"Kau lebih mementingkan cewek daripada teman, Class Rep? Sungguh?! Aku yakin kau akan mengabaikan teman baikmu hanya demi imbalan berkencan!" Strongman sengaja bereaksi berlebihan. Ia merangkak keluar dari mobil dan bersendawa khas orang mabuk sebelum terhuyung-huyung sepanjang kembali ke asramanya.
Mei Xiawen bersandar di kap mobilnya, di bawah bayang-bayang lampu jalan. Ketika dia menelepon Gu Nianzhi, sudut mulutnya secara otomatis melengkung ke atas. Ia tidak bisa menahannya.
Ia belum merasakan perasaan manis dan mendebarkan seperti ada buih-buih soda di dalam dirinya sejak SMA. Kali ini, ia tidak akan melepaskannya. Jika ia membiarkannya lewat, ia akan menyesalinya seumur hidup.
Mei Xiawen menelepon Gu Nianzhi tetapi panggilan itu ditolak.
Ia menatap ponselnya selama beberapa saat sebelum melihat ke atas untuk memeriksa kamar Gu Nianzhi di gedung asrama. Lampu masih menyala; Gu Nianzhi dan teman-teman sekamarnya jelas masih bangun. Tapi ia menolak menerima panggilan teleponnya.
Tampaknya "gadis baik-baik" dari Kelas Satu juga memiliki emosinya sendiri.
Mei Xiawen tersenyum karena hal ini. Ia tidak menelepon lagi.
Ia mengeluarkan sebatang rokok, menyalakannya, dan menghisapnya. Ia memegang rokok di satu tangan saat tangan lainnya mengirim serangkaian pesan teks ke Gu Nianzhi.
"Nianzhi, kamu sudah tidur?"
"Jika kamu masih terjaga, bisakah kamu turun agar kita bisa bicara?"
"Nianzhi, aku sangat merindukanmu. Kita baru berpisah selama setengah jam, tapi aku sudah merindukanmu."
"Nianzhi, apakah kamu marah padaku?"
"Jika kamu marah, aku benar-benar harus menebus kesalahanku untukmu."
"Nianzhi, mari berjanji. Kita boleh bertengkar, tapi kita akan berbaikan sebelum hari berakhir. Tidak akan tidur dengan perasaan marah."
"Nianzhi, kumohon turunlah ke bawah. Jika tidak, aku akan menunggu di sini sepanjang malam."
Pesan teks terus masuk. Mustahil bagi Gu Nianzhi untuk mengabaikannya.
Gu Nianzhi tidak berani mematikan ponselnya, karena ia masih menunggu Huo Shaoheng untuk meneleponnya.
Ia bersandar di ranjangnya, sibuk memainkan ponselnya. Melihat pesan teks bertubi-tubi dari Mei Xiawen, ia menghela nafas kecil, bangkit, dan berjalan ke jendela. Ia melihat Mei Xiawen bersandar di mobilnya, tinggi dan ramping. Sebuah titik kecil berwarna merah berkedip di tangannya—mungkin itu rokok.
Karena beberapa hal, ia tertahan oleh sosok Mei Xiawen yang sendirian. Ia tidak bisa memaksa dirinya untuk memalingkan pandangan. Gu Nianzhi menatap titik kecil di antara jari-jari Mei Xiawen untuk waktu yang sekiranya terasa sangat lama. Ponselnya ia pegang erat-erat. Ekspresi wajahnya tidak luput dari teman-teman sekamarnya. Mereka sangat menyadari bahwa Mei Xiawen masih menunggu di lantai bawah.
Green Tea Fang tengah mengenakan masker wajah. Ia melihat apa yang sedang terjadi, lalu dengan diiringi batuk kecil, ia berkata, "Aku sedang berpikir untuk membeli Starbucks. Adakah yang merasa ingin minum kopi?"
