Apa kau tahu? Ji Yi...Setiap hari, hatiku selalu menemukan seribu, tidak, sejuta alasan untuk menemuimu, tetapi aku sama sekali tidak punya hak untuk menemuimu.
He Jichen merasakan duka yang mendalam mulai tumbuh, sedikit demi sedikit dari dalam hatinya.
Ia terlihat tenang seakan tidak merasa terganggu oleh pikiran-pikiran itu sama sekali, namun kedua tangannya mengepalkan tinju.
Ia berusaha keras menahan diri agar tidak kehilangan kendali emosinya di dalam pesawat.
Bahkan ketika kuku-kukunya menusuk telapak tangannya, tidak ada tanda-tanda bahwa dia akan menjadi tenang. Butuh waktu cukup lama sampai rasa sakit dan kesedihan dalam hatinya mulai berkurang sebelum akhirnya dia membuka genggaman tangannya. Ia merasa telapak tangannya sedikit lengket, maka ia pun menunduk dan melihat ada tetes-tetes darah dari kukunya yang baru saja menusuk telapak tangannya.
-
Karena obat yang dioles di kakinya, Ji Yi tidak bisa mandi. Ia menunggu hingga sang dokter, wanita dan pria itu pergi sebelum terpincang-pincang ke kamar mandi untuk sekedar membersihkan diri, lalu kembali berbaring di ranjang.
Saat itu sudah jam dua dini hari, tetapi Ji Yi tidak mengantuk. Dengan ponsel di tangan, sebelum ia menyadari apa yang ia lakukan, jari-jemarinya membuka WeChat dan mengetikkan nama "He Yuguang."
"Mereka adalah temanku. Aku meminta mereka untuk membantumu kembali ke hotel." Ketika Ji Yi bertemu dengan pria dan wanita itu, ia mengirimkan pesan yang berbunyi, "Aku melihat mereka."
Sampai saat ini, He Yuguang belum memberinya pesan balasan.
Sekitar empat-puluh lima menit telah berlalu. Mungkinkah dia sudah tidur?
Ji Yi menggigit jarinya dan menatap layar ponselnya untuk beberapa saat sebelum mengetik sebaris pesan dan mengirimnya. "Kak Yuguang, aku sudah sampai dengan selamat di hotel. Mereka memanggil dokter untuk merawat lukaku."
Setelah sesaat, Ji Yi menambahkan, "Mereka sudah pergi sekarang."
Setelah sekitar lima menit, Ji Yi melihat bahwa "He Yuguang" masih belum menjawab pesannya, maka ia menelusuri Weibo dalam ponselnya untuk melewatkan waktu. Ia memeriksa Moments-nya sembari memperhatikan bahwa "He Yuguang" masih diam hingga dua setengah jam kemudian, maka ia pun membuka percakapan WeChat mereka dan menemukan satu topik terakhir untuk dibicarakan. "Kak Yuguang, aku harus tidur sekarang, terima kasih untuk malam ini."
"He Yuguang" masih tidak membalas. Ji Yi, yang tidak mengantuk, menggeser layar dan membaca semua pesan antara dirinya dan "He Yuguang" dari saat mereka pertama bertemu kembali, sampai hari ini.
Ketika selesai, Ji Yi merasa belum mengantuk, maka ia pun membaca kembali percakapan mereka dari awal hingga akhir lagi. Sampai ke sepertiga bagian ke bawah, kelopak matanya mulai terasa berat, dan ia melawan rasa kantuk untuk membaca sepuluh baris lagi. Kemudian kelopak matanya menutup, dan ia membiarkan kantuk menguasainya.
Layar ponselnya tidak terkunci, maka cahaya dari layar ponsel yang terang menyinari raut wajahnya, membuatnya terlihat damai dan begitu cantik.
Karena belum benar-benar tertidur, ingatannya berkelana pada kalimat yang ia baca sekitar satu bulan yang lalu di ruang kerja apartemen "He Yuguang": "Kuharap kau akan terus tersesat dan datang kepadaku." Kalimat itu menjadi semakin jelas di benaknya, dan ia teringat ketika duduk sendirian di pinggir jalan di kota tua ini sambil mendengarkan panggilan telepon tanpa suaranya beberapa jam yang lalu.
Ia tidak dapat menahan seulas senyum yang merekah di bibirnya.
Karena sudah cukup lama sejak ponselnya disentuh, layarnya terkunci secara otomatis.
Seiring dengan kesadarannya yang mulai tenggelam ke dalam kegelapan, ia pun tertidur.