"Apa kau benar-benar tidak marah?" Mei Xiawen menatap mata Gu Nianzhi lekat-lekat, berusaha memastikan kebenarannya.
Tatapan Gu Nianzhi mantap, dan ia tertawa lagi sambil merapikan rambutnya. "Yap, aku tidak akan marah pada seseorang yang tidak punya urusan denganku. Ini sudah larut, pulanglah Class Rep."
Mei Xiawen melihat arlojinya, "Kalau begitu aku akan pulang sekarang. Aku akan membawakanmu sarapan besok."
Gu Nianzhi dengan cepat menggelengkan kepalanya, "Tak usah repot-repot, aku harus mengerjakan tesisku besok."
"Ok, kau naik dulu. Aku akan pergi setelah melihatmu kembali ke asrama." Mei Xiawen menyalakan sebatang rokok lagi dan tersenyum pada Gu Nianzhi. Gu Nianzhi tampak seperti orang yang santai, tetapi sebenarnya akan sulit untuk memenangkan hatinya.
Gu Nianzhi sadar ia tidak bisa meyakinkan Mei Xiawen untuk pulang duluan, jadi tanpa mengatakan apa-apa lagi ia berbalik dan kembali ke asrama. Ia naik ke atas dan mengeluarkan kopi dan kue muffin yang dipesan teman-teman sekamarnya dari kotak Starbucks dan meletakkannya di meja mereka masing-masing. Ia kemudian pergi ke beranda untuk melihat ke bawah gedung.
Mei Xiawen mengangkat kepalanya dan menyipitkan matanya sambil melambaikan tangan, lalu kembali ke mobilnya dan pergi. Teman-teman sekamarnya melihat Gu Nianzhi tampak santai dan ceria, jadi mereka tahu Gu Nianzhi dan Mei Xiawen pasti sudah berbaikan. Mereka tidak menunjukkannya secara terang-terangan, tetapi dengan sengaja mengatakan, "Sungguh hari yang melelahkan, sebaiknya kita segera tidur."
Setelah Gu Nianzhi mandi, ia melihat teman-teman sekamarnya sudah tidur. Lalu ia memeriksa ponselnya dan Huo Shao ternyata masih belum menelepon lagi. Ia membawa laptopnya ke tempat tidur dan mulai menulis tesisnya, non-stop sampai jam dua pagi. Pada jam itu, matanya sudah tidak dapat lagi terbuka, jadi ia akhirnya menutup laptop dan tidur. Ia menaruh ponselnya di sampingnya dan tetap mengaturnya pada mode dering, kalau-kalau Huo Shaoheng memang menelepon.
Gu Nianzhi terbangun di pagi hari ketika matahari sudah terang. Little Temptress sedang melakukan yoga di balkon dan ketika ia mendengar Gu Nianzhi berbicara dengan Green Tea Fang, ia berkata, "Lil Sis, Class Rep membawakan sarapan untukmu. Kurasa ini adalah paket kombo sarapan dari Fortune Terrace."
Gu Nianzhi memeriksa ponselnya dan melihat tidak ada panggilan telepon masuk ataupun SMS.
Sepertinya Huo Shao sangat sibuk, atau mungkin ia tidak peduli tentang hal sepele seperti berhasilnya ia diterima pascasarjana? Pikiran itu membuat Gu Nianzhi sedih. Meskipun ia memanggilnya Paman Huo, mereka tidak ada hubungan darah sama sekali. Ia adalah Mayor Jenderal yang terhormat, dan dirinya adalah seorang yatim piatu. Gu Nianzhi menggelengkan kepalanya dan buru-buru berpakaian dan mencuci muka. Ia kemudian mengambil tas laptopnya dan turun.
Mei Xiawen berjalan mendekat. "Apa kamu sudah makan?"
"Class Rep, kamu tahu aku belum makan dan membawa ini?" Gu Nianzhi melihat wadah Fortune Terrace yang dipegang Mei Xiawen dengan penuh minat.
Aku benar-benar lapar.
Ia hampir tidak makan tadi malam karena saking gembiranya. Saat bangun pagi harinya, ia akhirnya merasakan bahwa ia benar-benar kelaparan. Mei Xiawen membawanya ke meja batu dan bangku di tepi danau kampus untuk sarapan. Pagi hari di awal bulan Maret di Kota C agak dingin, tetapi bubur kukus sarang orzo dari Fortune Terrace, sup pangsit yang baru dikukus, dan daging sapi rebus asli begitu nikmat dan hangat sampai-sampai ia hampir tidak memperhatikan dinginnya udara. Sebelum mereka menyadarinya, ia telah melahap seluruh sarapannya.
Mei Xiawen hanya kebagian satu kotak susu. Ia tertawa. "Sepertinya kamu benar-benar tidak makan kemarin. Kamu tidak suka makanan Italia dari Restoran Red Manor?"
Gu Nianzhi tersenyum, "Bukannya aku tidak suka makanan Italia! Aku hanya tidak suka bawang."
Mei Xiawen memikirkannya dan menyadari bahwa memang ada beberapa hidangan dengan bawang tadi malam. Ia mengangguk. "Aku sekarang tahu untuk kedepannya aku tidak akan memesan apa pun dengan bawang untukmu."
