Ji Yi tidak yakin berapa lama dirinya dan He Jichen saling bertatapan. Baru ketika kakinya mulai kram setelah lama berjongkok, ia tersadar.
Dia ternyata masih menggenggam tangan He Jichen. Dia belum melepaskannya…
Ji Yi segera mengalihkan pandangannya dari He Jichen dan dengan canggung melepas genggaman jemarinya.
Ketika kelembutan tangan Ji Yi menghilang, He Jichen mengerutkan kening dan spontan menunduk melihat tangannya yang diperban.
Dia memandangi jari-jarinya yang kosong untuk beberapa saat sebelum akhirnya tersadar.
Ketika Ji Yi mengoleskan obat pada tangannya, dia menatap wajah serius Ji Yi dengan terpana…
He Jichen diam-diam menarik napas dalam-dalam sambil menekan gelombang perasaan yang bergejolak di dadanya. Ketika itulah dia mendongak menatap Ji Yi.
Gadis itu sepertinya merasa jengah, kepalanya tertunduk, memperlihatkan samar warna kemerahan di lehernya yang putih.
Suasana di dalam kamar menjadi agak canggung sejak mereka bertukar pandang.
He Jichen menundukkan pandangannya dan untuk beberapa saat berpikir keras. Kemudian ia mencoba untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka "Kau…datang mencariku?"
"Aku-Aku-Aku-…" Ji Yi, yang belum memikirkan alasan yang tepat, merasa sangat tercengang mendengar pertanyaan He Jichen. Dia tergagap cukup lama sebelum pandangannya tertuju pada kantung berisi makanan di atas meja. Untuk menyamarkan kegugupannya, dia memberikan kantung itu kepada He Jichen. "…Aku datang mengantar makanan!"
"Mengantar…makanan?" He Jichen tertegun mendengar perkataan Ji Yi.
Melihat reaksi He Jichen, Ji Yi menyadari apa yang baru saja dia katakan.
Karena melihat pemuda itu tidak makan dengan baik di restoran tadi, dia memesan satu porsi nasi goreng telur dan mengantarnya ke kamar He Jichen. Tetapi karena mereka tidak terlalu dekat, dia sempat ragu beberapa saat di depan pintu kamarnya, ragu apakah harus mengetuk pintu... Pada akhirnya, Ji Yi berhasil mengucapkan apa yang sebelumnya ingin dia katakan …
Ji Yi buru-buru menjelaskan tindakannya: "…Malam tadi, aku melihat kau tidak cukup makan di restoran, jadi…"
Sebelum selesai menjelaskan, Ji Yi mendadak berhenti bicara.
Jauh di dalam lubuk hatinya, dia merasa ingin sekali menggigit lidahnya sendiri.
Ji Yi berusaha menjelaskan maksudnya agar tidak terlihat bodoh, tetapi mengapa semua jadi semakin kacau ketika dia berusaha untuk mengatakannya…
Gadis itu menundukkan kepala lebih rendah lagi. Bukan hanya lehernya yang berubah merah, tapi kini kedua telinganya juga berwarna merah.
He Jichen menatap Ji Yi dan hatinya seketika menjadi lembut; perasaannya menjadi kacau balau.
Meskipun Ji Yi sedikit tergagap ketika bicara, dia mengerti bahwa Ji Yi mengatakan kalau gadis itu melihatnya kurang makan di restoran tadi, maka dia datang khusus untuk mengantarkan makanan untuknya…
Apakah itu berarti dia mengkhawatirkanku?
Sebuah kebahagiaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata memasuki hati He Jichen. Dia menatap mata Ji Yi dengan kehangatan yang mengejutkan, dan dengan suara yang sangat lembut dia berkata: "Kau… datang hanya untuk hal itu?"
"Tidak, tidak, tidak!" Tanpa ragu sama sekali, Ji Yi menyangkalnya dengan mengatakan "Tidak" tiga kali berturut-turut.
Cahaya di mata He Jichen sedikit meredup.
Ji Yi mengepalkan tangannyai; dia sama sekali tidak menyadari perubahan di wajah He Jichen. Dengan segala daya, dia memutar otak untuk beberapa saat sebelum akhirnya menemukan alasan mengapa dia menemui He Jichen. Ji Yi akhirnya berkata, "Aku datang untuk meminta maaf!"