Wajah wanita itu menunjukkan berbagai emosi saat melihat silet itu, dan ia mundur satu langkah.
Silet itu jatuh ke tanah, menimbulkan bunyi dentingan pelan, sehingga hanya mereka yang berada cukup dekat yang bisa mendengarnya. Semua orang menoleh pada asal suara dan melihat silet yang direkatkan pada kostum itu. Keterkejutan tampak di mata setiap orang. Bahkan ada yang tidak dapat menahan diri dan berbisik, "Mengapa ada silet di dalam kostumnya?"
Sebelumnya, Qian Ge dan manajernya berjalan ke arah sebuah payung besar untuk berteduh yang terletak tak jauh dari tempat itu, tak begitu lama setelah He Jichen datang. Mereka kini berjalan menuju kerumunan orang dan berhenti di samping asisten sutradara.
Ketika mendengar keributan itu, Qian Ge langsung menoleh ke arah kaki penanggung jawab kostum. Wajahnya dipenuhi keheranan saat melihat penampakan sebilah silet di sana.
Dia memang menyuruh seseorang untuk merusak kostum Ji Yi, tapi dia tidak pernah menyuruhnya meletakkan silet di sana… Mungkinkah manajernya melakukan hal itu atas pemikirannya sendiri?
Detik berikutnya, Qian Ge menoleh pada sang manajer yang berdiri di sebelahnya. Ia juga terlihat kebingungan.
Pada saat yang bersamaan, pandangan sang manajer pun beralih dari pisau itu kepada Qian Ge, dan untuk sesaat, mereka berdua terlihat sangat kebingungan.
Mereka sudah bersama-sama dalam waktu yang lama, maka ada beberapa hal yang tidak perlu diucapkan di antara mereka karena mereka sudah saling memahami.
Qian Ge menyadari bahwa manajernya juga tidak bertanggung jawab atas masalah ini. Dalam hati, mereka berspekulasi bahwa seseorang telah meletakkan silet itu di sana.
Merasa bosan berdiri di hadapan mereka, He Jichen mundur dua langkah, lalu bersandar pada tiang pagar istana yang terbuat dari giok berwarna putih.
Saat ini dia terlihat lebih tenang, tak ada emosi di wajahnya. Pemuda itu menarik rokok dari saku baju dan menyalakannya dengan acuh tak acuh.
He Jichen tidak menghisap rokoknya, namun menjepitnya di sela jari dan bermain-main dengan rokok itu.
Ketika abu rokok berjatuhan, dia mengangkat tangan dan menjentikkannya pada tong sampah di sampingnya.
Dengan jatuhnya abu rokok itu, He Jichen mendongak memandang penanggung jawab kostum di depannya.
Wanita itu masih menundukkan kepalanya menatap silet yang tertempel pada kostum itu.
He Jichen menundukkan pandangan dan menatap rokok yang menyala di sela jari-jarinya. Kemudian, seakan sudah kehilangan seluruh kesabarannya, ia tiba-tiba bertanya, "Aku bertanya padamu untuk yang terakhir kalinya. Kostum iniꟷselain kau sendiri, apakah memang tidak ada orang lain yang menyentuhnya?"
Dia tidak menunggu penanggung jawab kostum itu untuk menjawab, bibirnya mencibir seakan sebuah ide baru melintas di benaknya dan berbicara lagi: "Ada yang harus kuberitahukan padamu saat ini juga... Aku tidak suka orang yang membohongiku, jadi sebaiknya kau berpikir dengan hati-hati sebelum menjawab pertanyaanku!"
Suaranya tidak terdengar serius, maupun ramah, tidak juga diucapkan dengan cepat ataupun lambat. Namun di balik ucapan itu, terpancar suatu keangkuhan tanpa emosi.
Penanggung jawab kostum itu mulai gemetaran.
Semua kostum di lokasi syuting dijahit secara khusus. Khawatir bahwa syuting akan tertunda apabila kostumnya hilang atau rusak, maka dia sendirilah yang bertanggung jawab penuh atas semua kostum yang ada.
Tanpa ijin darinya, tidak ada seorang pun yang boleh menyentuh kostum itu selain para aktor dan aktris yang akan mengenakannya saat tiba waktunya syuting. Akan tetapi, dia jugalah yang menerima suap dan berbuat macam-macam dengan kostum Ji Yi. Orang itu jelas menyuruhnya untuk mempermalukan Ji Yi, tetapi tidak pernah menyuruhnya untuk meletakkan silet di dalam kostum itu …
Jika dia menyebut nama mereka, dia akan kehilangan uangnya dan tidak ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi padanyaꟷdia bahkan mungkin dipecat dari tim produksi.
Si penanggung jawab kostum itu mengendurkan genggaman pada pakaiannya, kemudian kembali mencengkeramnya dengan kencang. Dia mengulangi hal ini beberapa kali sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya di depan He Jichen. "Tidak, selain saya, memang tidak ada orang lain …"