Shi Guang lalu terkekeh lagi, "Baiklah, kita berdua harus berhenti saling memuji. Kalau orang lain mendengar, mereka mungkin akan tertawa lebar-lebar. Aku tahu kau hanya menggodaku tadi. Kalau kau masih tidak mau ikut ke pantai denganku dan mau bersikap canggung saja, aku bisa berpikir kau masih punya perasaan padaku, oke?"
Ketika mendengarnya, wajah Lu Yanchen berubah menjadi sangat aneh; ia menggigit bibirnya tanpa mengatakan apapun, dan hanya menatap Shi Guang.
Tatapan dan ekspresinya terlihat seperti berpikir keras.
Segelap langit malam, mata Lu Yanchen tidak mungkin terbaca emosinya.
Ekspresinya sama dinginnya dan sama tak acuhnya—tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan emosinya sebenarnya.
Tapi Shi Guang sepertinya bisa menerka sesuatu dari penampakan itu, sesuatu yang tidak menyenangkan. Ia terlihat marah, seperti akan tiba-tiba mencekiknya sampai mati.
Glek!
Shi Guang menelan air liurnya—ia sepertinya telah mengatakan sesuatu yang salah. Tapi Lu Yanchen-lah yang telah memulai pembicaraan itu.
Ia menutup pembicaraan dan berusaha mengembalikan topik menjadi tentang pantai lagi.
"Apa kau sadar sekeliling Pantai Lei ini terlihat bagus? Tidak hanya airnya yang bersih, lihatlah di kejauhan! Pegunungan di sana terlihat hijau dan asri! Ditambah dengan langit yang biru, pemandangan ini luar biasa! Ayo jalan-jalan! Suasana hatimu pasti akan membaik."
"Kau ingat, kau pernah bilang…," Lu Yanchen memotong perkataan Shi Guang dengan tatapan dalam, "...ketika seorang wanita terus mengoceh tanpa henti, itu artinya dia berharap kau menciumnya."
Kata-kata itu membuat Shi Guang merasa seperti ada batu raksasa yang menekan jantungnya.
Rasanya sangat menekan dan tidak nyaman.
"A-aku… Aku…," Shi Guang terbata-bata untuk waktu yang lama sebelum menurunkan volume suaranya dan menyelesaikan kalimatnya. "B-bukan itu maksudku sekarang. Aku pelatihmu, jadi sudah pasti aku akan lebih banyak bicara. Itu karena aku ingin mengajarmu! Kau harusnya khawatir kalau aku tidak bicara sama sekali! Kalau kau benar-benar tidak ingin jalan-jalan, kita bisa duduk di pantai dan kembali setelah kita…,"
Lu Yanchen menatapnya dengan malas dan mulai berjalan tanpa menunggunya selesai bicara.
Ketika menyenggolnya, Shi Guang membeku sejenak.
'Dia setuju!'
Ia lalu buru-buru mengejarnya.
Lu Yanchen tidak berjalan ke tepi laut dan malah mengarah ke sebuah restoran di tepi pantai.
Karena ini bukan jam makan, tidak banyak orang di dalam restoran itu. Ia duduk di meja yang menghadap ke laut; ia bisa melihat lautan hanya dengan menolehkan kepalanya.
Walaupun ini bukan jenis kontak dekat dengan laut seperti yang diharapkan Shi Guang, itu masih berada dalam jarak dekat.
Shi Guang berpikir sejenak.
'Karena ini kali pertamanya, akan kubiarkan dia duduk di sana. Setelah itu, selangkah demi selangkah.'
Duduk di hadapannya, Shi Guang memperhatikan Lu Yanchen memilih menu. "Ide bagus kalau kau duduk di sini! Meminum sesuatu sambil melihat ke arah laut mungkin bisa mengalihkan perhatianmu."
Lu Yanchen tidak menjawab, dan hanya menunjuk ke arah menu dan memberitahukannya pada pelayan.
Karena tidak banyak pelanggan di sana, pesanannya diantarkan dengan sangat cepat. Tidak lama kemudian, meja itu dipenuhi berbagai macam makanan laut, membuat mata Shi Guang bersinar cerah.
Kepiting dan lobster mini itu sangat merah dan besar!
Tiram dengan cangkang yang masih tertutup!
Dan kerang! Kerang itu…!
Penampakannya saja sudah sangat lezat dan bisa membuat seseorang mati saking inginnya!
Walaupun air liurnya tidak menetes dari bibirnya, perut Shi Guang berbunyi.
Ia lalu melihat ke arah Lu Yanchen—pria itu sudah mengambil sumpitnya dan mulai makan tanpa berniat mengajaknya juga.
Kalau pria itu mengajaknya makan, harusnya Shi Guang pun menolaknya. Dan karena dia tidak mengajak, Shi Guang tentu saja tidak boleh berinisiatif untuk makan.
Tapi dengan semua makanan itu, bisakah ia menghabiskannya?
Tanpa makanan untuk dimakan, melihatnya saja membuat Shi Guang merasa lapar. Ia merasa lebih baik ia pergi saja.
Dan dengan begitu, Shi Guang bangkit, "Kau makan saja dulu, kalau begitu. Aku akan ke pantai untuk jalan-jalan."
Lu Yanchen bahkan tidak mengangkat kepalanya ketika menjawab tak acuh, "Kalau kau mau pergi, boleh saja! Bayar dulu makanannya!"