D-Dia menciumku...
Ketika pikiran itu memasuki benaknya, jantung He Jichen seakan berhenti berdetak.
Dia benar-benar menciumku... Bahkan meskipun Ji Yi sedang mabuk, He Jichen tak dapat menahan rasa shock yang menyerangnya dengan begitu hebat.
Dia tidak yakin sudah berapa lama dirinya terperangah, sepenuhnya tenggelam dalam kebahagiaan, tetapi ia merasakan sedikit rasa sakit dan kebas. Pemuda itu menahan napas sesaat sebelum akhirnya menyadari bahwa bibir Ji Yi masih menempel di bibirnya.
Kelembutan, dan rasa hangat dalam mulutnya ternyata adalah lidah Ji Yi.
Gadis itu sepertinya belum pernah berinisiatif untuk mencium seseorang sebelumnya, karenanya dia begitu serampangan, akan tetapi gadis itu tetap membuat jantung He Jichen berpacu tak beraturan. Suhu tubuhnya pun naik dengan cepat dan napasnya tersengal.
Tadi, di dalam kamarnya, ketika dia membopong gadis itu dari kamar mandi dan mengeringkan tubuhnya, gairah sudah timbul dalam hatinya. Dengan menyentuh tubuh Ji Yi dan melihat kulit putihnya, hasratnya terbangkitkan. Akan tetapi, khawatir membuat gadis itu takut, dia berusaha untuk melawannya.
Saat ini, Ji Yi melingkarkan lengan di lehernya. Gadis itu mengangkat wajahnya dan mendekatkannya pada wajah pemuda itu, kemudian bibirnya menyentuh dan menelusuri bibir He Jichen...
Ada rasa hangat dalam tubuhnya yang menjalar dari bibir menuju ke perutnya. Jari-jemarinya gemetaran dan kesadarannya semakin menghilang setelah berusaha melawan dengan susah payah. Ia berhenti berpikir apakah yang mereka lakukan itu pantas atau tidak; pemuda itu lalu menunduk dan mengecup bibir Ji Yi.
Mungkin dia terlalu keras menciumnya, karena gadis itu lalu mengeluh pelan.
Suaranya begitu merdu dan lembut, penuh dengan pesona sekaligus godaan yang membahayakan baginya.
Punggung He Jichen menegang sesaat. Detik berikutnya, bibirnya membayang di atas bibir gadis itu ketika lidah Ji Yi kembali menyentuh bibirnya.
Dalam pengaruh alkohol, gerakan Ji Yi jauh lebih lamban daripada biasanya. Setelah pemuda itu mengecup bibirnya, dia hanya tertegun sambil menatap He Jichen dan membiarkannya begitu saja.
Ketika ciuman He Jichen semakin menggebu, Ji Yi merasa kakinya lemas dan jantungnya berpacu semakin kencang. Gadis itu seolah kehilangan kekuatannya sehingga tangannya terasa lemas dan akhirnya jatuh dari pundak He Jichen menuruni lengannya.
Merasakan tubuh Ji Yi mulai merosot, maka ia pun menangkap pinggang gadis itu. Ia mendekapnya erat dan menarik wajahnya mendekat agar bibir mereka tak terpisah.
Dibandingkan dengan ciuman Ji Yi sebelumnya, kini ciuman mereka sungguh-sungguh.
He Jichen menciumnya dengan kuat, seakan menyedot jiwanya.
Meskipun gadis itu dalam keadaan setengah sadar, ia dapat merasakan napasnya mulai tercuri, sedikit demi sedikit. Sensasi itu menyesakkan dan membuatnya merasa tak nyaman, maka ia pun membuka mulutnya untuk menarik napas, namun itu hanya memberi He Jichen kesempatan untuk menciumnya lebih dalam lagi.
Ketika Ji Yi mengira ia akan mati kehabisan oksigen, ciuman He Jichen yang menggebu-gebu akhirnya berhenti.
Gadis itu menunggu He Jichen melepaskan bibirnya agar ia dapat menarik napas.
Bibirnya memerah karena ciuman barusan; aroma napas pemuda itu dan kehangatannya masih tertinggal.
Mata He Jichen memerah dan sorotnya membara. Jakunnya naik-turun, lalu ia menundukkan kepala dan mencium gadis itu lagi.