Chereads / Sinarnya yang berkilauan dan menyesakkan / Chapter 92 - Ciuman untuk Makan Gratis (2)

Chapter 92 - Ciuman untuk Makan Gratis (2)

Dengan menatap ekspresi Shi Guang, pelayan itu bertanya dengan curiga, "Atau jangan-jangan Anda berdua bukan pasangan? Kalau bukan, Anda berdua tidak akan bisa mendapatkan makan gratis."

Shi Guang dengan cepat menjawab, "K-kami pasangan!"

Di satu sisi, promosi makan gratis itu bisa menyelamatkan kebutuhan sehari-harinya. Di sisi lain, ia dan Lu Yanchen harus berpura-pura berpacaran dan berciuman.

Yang mana yang akan dia pilih?

Pilihannya jelas sekali—tentu saja makan gratis.

Ia bukannya tidak pernah mencium Lu Yanchen sebelumnya, dan bukannya rugi baginya kalau mencium pria itu lagi.

Tiba-tiba, suara tawa yang samar terdengar di telinga Shi Guang—suara Lu Yanchen sejernih dan setajam suara air sungai yang mengalir. Tapi Shi Guang bisa merasakan sedikit nada mengejek di tawa itu.

Ia merasakan wajahnya memanas.

Ia menoleh untuk melemparkan pandangan suram ke arah Lu Yanchen, seakan berkata, 'Kau pikir aku mau berpura-pura berpacaran denganmu dan menciummu? Ambil saja tagihannya kalau kau bisa!'

"Kameranya di sini! Anda berdua bisa memberikan ciuman yang paling romantis!"

Shi Guang melirik pelayan itu, lalu ke arah Lu Yanchen.

Melihat Lu Yanchen masih duduk dan sama sekali tidak terlihat mau bekerja sama dengannya, Shi Guang pun menarik pria itu.

Lu Yanchen lalu berdiri, namun masih tidak berniat melakukannya.

Shi Guang pun menariknya lagi, lalu melihat ke arah pelayan itu sebelum memilih sudut foto yang pas. Ia sedikit gugup; keyakinan di wajahnya membuatnya terlihat seperti pejuang pemberani yang menghadapi perang membara di hadapannya.

Lu Yanchen menatapnya seperti sedang menonton pertunjukan. Selagi menatapnya, Lu Yanchen perlahan mulai menunduk.

Shi Guang bisa merasakan napas Lu Yanchen di sekitar hidungnya, dan aura yang aneh pun terasa di sekelilingnya—ia nyaris bisa melihat bulu mata Lu Yanchen bergerak.

Shi Guang melirik pelayan itu sebelum berbisik pada Lu Yanchen, "Y-yah… Aku sudah memilih sudutnya. Buat saja seakan kita menempel kalau dilihat di kamera!"

Tepat saat Shi Guang selesai mengatakannya, lekukan bibir Lu Yanchen membeku sejenak dan pandangannya berubah dingin dan tajam seperti tombak es, membuat suhu di sekeliling mereka terasa jatuh beberapa derajat.

Shi Guang bisa merasakan merinding di sekujur wajahnya karena malu.

Mata Lu Yanchen terpaku pada Shi Guang dengan tatapan yang sangat dalam, seakan pria itu bersikeras untuk melihat menembusnya.

Shi Guang bisa merasakan ia hampir mati kehabisan napas. Tepat ketika Shi Guang berpikir untuk mendorong Lu Yanchen, pria itu menundukkan badannya ke arahnya, menempelkan bibirnya dengan yakin di bibir Shi Guang.

Mata Shi Guang membelalak kaget.

Sebelum Shi Guang bisa melakukan apa-apa, Lu Yanchen sudah melepaskannya.

Pria itu lalu melayangkan tatapan dalam ke arah Shi Guang, yang masih tercengang, sebelum berbalik dengan elegan dan melangkah pergi.

Shi Guang hanya bisa melihat ke arah pelayan yang memfoto mereka, yang kini sedang tersenyum lebar. "Begitu juga bisa! Semoga hari Anda menyenangkan, dan kami menantikan kunjungan Anda selanjutnya!"

Lu Yanchen berjalan lebih dulu, sementara Shi Guang mengikuti di belakangnya dengan canggung.

Shi Guang ingin pergi diam-diam dan sejauh-jauhnya. Lagipula, yang baru saja terjadi terlalu memalukan. Tapi kalau ia menghilang begitu saja, akan terlihat seperti ia merasa bersalah, dan sangat terpengaruh oleh insiden tadi.

Sesampainya di mobil Lu Yanchen, kepala Shi Guang sudah dipenuhi pemikiran betapa ia akhirnya terbebas.

Ia lalu berhenti. Baru saja setelah berpikir akan berpamitan dengan Lu Yanchen, pria itu menatapnya dingin melalui kedua matanya yang hitam legam, dan berkata dengan nada dingin pula, "Kenapa kau malah mematung di sini?"

"Ah…," Shi Guang masih tidak dapat bereaksi.

"Kau tidak mau masuk?" Lu Yanchen sedikit meninggikan suaranya.

Shi Guang terkesiap sekali lagi, dan bertanya dengan ragu, "Masuk ke mobil?"

Mereka sekarang berada agak jauh dari tempat tinggal mereka. Shi Guang tidak berkendara ke sana; ia datang dengan memesan Didi. Tapi bahkan biaya perjalanannya sudah 100 yuan.

Ia ragu-ragu untuk sejenak, sebelum menggigit bibir dan menggeleng, "Tidak usah."

"Masuklah!"

"Aku bisa memesan kendaraan untuk pulang!"

Walaupun ekspresi di wajah Lu Yanchen dingin, nada suaranya melembut, "Jangan bercanda."

Shi Guang membeku.

Dulu sekali, setiap kali ia bertingkah manja, Lu Yanchen selalu menjawab dengan pasrah, "Jangan bercanda."

Itu adalah cara Lu Yanchen menyerah, karena nada suaranya selalu berubah penuh cinta: halus dan memanjakan.