He Jichen kehilangan kendali. Jari-jarinya, yang mendekap Ji Yi dengan erat, tanpa ia sadari mulai membelai pinggang Ji Yi.
Tubuh ramping itu sedikit gemetar, persis seperti empat tahun yang lalu. Perlahan He Jichen membelai leher Ji Yi dengan jemarinya.
Hayalannya terhenti oleh reaksi Ji Yi. He Jichen tidak tahu apakah ini hanya sebuah mimpi, ataukah kenyataan. Yang ia tahu hanyalah ia tidak puas dengan sentuhan-sentuhan kecil saja. Ia ingin lebih
Sambil memikirkan hal itu, tangannya menyusup ke balik baju atasan Ji Yi, menyentuh buah dadanya.
Ji Yi seolah melawan, namun mungkin juga tidak. Benak He Jichen telah dipenuhi hasrat untuk memiliki gadis itu, hingga ia tak dapat lagi berpikir jernih. Ia menuruti hasratnya dan membiarkan tangannya meraba-raba di balik kemeja gadis itu.
Rasanya seperti malam itu, beberapa tahun silam. Kulit Ji Yi yang lembut menggodanya tanpa ampun. He Jichen tak dapat menahan diri dan membelai kulit Ji Yi dengan lebih cepat dan intens, seperti orang kelaparan. Napasnya mulai tersengal, dan sebelum ia menyadarinya, bibirnya telah mengecup kening Ji Yi, lalu dahinya. Kecupannya beralih ke kelopak mata Ji Yi yang tertutup, lalu jatuh ke bibirnya.
He Jichen tak berani memakai terlalu banyak tenaga karena kuatir bahwa semua itu hanya ilusinya saja. Dengan lembut ia menggesekkan tubuhnya ke Ji Yi, dan ia merasa bagai tersengat listrik. Ketika ia hendak bergerak lebih jauh, Ji Yi tiba-tiba berpaling dan menghindari bibirnya.
Mungkinkah ini nyata? Ini belum pernah terjadi dalam mimpinya. He Jichen lantas membalikkan badan, lalu menindih tubuh Ji Yi, dan mencium bibirnya.
He Jichen menciuminya dengan penuh gairah, tangannya mulai bergerak ke kerah baju Ji Yi, lalu mulai membuka kancingnya.
Ji Yi mengulurkan tangan untuk mencoba menghentikannya dengan segala cara, namun gadis itu tidak memiliki cukup tenaga. He Jichen dengan mudah menepis tangan Ji Yi, dan membuka kancing bajunya dengan lebih cepat.
Gadis itu semakin memberontak. Kakinya mulai menendang, dan kepalanya mengeleng begitu cepat hingga ciuman He Jichen hanya mendarat di udara.
Bahkan di dalam mimpi pun dia menghindariku?
He Jichen mendadak merasa sakit hati dan naik pitam. Ia berhenti membuka sisa kancing baju Ji Yi dan meraih kerah bajunya. Dengan sekali hentakan, ia merobek baju itu menjadi dua bagian. Dengan satu tangan, He Jichen memegang dagunya, lalu kembali menciumi bibir gadis itu dengan paksa. Kemudian dengan serampangan ia pun mulai menggerayangi tubuh Ji Yi yang tak lagi berbusana.
Samar samar dalam benaknya, He Jichen seolah mendengar isakan dalam suara Ji Yi. He Jichen menganggap itu sebagai halusinasinya saja, maka ia pun tak menghiraukannya. Ji Yi terus memberontak tanpa henti, semakin lama semakin kuat. Penolakannya membuat He Jichen kesal, dan semakin ingin memilikinya. Ia menegangkan rahangnya dan meninggalkan bekas memar ciuman yang tak merata, satu demi satu, di permukaan kulit Ji Yi yang putih bersih, sebagai hukuman atas penolakannya.