Lu Yanchen bahkan tidak mengangkat kepala ketika mengatakan, "Kalau kau mau pergi, ya sudah! Bayar dulu makanannya!"
Shi Guang menatap tercengang. "Kenapa aku yang bayar?"
Lu Yanchen terus makan. Bahkan meskipun ia sedang mengupas kepiting, gesturnya masih terlihat lebih elegan dari orang lain. Ia baru menjawab setelah mengunyah makanannya perlahan dan menelannya.
"Siapa yang menyusun pembelajarannya?"
"Aku."
"Siapa yang memaksaku pergi ke pantai?"
"Aku."
"Siapa yang mengusulkan duduk di pinggir pantai?"
"Aku."
"Lalu siapa yang harusnya membayar biaya duduk-duduk di pinggir pantai?"
"A…" Kali ini, reaksi Shi Guang jauh lebih cepat sehingga ia tidak tertipu. Ia baru mengujarkan huruf pertama sebelum menghentikan diri sendiri.
Dengan ekspresi frustrasi, ia membelalak pada Lu Yanchen. "Aku pelatihmu, jadi sudah kewajibanku untuk menyusun rencana pembelajarannya. Kewajiban kita berdua juga untuk hadir di pertemuan yang bertempat di pantai, karena kita butuh melihat laut. Memang aku yang menyarankan duduk di pinggir pantai… tapi aku tidak bilang akan mentraktirmu makan. Lagipula ini bukan jam makan."
Tidak mungkin Shi Guang akan mentraktir Lu Yanchen. Semua orang juga tahu betapa mahalnya makanan laut—ia tidak punya uang.
Lu Yanchen menyeka bibirnya dengan selembar tisu dan jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan santai. "Jadi kau mau bilang kalau… kau tidak mau makan?"
"Tidak, aku tidak lapar. Dan aku tidak butuh makan, atau…," Sebelum Shi Guang bahkan menyelesaikan kalimatnya, perutnya berbunyi. Shi Guang menutup mata dan menolehkan kepalanya dengan malu. Dia benar-benar tidak lapar! Kenapa perutnya harus berbunyi?!
Ia hanya bisa menyalahkan rasa sukanya akan udang dan kepiting. Melihat dirinya sendiri berdiri di sana tanpa bergeming, bibirnya menangkap aroma makanan di depannya dan mulai berkedut, dan perutnya seakan berusaha melawannya.
Lu Yanchen mengangkat kepala dan menatapnya; rahangnya menegang. Tatapannya dalam dan suaranya pelan dan terdengar mengejek, "Kau masih tidak jujur seperti dulu."
Shi Guang bingung. "Aku hanya menolak makanannya. Memangnya kau harus mengungkit sifatku? Lagipula sejak kapan aku tidak jujur?"
Lu Yanchen menggigit bibir dan menatap Shi Guang dengan dalam dan misterius, seakan bisa menembus gadis itu. Shi Guang merasa tidak nyaman sekujur tubuh karena tatapannya. Ia lalu memikirkan hubungan mereka sekarang.
'Pembeli adalah raja. Kalau ia mau mempermainkanku, biarkan saja!'
Ia lalu duduk dan berujar, "Aku tidak punya uang."
Karena ia tidak akan membayar makanan itu, apapun yang terjadi, ia tidak percaya Lu Yanchen akan tetap menahannya di sini meskipun ia tidak punya uang.
Lu Yanchen menjawab dengan tak acuh, "Kebetulan sekali! Aku juga lupa membawa dompet. Sepertinya kau hanya bisa membayar dengan mencuci piring hari ini."
CELAKA!
Apa dia mengatakan hal itu karena ia bisa membaca pikiran?
Shi Guang merasa benar-benar kacau, ingin berjongkok di suatu sudut dan mencoret-coret lingkaran dan mengutuki seseorang. Ia mengingat untuk tidak membawa dompet lain kali ia pergi makan dengan Lu Yanchen!
Ia lalu memaksakan senyuman pada Lu Yanchen, "Makan saja, kalau begitu. Karena aku yang akan mencuci piring, ini semua punyaku!"
Setelah mengatakan hal itu, Shi Guang mengambil sepotong capit kepiting serta mengambil sesendok penuh daging kepiting dengan lihai, lalu memasukkannya ke dalam mulut. Kalau ia tetap akan membayar makanannya, ia rugi kalau tidak makan sampai kenyang."
"Tidak ada yang mencuri apapun darimu."
"Benar! Tidak ada yang berusaha mencuri uangku dengan menyuruh membayar makanan!" Kalimat terakhirnya benar-benar dilontarkan dari mulutnya—menghabiskan uang membuatnya merasa sakit seperti daging yang diiris.
Ia jelas harus memanfaatkan ini!
Sebelum Shi Guang bahkan selesai dengan daging kepiting di mulutnya, ia menyuap segumpal udang ke mulutnya.
Melihat Lu Yanchen yang mengambil daging kepiting dengan sumpit sebelum memakannya sedikit demi sedikit, ia berujar, "Cara terbaik makan kepiting adalah dengan menyendokinya dan memakan sepotong-sepotong! Kau akan lebih puas kalau begitu!"
Lu Yanchen menatapnya. Tanpa berkata apa-apa, ia mengambil sebuah sendok.
Aura tegang di sekeliling mereka dengan ajaib tiba-tiba berangsur santai.