Ketika Ji Yi melangkah keluar dari kampus dan berdiri di tepi jalan untuk memanggil taksi, sebuah mobil melaju dari gerbang kampus. Karena hari itu mereka mulai libur musim dingin, jalan di depan kampus macet. Ketika mobil itu sampai di samping Ji Yi, sang pengemudi mengerem mendadak, mengikuti mobil di depannya.
Ban mobil berdecit di atas aspal, menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Ji Yi sontak mengalihkan pandangan dari ponselnya dan memandang mobil yang ada di depannya.
Dari tampilan luarnya, ia menyadari mobil itu adalah Audi, tetapi Ji Yi tidak terlalu memperhatikannya dan kembali melihat ke arah ponselnya.
Satu menit kemudian, jendela penumpang depan mobil Audi itu terbuka, dan sesuatu dilempar dari dalam mobil, lalu mendarat di tempat sampah di samping Ji Yi.
Ji Yi sangat terkejut dan ketika melirik tempat sampah, ia menyadari bahwa yang dilempar adalah puntung rokok yang sudah dimatikan. Gadis itu lantas menoleh dan melihat mobil di depannya itu dengan lebih seksama.
Di tengah jalanan yang macet, mobil itu hanya mampu maju sedikit, dan Ji Yi kebetulan melihat bagian dalam mobil melalui kaca depannya.
Memakai trench coat warna hitam, seorang pria muda duduk di kursi pengemudi dengan rokok di tangan. Ia meletakkan rokok itu di mulutnya, lalu menyalakannya dengan sebuah pemantik api.
Ji Yi tentunya sangat mengenal wajah pria yang tampan dan mempesona itu.
Ji Yi menatap wajahnya untuk beberapa saat sebelum pandangannya jatuh pada gelang merah di pergelangan tangannya yang ada di kemudi.
Setelah berpisah dalam situasi yang buruk malam itu di hotel Four Seasons, ini adalah untuk yang pertama kalinya ia melihat He Jichen...
Meskipun sudah lebih dari dua puluh hari semenjak semua itu terjadi, Ji Yi tetap tidak dapat menahan diri dan mengatupkan bibirnya.
He Jichen menarik rokok dari mulutnya, mungkin karena menyadari bahwa seseorang sedang memperhatikannya. Ia menoleh dari balik kepulan asap rokok, memandang dari balik kaca mobilnya.
Ketika Ji Yi mengalihkan pandangan dari gelang merah di pergelangan tangan He Jichen, secara kebetulan mereka bertemu pandang.
Punggung Ji Yi mendadak menegang, dan jemarinya yang memegang ponsel menjadi kaku.
He Jichen tidak menyangka bahwa ia akan berpapasan dengan Ji Yi di sana, maka kedua matanya terbelalak kaget. Kemudian ia teringat bahwa Ji Yi tidak menyukai asap rokok, dan tanpa berpikir dua kali, secara spontan dia mematikan rokok yang sempat ia nyalakan.
Wanita muda yang berdiri di luar mobilnya itu kemudian mengalihkan pandangan darinya begitu saja, seakan dia adalah orang asing. Ia membawa koper kecil di samping kakinya, berjalan memutar lewat belakang mobilnya, dan menyeberang jalan melewati deretan mobil yang terjebak macet di jalanan.
Jari He Jichen gemetar ketika memencet rokoknya. Pemuda itu otomatis membuka pintu mobil dan keluar.
Di antara mobil-mobil itu, ia melihat Ji Yi dengan susah payah mengangkat koper dan naik ke dalam bus yang kebetulan berhenti..
Bus itu memiliki jalur sendiri yang tidak macet, maka bus itu lalu melaju cepat, hingga menghilang dari pandangannya.
He Jichen bersandar di mobilnya untuk waktu yang lama sebelum tersadar dari lamunan. Ia menoleh ke arah di mana Ji Yi tadi berdiri lama menunggu taksi.
Apakah dia tidak jadi menunggu taksi dan memilih naik bus karena melihatku?
Semua itu terjadi beberapa waktu yang lalu, tetapi dia masih marah padaku?
Tentu, sudah sepantasnya gadis itu marah padanya. Sudah cukup buruk karena dia tidak mempercayai Ji Yi, tetapi ia lantas mempermalukan Ji Yi sedemikian rupa... He Jichen tak mampu menghadapi Ji Yi, meminta maaf, atau memohon agar Ji Yi mau memaafkannya.
Dengan tak bergeming He Jichen memandang tempat kosong itu seperti patung.