Sekilas kejengkelan melintas di matanya ketika dia mencoba mengambil bola kapas itu kembali dari dalam botol untuk beberapa kali, namun tidak berhasil mengeluarkannya. Kedua alisnya juga mulai bertaut, dan kekesalan di dalam matanya semakin menjadi.
Dengan susah payah, He Jichen mencoba menjepit bola kapas itu lagi, tetapi sekali lagi, ia gagal. Ji Yi, yang menjadi tidak sabar hanya dengan memperhatikannya, tidak berpikir dua kali dan mengulurkan tangannya untuk memegang tangan He Jichen yang menggenggam pinset.
Sentuhannya yang tiba-tiba itu bagaikan sengatan listrik bagi He Jichen sehingga tubuhnya seketika menegang. Setelah beberapa detik, dengan ragu dia mendongak menatap Ji Yi dengan rasa tak percaya.
Ketika pandangan mereka beradu, Ji Yi menyadari apa yang baru saja dilakukannya dan segera menarik jarinya dari tangan He Jichen. Matanya bergerak ke kiri dan ke kanan untuk beberapa saat dan wajahnya memerah. Merasa jengah, dengan perlahan dia berkata, "B-b-biar kubantu."
He Jichen menatapnya lekat tanpa mengucapkan satu katapun.
Ji Yi tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh He Jichen; dia tidak bisa menebak apakah pria itu membutuhkan bantuan ataukah tidak, sehingga ia tidak berani mengulurkan tangan lagi. Setelah beberapa saat, karena He Jichen tidak merespon, dia menganggap bahwa pria itu tidak butuh bantuannya. Namun tiba-tiba terdengar He Jichen berkata: "Terima kasih."
Terima kasih?
Apakah dia menerima bantuanku?
Ji Yi mengangkat pandangannya dan menyadari bahwa He Jichen mengulurkan tangan, menyerahkan pinset padanya.
Tanpa mengatakan apapun, gadis itu segera mengambil pinset itu. Ia lalu mencelupkan kapas ke dalam alkohol dan meletakkannya pada luka di telapak tangan He Jichen.
Karena tidak mudah mensterilkan lukanya, Ji Yi mengulurkan tangan lainnya untuk memegang tangan kanan He Jichen agar tidak bergerak.
Bulu matanya sesaat bergetar ketika jari-jari mereka bersentuhan. Setelah sekitar tiga menit kecanggungan itu berlangsung, Ji Yi memaksakan dirinya untuk tenang. Dengan hati-hati dia mensterilkan luka He Jichen.
Setelah selesai membersihkan luka-lukanya, Ji Yi meletakkan pinset kembali ke meja samping. He Jichen lalu menunjuk pada botol obat di atas meja. "Itu obat olesnya," He Jichen mengingatkan.
Ji Yi bergumam "Oh" lalu mengambil botol obat dan membaca petunjuk penggunaannya sebelum membuka tutup botol. Dia menuangkan isinya sedikit-demi sedikit, lalu mengoleskannya ke telapak tangan He Jichen.
Khawatir obatnya akan tergesek habis sebelum meresap ke dalam luka, maka gadis itu segera mengambil perban dan membalut lukanya hingga beberapa kali. Ketika merasa yakin bahwa lukanya sudah tertutup rapi, Ji Yi merobek ujung perban dan dengan pelan berkata, "Aku khawatir perbannya akan terbuka, jadi kuikat kuat untukmu. Kalau ingin melepas perban, kau bisa langsung mengguntingnya."
He Jichen berkata pelan "Mhm."
Lagi, Ji Yi tidak langsung menjawab. Setelah dengan hati-hati memastikan perbannya aman, dia akhirnya berkata, "atau kau bisa meminta asisten Chen untuk membantumu."
Kali ini, He Jichen tidak bersuara.
Ji Yi memeriksa tangan pemuda itu untuk memastikan tidak ada perban yang longgar, kemudian mendongak. Dia baru saja hendak berkata "Semua sudah baik" ketika menyadari bahwa He Jichen sedang memandanginya dengan terkesima.
Jantung gadis itu seakan meloncat dari rongga dadanya dan kata yang hendak diucapkannya mendadak menghilang begitu saja.
Bukannya dia tidak menyadari betapa menawannya He Jichen, tetapi ketika pandangan mereka bertemu, dia masih merasa terkesima oleh wajahnya yang rupawan.
Ji Yi tidak pernah menyadari bahwa matanya begitu sempurna dan sulit mengalihkan pandangan dari sepasang mata itu. Ada kejernihan dalam kedalaman matanya yang seluas langit berbintang, dan cahaya terang yang dengan mudahnya memikat orang yang memandanginya...