"Aku mau. Aku mau latte, tanpa gula." Little Temptress sedang memeriksa Weibo-nya dan mengobrol dengan keluarganya secara bersamaan.
"Aku Cappuccino, dengan gula dan susu." Lady Cao duduk dengan anggun di depan komputernya, menyiapkan sebuah kasus sebagai bagian dari program magangnya.
Green Tea Fang memanggil Gu Nianzhi dan bertanya, "Nianzhi, kamu ingin apa?"
Gu Nianzhi menoleh untuk melihatnya; Ia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Kalian ingin kopi di jam segini? Mau insomnia? Bagaimana dengan tidur cantikmu?"
"Gadisku sayang, kamu sedang berbicara dengan peri abadi. Apa pengaruhnya latte untukku?" kata Little Temptress dengan malu-malu, menekankan ekspresinya dengan menjentikkan jarinya.
Green Tea Fang mengambil ponselnya, dan menghubungi Starbucks kampus. "Hai, dua cangkir cappuccino, latte, sekotak susu segar, dan sekotak muffin."
Starbucks kampus di Universitas C sangat efisien dalam hal pelayanan pengirimannya. Tak lama kemudian, Penjaga Asrama memberi tahu mereka melalui interkom: "Kamar 518! Starbucks!"
"Segera ke situ!" Green Tea Fang bangkit dan hendak meninggalkan kamar ketika Gu Nianzhi menghentikannya. "Apa kamu sungguh-sungguh mau keluar dengan masker di wajahmu? Duduklah, aku akan mengambilnya."
"Terima kasih, Lil Sis!" Green Tea Fang tersenyum sambil menyodorkan uang itu ke tangan Gu Nianzhi.
Gu Nianzhi menundukkan kepala dan pergi.
Green Tea Fang berlari ke balkon. Tak lama setelah itu, ia melihat Gu Nianzhi berjalan keluar dari gedung asrama dan menerima kotak kemasan khusus dibawa pulang yang besar dari pengantar Starbucks yang tampan. Pada saat itu, Mei Xiawen berjalan menuju Gu Nianzhi, rokoknya menjuntai dari tangannya.
Di atas, Green Tea Fang mengangguk dan melipat tangannya di dadanya dengan anggun. "Class Rep harus membayar untuk kopi kita malam ini. Jika bukan karena aku, Hanya Tuhan yang tahu seberapa lama keduanya akan berbaikan lagi.
Menurutnya, ia telah melemparkan tali umpan ke mereka. Sekarang terserah mereka untuk memutuskan apakah mereka mau mengambilnya atau tidak.
Di lantai bawah, di pintu masuk gedung asrama, pengantar Starbucks baru saja pergi setelah menerima uang dari Gu Nianzhi. Gu Nianzhi, di sisi lain, mendapati dirinya terjebak; Mei Xiawen memegang lengan Gu Nianzhi dan tidak mau melepaskannya.
"Apa ada hal lain lagi, Class Rep?" kata Gu Nianzhi dengan dingin. "Aku harus membawa ini kembali ke kamarku."
"Bagaimana aku bisa membiarkanmu kembali ke kamarmu, melihatmu seperti ini?" Mei Xiawen melemparkan rokok itu dari tangannya, dan melepaskan kotak wadah minumannya dari tangan Gu Nianzhi. Tangannya yang lain masih di lengan Gu Nianzhi sambil ia menuntunnya ke mobilnya.
Gu Nianzhi agak melawan, tapi sebelum ia bisa lepas, Mei Xiawen sudah menariknya ke dalam bayangan di samping mobilnya.
Mereka berdiri di titik buta, tepat di luar jangkauan cahaya dari lampu jalan. Di sini lebih gelap daripada di tempat lain.
"Nianzhi, apa kamu marah?" Mei Xiawen meletakkan kotak minuman Starbucks di atas kap mobilnya; ia menggenggam tangan Gu Nianzhi, memegangnya di depan dadanya saat ia menjelaskan dengan suara lembut. "Ai Weinan adalah teman sekelasku di SMP. Ia memang sungguh selalu tomboi. Kami hanya teman, tidak lebih. Kamu tidak cemburu padanya, kan?"
