekhawatirannya. "Aku tahu; itulah sebabnya aku memutuskan untuk meminjam seorang penjaga toko dari Balai Qingyu untuk menjadi pemilik di depan layar, sementara aku bersembunyi di balik layar."

Fan Xian sangat terkejut. Selain keras kepala dan sombong, bocah lelaki yang berdiri di depannya ini memiliki bakat dalam berbisnis. Ia baru saja memikirkan peran seorang manajer, dan dengan enteng menyebutkan nama Balai Qingyu.

Melihat tekad yang dimiliki adiknya, Fan Xian hanya bisa menghela nafas. Dia mengambil tabungannya dari beberapa tahun terakhir, ditambah uang pemberian Fan Ruoruo, lalu menyerahkannya kepada Fan Sizhe. Fan Xian menginstruksikan Fan Sizhe untuk tidak buru-buru dan berdiskusi dengan para pelayan terlebih dahulu; Lagi pula, mereka terus makan gaji buta di kediaman Fan.

Fan Sizhe tersenyum lebar ketika ia menghitung uang yang jumlahnya cukup banyak dari kakaknya. Ditambah dengan uang tabungannya sendiri, modal awal sudah bisa terpenuhi.

Fan Xian tidak mengatakan apapun lagi, namun dia menyuruh Fan Sizhe untuk berhati-hati. "Membangun hubungan dengan para petinggi dan menindas rakyat kecil hanya dapat dilakukan dengan menggunakan nama Ayah, jadi sebaiknya kamu bersikap dermawan kepada orang lain."

"Dari mana gagasan seperti itu?" Fan Sizhe lalu berkata dengan jahat, "Soal uang suap itu sudah biasa. Saat kita mendapatkan pangkat yang lebih tinggi, nanti pun mereka akan mengembalikan semuanya."

Fan Xian hampir tertawa terbahak-bahak. Saat itu juga dia bergegas membuka pintu dan pergi. Dia selalu menganggap bahwa koin perak memiliki aroma yang berbeda, dan hari ini dia belajar betapa busuknya bau koin tembaga.

———————————————————

Pada siang hari, matahari bersinar terik; ranting-ranting di pepohonan pada kedua sisi jalan bergantung lemas, sehingga tidak ada tempat sejuk bagi para musafir miskin.

Fan Xian berada di pinggir jalan sambil perlahan meneguk semangkuk jus prem. Dia tahu bahwa minum terlalu cepat tidak akan memuaskan dahaga; belum lagi dapat membuat perutnya mulas. Suara jangkrik yang memenuhi udara sangat mengganggunya. "Bulan apa ini? Musim semi belum berlalu, tapi musim panas mulai terasa saja..."

Dibawah sinar matahari, Kuil Qing tampak lebih megah dari kejauhan. Dengan atap bundar yang berkilau, kuil itu benar-benar terlihat bagai pemandangan yang sangat suci.

Kuil Qing lebih diramaikan oleh pengunjung dibandingkan hari sebelumnya. Dari waktu ke waktu, orang-orang masuk untuk berdoa. Fan Xian penasaran: Kenapa tempat itu begitu sepi saat dia datang kemarin? Tentunya, dia tidak mungkin bisa tahu bahwa kemarin siang ada tamu kehormatan yang datang ke kuil di waktu libur mereka, sehingga kedua sisi jalan ditutup. Serta alasan mengapa Fan Xian bahkan bisa mendekati pintu kuil itu dan berhadapan dengan lawan yang memiliki kemampuan bela diri tinggi adalah karena siasat rahasia seseorang.

Wu Zhu benar-benar memanjakannya, membiarkannya minum dan melakukan apa pun yang diinginkannya. Bahkan hal sepele seperti pergi mengunjungi kuil, mengharuskan Wu Zhu harus merobohkan begitu banyak penjaga.

Fan Xian tidak tahu tentang kekacauan apa yang telah dia sebabkan kemarin. Dia duduk di bangku dengan menyilangkan kakinya sambil meneguk jus prem, menunggu gadis itu muncul.

Ada sebuah ruangan yang dekat dengan kuil. Sinar matahari tidak bisa masuk, sehingga suhu di dalam tempat itu terasa sedikit lebih dingin. Gong Dian duduk di kursi sambil mengatur pernapasannya, memungkinkannya memasuki kondisi optimal.

Ia bertugas jaga di malam sebelumnya, tapi pagi ini ia tidak kembali ke rumah. Malahan, dia datang ke kuil, karena semakin ia memikirkan tentang kemunculan Fan Xian di kuil, semakin ia merasa ada yang aneh. Para pesuruh dari bawahannya semua telah dirobohkan secara bersamaan oleh seseorang yang memiliki kemampuan setara dengan Guru Besar. Mungkinkah kejadian itu ada hubungannya dengan pemuda yang datang ke kuil?

Entah bagaimana, Gong Dian tahu bahwa pemuda itu akan muncul lagi di hari itu. Mungkin, 'Guru Besar' yang hebat itu juga akan datang.

Itu adalah firasat milik seseorang yang mempunyai kemampuan tinggi. Meskipun tidak selalu tepat, tingkat ketepatan firasatnya cukup tinggi. Tapi si Kasim Hong yang sialan itu tidak akan mempercayainya dan justru terus-menerus memeriksa para penjaga dengan pemikirannya yang tertutup. Karena itu, Gong Dian telah datang sendiri ke kuil itu.

Ia duduk terdiam di dalam ruangan itu, sambil memperhatikan pintu masuk kuil melalui celah kecil di bawah, dengan tatapan mata yang dingin.

Di luar, Fan Xian akhirnya merasa cukup kepanasan di bawah matahari. Dia menghabiskan sisa minumannya dalam sekali teguk, lalu membuka dua kancing bajunya dan berjalan menuju kuil.

Langkah kaki Fan Xian semakin dekat.

Gong Dian merasa telah mendengar sesuatu. Ia agak cemberut.

...

...

Di bawah teriknya sinar matahari, lempengan batu di jalan membuat telapak kaki Fan Xian kepanasan. Dia tidak suka dengan sensasi ini, dan dia pun mundur selangkah.

Fan Xian kemudian mengancing kemejanya dan berbalik dengan tersenyum. Dia kembali ke kios yang menjual jus prem dan membeli satu mangkuk lagi. Sambil minum dengan perlahan, dia dengan santai berjalan menjauh dari kuil menuju ke kereta keluarga Fan yang menunggunya. Sambil menghela napas lega, dia berteriak, "Kembali ke rumah, cepat!"

Teng Zijing memandang Fan Xian dengan pandangan penasaran setelah melihat wajah Tuan Mudanya yang datar.

—————————————————————

Gong Dian masih menatap pintu masuk kuil dengan raut wajah yang dingin. Ketika ia mendengar langkah kaki yang tadinya mendekat tiba-tiba semakin jauh, matanya melotot. Ia baru saja hendak berdiri saat ia merasakan aura dingin di belakangnya. Lehernya menjadi terasa dingin pula.

Saat itu adalah hari-hari terakhir musim semi. Cuacanya sangat terik, namun keringat dingin Gong Dian justru mengucur.

Tangannya berada di atas lututnya. Kuku jarinya terpotong rapi. Pisau belati miliknya, yang memiliki desain sederhana namun sangat tajam, terletak sekitar sepuluh meter darinya.

Namun, Gong Dian tidak berani menarik pisau miliknya.

Karena ia bisa merasakan bahwa orang di belakangnya lebih kuat dan lebih cepat darinya.