Mereka berbicara sedikit lebih lama, lalu membereskan sisa-sisa dan berpisah. Gu Nianzhi duduk di perpustakaan sepanjang pagi dan merevisi pernyataan abstrak tesisnya. Lehernya sakit karena telah duduk di depan komputer begitu lama. Ia memijat tengkuk lehernya dan tiba-tiba menyadari bahwa seseorang telah duduk di depannya. Gu Nianzhi mengangkat kepalanya dan melihat itu adalah Profesor He Zhichu.
"Profesor He?!" Gu Nianzhi terkejut dan merasa senang. "Anda datang untuk membaca di perpustakaan kami?"
He Zhichu mengangguk. Ia mengenakan jas kasual biru tua yang terbuat dari wol, dipasangkan dengan celana panjang yang serasi. Ia duduk di seberang Gu Nianzhi, walau dalam keadaan duduk ia masih lebih tinggi satu kepala dari Gu Nianzhi. Baru pada saat itulah Gu Nianzhi benar-benar memperhatikan seberapa tinggi dan tampannya Profesor He. Meskipun ia tidak berotot seperti Huo Shao, ia memiliki aura sifat atletis yang mirip dengannya. Dengan kombinasi matanya yang tajam dan sikapnya yang dewasa, keberadaannya memancarkan aura misterius.
Ketika Gu Nianzhi mengamatinya, ia melakukan hal yang sama padanya. Gu Nianzhi lebih tinggi daripada kebanyakan gadis seusianya dan sudah hampir 173cm bahkan sebelum berusia 18 tahun. Kulitnya begitu putih hingga tampak seperti transparan—dari kejauhan kulitnya terlihat sehalus marmer, dan wajahnya bahkan lebih sempurna. Matanya yang lebar sangat menawan. Sedangkan untuk figurnya, meskipun ia mengenakan sweater kasmir longgar berwarna lavender, ia bisa melihat beberapa bagian tubuhnya lebih menonjol daripada rata-rata wanita pada umumnya. Ia menurunkan matanya dan dengan santai menutup buku di depannya. "Apa yang sedang kau tulis?"
"Tesis pascasarjana saya." Gu Nianzhi memikirkan tentang He Zhichu yang akan menjadi dosen pembimbingnya pada musim semi berikutnya dan langsung bersemangat membahas abstrak untuk tesisnya. He Zhichu memang benar-benar bisa dengan cepat menunjukkan kekurangan-kekurangan dalam abstraknya. Ia juga membantunya merumuskan beberapa terobosan luar biasa.
Gu Nianzhi merevisi abstraknya lagi dan menghela napas penuh syukur. "Mengaplikasikan kata-kata dan koreksi orang bijak memang benar-benar lebih unggul daripada sepuluh tahun belajar."
He Zhichu berdiri. Ia mengeluarkan dompet kartu dari sakunya dan mengeluarkan sebuah kartu nama. Ia lalu meletakkannya di atas meja. "Berusaha keraslah untuk tesismu. Kau bisa mengirimkannya padaku setelah selesai dan aku akan membantumu merevisinya lebih lanjut."
"Baik!" Gu Nianzhi sangat gembira. Ia mengambil kartu nama He Zhichu dengan kedua tangan dan melihat bahwa kartu itu berisi email, nomor telepon, dan alamat kantornya. Di sana juga tertera alamat kantor hukumnya.
Gu Nianzhi melihatnya dengan cermat. "Profesor He, apakah Anda bekerja paruh waktu di Firma Hukum Sovereign?"
He Zhichu terkekeh sedikit seolah-olah geli mendengarnya, tetapi itu sangat samar dan segera lenyap. "Tidak, bukan paruh waktu. Ini kantor hukum saya."
"Oh? Anda benar-benar panutan bagi kami mahasiswa hukum!" Gu Ninazhi kagum, benar-benar terkesan. Kapan dia bisa menjadi mitra atau menjalankan kantor hukumnya sendiri?
He Zhichu tampaknya membaca pikirannya dan berkata dengan datar, "Menjadi mitra kerja bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan, selama kau dapat membuktikan kemampuanmu."
"Kalau begitu, saya dengan sepenuh hati menerimanya." Gu Nianzhi sangat senang menerima saran dan pujian dari He Zhichu. Profesor He akan menjadi instruktur dan bosnya selama tiga tahun ke depan, dan segalanya akan jauh lebih lancar jika ia tepat berada di sisinya! Ketika ia melihat Profesor He pergi, ponselnya berdering.
Ia mengulurkan jarinya untuk membuka dan menerimanya. "Class Rep, ada apa?"
"Hari sudah siang; Aku akan menjemputmu untuk makan siang." Ia kemudian berkata, "Sedang hujan juga. Aku membawakanmu payung. Tetap di dalam dan tunggu aku di pintu."
Gu Nianzhi melihat ke luar dan memang sudah hujan tanpa ia sadari. Ia sedikit tersentuh. Lalu, ia beres-beres, turun, dan akhirnya melihat Wen Shouyi dengan penuh perhatian memegangi payung untuk He Zhichu, membungkuk untuk membukakan pintu belakang mobil agar He Zhichu bisa masuk. Gu Nianzhi mendecakkan lidahnya sendiri dan mengira bahwa Wen Shouyi bukanlah seorang asisten mengajar, tetapi lebih seperti seorang asisten rumah tangga.
Mercedes hitam He Zhichu mencipratkan air ketika melewati genangan air saat melaju di tengah hujan. Beberapa orang yang berdiri di depan perpustakaan dengan cepat bergerak untuk menghindarinya. Salah satunya adalah Mei Xiawen, yang sedang memegang payung abu-abu.