Ingatannya kembali pada kejadian empat tahun yang lalu.
...
Waktu itu malam minggu. Tidak ada kelas di sore maupun malam hari. Atas ijin dari ketua kelas, pengurus kelas mengadakan pesta makan malam untuk merayakan berakhirnya kehidupan SMA mereka.
Awalnya ketika masih ada guru yang hadir, tidak ada seorang pun yang minum minuman beralkohol, tetapi begitu sang guru pergi, para siswa memanggil pelayan dan memesan beberapa kerat bir.
Acara perpisahan memang menyedihkan. Seluruh siswa siswi dalam ruangan itu tidak lagi menahan diri saat semua gelas mereka terisi dengan bir.
Mereka semua melupakan semua kesedihan yang dialami selama tiga tahun terakhir begitu mengobrol tentang masa-masa indah yang berkesan. Bir yang dipesan segera habis terkonsumsi. Akhirnya, semua yang hadir, termasuk He Jichen, telah mabuk.
Para siswa sudah sangat mabuk, tapi mereka tetap minum dari satu botol ke botol selanjutnya.
Dengan kepala yang sangat pening, He Jichen mencari alasan meninggalkan ruangan dan menuju ke kamar mandi karena ia kuatir akan jatuh pingsan apabila terus minum.
Ia membasuh wajahnya, yang membuatnya sedikit lebih sadar. Sambil berdiri di lorong kelas, ia mengeluarkan sebatang rokok. Saat hendak menyalakan rokok, ia melihat Ji Yi keluar dari kamar mandi anak perempuan dengan sempoyongan.
Jarinya terhenti sebelum menekan pemantik. Belum sempat ia bicara, gadis itu telah tersenyum lebar padanya, lalu melenggang ke arahnya.
Ji Yi tampak mabuk berat, dia bahkan tidak dapat berdiri dengan tegak. Tubuh rampingnya meliuk ke kanan dan ke kiri. Kuatir gadis itu akan jatuh, He Jichen mengulurkan tangan untuk menopang tubuhnya.
Begitu berhasil berdiri, gadis itu berusaha berjinjit dan mendekatkan wajahnya ke He Jichen. Setelah menyapukan pandangan pada He Jichen dari atas ke bawah seakan mencoba mengingat siapa yang ada di hadapannya, sudut bibir gadis itu terangkat dan ia tersenyum konyol.
Ji Yi terkekeh, lalu cegukan dan menggumamkan kata "He." Kemudian, tubuhnya tersungkur ke dada He Jichen.
Dia tahu gadis itu jatuh pingsan.
Di atas restoran itu ada sebuah hotel, maka ia memanggil seorang pelayan untuk membantunya memesan kamar. Ia mengambil kunci kamar dan membopong Ji Yi ke lantai atas.
He Jichen membaringkannya di ranjang dan menyelimutinya, lalu hendak beranjak pergi. Akan tetapi, Ji Yi yang mabuk tiba-tiba menariknya, dan melingkarkan tangan ke lehernya.
Ia mencoba melepaskan tangan Ji Yi beberapa kali, namun gagal. He Jichen tidak berani menggunakan kekerasan, karena takut akan menyakiti gadis itu. Lagipula, ini adalah untuk pertama kalinya ia bisa berada begitu dekat dengan Ji Yi. Ia pun menyerah, dan membiarkan gadis itu mendekapnya.
Karena baru saja melewati masa puber, He Jichen sama sekali tidak berpikir macam-macam terhadap Ji Yi. Kebetulan, gadis itu juga baru melewati masa puber.
Ia pikir bahwa mereka berdua akan berbaring di ranjang itu dengan pakaian lengkap, dan tidur sampai pagi.
Tapi ia terlalu meremehkan pesona Ji Yi, dan terlalu memandang tinggi kendali dirinya ketika berada begitu dekat dengan gadis itu.
Bagaimana awal mula kejadiannya... He Jichen tidak ingat dengan jelas, sebab ia juga sama mabuknya dengan Ji Yi.
Mungkin ia yang bertindak terlebih dulu dengan menyentuh lehernya, lalu membelainya dengan lembut, atau Ji Yi-lah yang memulai dengan menarik pinggangnya. Mungkin ketika itu mereka berdua saling menginginkan satu sama lain.
Singkat kata, ketika pemuda itu tersadar, keduanya sudah tanpa busana.
Di saat seperti itu, bagaimana mungkin ia masih bisa berpikir jernih? Melihat kulit gadis itu yang mulus tanpa busana, tanpa ragu lagi, ia mencium bibir Ji Yi dengan penuh gairah.
Mereka tak menimbulkan suara. Baru ketika He Jichen membawa tubuh mereka menjadi satu, Ji Yi memekik kesakitan.