Rokok di sela jari-jari He Jichen dijepit sampai bentuknya tidak karuan. Tanpa menoleh sedikitpun pada si penanggung jawab kostum, pandangannya tertuju pada asisten sutradaranya, "Asisten sutradara, telepon polisi!"
Sang asisten sutradara terkejut mendengar perintah He Jichen yang tiba-tiba itu. "Telepon polisi?"
"Ya! Dan sekalian waktu kau melakukannya, panggil pengacaraku kemari, bawa Ji Yi untuk memeriksakan lukanya, dan bersiap-siaplah untuk mengajukan tuntutan ke meja hijau!" Setelah selesai berkata demikian, He Jichen menoleh dan menunduk menatap wanita penanggung jawab kostum itu, "Karena kau adalah satu-satunya orang yang menyentuh kostum ini, kau adalah tersangka utama. Tidak ada yang punya waktu mendengarkan keseluruhan ceritamu, simpan saja untuk nanti di depan polisi!"
He Jichen lalu berbalik dan melangkah menuju tangga untuk menjemput Ji Yi dari istana dan meninggalkan tempat.
Mendengar kata-kata "telepon polisi", "pengacara", dan "tuntutan", wanita penanggung jawab kostum itu mendadak berteriak sebelum He Jichen sempat melangkah lebih jauh, "Direktur He, saya tidak meletakkan pisau itu di sana! Direktur He, saya tidak ada hubungannya dengan hal ini!"
Karena tidak mendengar jawaban yang ingin ia dengar, pemuda itu tidak memperlambat langkah kakinya.
Sang asisten sutradara di sampingnya sudah menelepon "110", sesuai perintah He Jichen.
Wanita penanggung jawab kostum itu tidak lagi peduli akan uangnya, ataupun jika dia dipecat dari tim produksi saat itu juga. Dia hanya tidak ingin pergi ke kantor polisi. Melihat He Jichen tidak berniat untuk berbalik, wanita itu mengejarnya. Akan tetapi, langkah kaki pemuda itu sangat lebar, sehingga dia harus berusaha keras untuk dapat mengejarnya. Akhirnya, dia terpaksa berteriak, "Direktur He, saya sungguh tidak ada hubungannya dengan hal ini! Qian Ge Jie yang melakukannya! Asisten Qian Ge Jie, Xiao Ying, yang melakukan ini pada kostumnya. Dia-lah yang menyabotase kostum Ji Yi!"
Langkah He Jichen mendadak terhenti.
Seisi lokasi syuting berubah hening.
Semua gerakan terhenti, situasi itu layaknya sebuah gambar. Setelah satu menit penuh, semua pasang mata tertuju pada Qian Ge.
Ada kilau keheranan di beberapa pasang mata, sedangkan lainnya dipenuhi rasa tak percaya.
Punggung He Jichen membelakangi semua orang ketika dia berdiri di sana dalam keheningan selama dua detik sebelum perlahan berbalik. Dia menapaki anak tangga satu-demi satu, kembali melangkah turun.
He Jichen sampai pada anak tangga terakhir dan pandangannya menyapu daerah di sebelah kiri dan kanannya sampai ia menemukan wajah Qian Ge.
Pemuda itu lalu bergegas menghampirinya.
Langkah kakinya tidak terlalu cepat, dan dia juga tidak menunjukkan ekspresi pada wajahnya, tetapi caranya menatap mata Qian Ge sangatlah garang. Tatapannya membuat wanita itu gemetar ketakutan.
Tanpa sadar wanita itu menahan napasnya sembari bersiap-siap hendak melarikan diri. Akan tetapi, kakinya tidak mau bergerak, seakan terpaku ke tanah.
Semakin pemuda itu mendekat, semakin terasa berat hati Qian Ge.
Ketika pria itu berdiri sekitar setengah meter darinya, Qian Ge jelas merasakan hawa dingin yang menyeruak dari tubuh pria itu. Rasa takut menjalar dari telapak kaki wanita itu ke seluruh tubuhnya.
He Jichen menatap dingin ke dalam mata Qian Ge seraya melontarkan beberapa patah kata sederhana yang sarat dengan ancaman. "Kau berbuat sejauh itu untuk menyakitinya lagi?"
Nada suara He Jichen tidaklah keras ataupun pelan, akan tetapi dia terdengar sangat menakutkan ketika mengucap kata "lagi".
Kata-kata He Jichen laksana gelegar guntur yang menggetarkan jiwa setiap orang yang ada di sana.
Lagi?
Apakah mungkin itu berarti bahwa… Qian Ge pernah melukai Ji Yi sebelumnya?
Kecurigaan muncul di benak semua orang di sana.
Pertanyaan He Jichen membuat tubuh Qian Ge gemetar.