Wajah Gu Nianzhi segera memerah—bukan karena ia malu, tetapi karena ia marah.
Ia bahkan belum jatuh cinta padanya. Kenapa dia cemburu?!
"Class Rep, hubunganmu dengan teman sekelasmu itu bukan urusanku. Kamu tidak perlu menjelaskan dirimu kepadaku." Gu Nianzhi mengeluh sambil memalingkan kepalanya darinya, memilih untuk menatap ngengat yang menari di ujung ruang cahaya di bawah lampu jalan.
"Bagaimana mungkin aku tidak menjelaskan diriku sendiri? Aku menyukaimu, dan aku ingin kamu menjadi pacarku." Mei Xiawen berpikir Gu Nianzhi menggemaskan bahkan ketika ia marah-marah; matanya yang besar menyipit karena marah, dan bibir yang penuh dan indah yang saat ini memanjang sedikit karena cemberut terlihat sangat menggoda. Mei Xiawen ingin menciumnya.
Mei Xiawen menjilat bibirnya; godaan yang ia rasakan sungguh kuat.
Telinga Gu Nianzhi merah, tapi untungnya Mei Xiawen tidak bisa melihat mereka dalam gelap.
"Ia adalah teman sekelasku selama bertahun-tahun. Jika pernah ada sesuatu di antara kami berdua, itu akan sudah terjadi sejak lama. Mengapa harus menunggu sampai hari ini?" Mei Xiawen menghela nafas. "Aku serius denganmu, dan aku tahu kamu bukan tipe gadis yang picik. Lagi pula, kamu lebih pintar darinya, dan lebih cantik. Aku tidak buta, mengapa aku memilihnya daripada kamu? Bahkan jika kau tidak bisa mempercayai dirimu sendiri, tolong setidaknya percayalah padaku. "
"Jadi, jika aku tidak secerdas aku, atau lebih cantik, kamu tidak akan menyukaiku? Itukah yang kamu katakan?" Gu Nianzhi membantah Mei Xiawen dengan tatapan tajam, sebelum membuang muka.
"Nianzhi, kamu seorang mahasiswa hukum. Kenapa kamu bertingkah seperti siswa SMA yang bodoh? Aku menyukaimu. Itu saja membuktikan bahwa kamu lebih baik daripada semua gadis lain. Jika kamu tidak percaya pada dirimu sendiri, kamu setidaknya harus percaya kalau aku memiliki selera yang bagus," kata Mei Xiawen saat ia mencoba mendekati Gu Nianzhi.
Gu Nianzhi bisa merasakan Mei Xiawen mendekatinya, lebih dekat dan lebih dekat. Kehangatan nafasnya ada tepat di depan wajahnya sekarang. Gu Nianzhi mengerutkan bibirnya, dan dengan tiba-tiba ia memelintirkan dan memutar lengannya, seketika itu juga ia meloloskan dirinya dari Mei Xiawen.
Mei Xiawen terkejut. Ia menatap tangannya, tak bisa memahami bagaimana lengan lembut Gu Nianzhi terlepas dari genggamannya begitu saja, lengannya seperti selicin ikan.
"Class Rep, aku akan kembali ke kamarku sekarang." Gu Nianzhi bersandar di kap mobil, dan mengambil kotak minuman Starbucks. Ia tertawa ringan dan berkata, "Jangan khawatir, aku tidak marah."
Ia tidak marah, hanya malu dengan perilaku Ai Weinan: ia yang pertama kali menghebohkan makan malam yang seharusnya menjadi acara perayaan pribadi hanya antara teman-teman dekat, kemudian ia bertindak seolah-olah ia yang memiliki tempat dan acara itu di depan teman-teman sekamar Gu Nianzhi. Betapa memalukannya!