Chu Mubei benar-benar terdiam sekarang.
'Kawanku Lu, benar-benar! Kau benar-benar peduli padanya, dan tidak ingin dia minum! Lagipula, memang benar kalau atlet harusnya mengurangi minum. Kenapa pula kau harus bersikap seperti ia mau menumpang minum birmu?'
'Sebenarnya orang ini punya EQ rendah, atau berusaha menyembunyikan perasaannya?'
Namun seorang Lu Yanchen, memiliki EQ rendah? Tidak mungkin! Pria ini memiliki IQ dan EQ di angka yang sangat tinggi.
Kalau begitu, ia pasti sedang menyembunyikan perasaannya, 'kan?
Lantas kenapa? Kalau ia menyukai gadis ini, harusnya ia jujur saja! Dan lagi, ada sesuatu yang aneh di antara mereka—Chu Mubei tahu Shi Guang sama sekali tidak punya perasaan terhadap Lu Yanchen. Kalau begitu, haruskah Chu Mubei maju?
Apakah ini karena mantan pacar yang itu?
Mantan pacar tanpa nama itu benar-benar tokoh penentu, ya? Sungguh, Chu Mubei berkali-kali hampir menyuruh seseorang mencari tahu diam-diam untuk mendapatkan foto perempuan itu, atau apalah. Ia harus melihat sendiri seperti apa kecantikannya.
Dan fakta bahwa perempuan itu bisa membuat Lu Yanchen jatuh cinta seperti ini.
Pada tahun itu, Lu Yanchen pulang ke rumah dengan terlihat patah hati, dan ia mengunci diri di kamarnya. Hal ini menakutkan seluruh Keluarga Lu.
Membicarakan Keluarga Lu berarti membicarakan Tuan Besar Keluarga Lu; pria dengan prestasi gemilang yang ia torehkan sendiri di medan perang.
Walaupun Tuan Besar Lu telah meninggal, generasi Keluarga Lu yang sekarang—generasi orang tua Lu Yanchen—adalah sosok terkenal baik dalam hal militer maupun bisnis. Bahkan keturunan mereka pun semua berperan penting.
Khususnya Lu Yanchen, yang jelas merupakan teladan bagi para anak-anak kecil di luar sana. Bagaimana bisa mereka membiarkannya jatuh dengan sekali pukul? Karena itu, mereka jelas sangat bingung dengan sikapnya saat itu. Berkat tumbuh besar bersama di lingkup militer, Lu Yanchen adalah sosok impian semua orang.
Setelah itu, putra tertua Keluarga Lu, Lu Yanzhi, mendobrak pintu kamar Lu Yanchen dan memukulinya. Ia memukuli Lu Yanchen dengan sangat ganas, bahkan Lu Yanchen tidak terlihat seperti adiknya sendiri.
Tentu saja, Lu Yanchen mencoba membalas. Tapi ia bukan tandingan bagi kakaknya—kakaknya telah menjadi tentara selama bertahun-tahun, dan telah menjalani pelatihan. Dan, hanya dengan begitu, Lu Yanchen pun masuk ke militer.
Suatu hari, setengah tahun kemudian, Lu Yanchen menghajar kakaknya dengan begitu keras hingga kakaknya tidak dapat merangkak dari tanah. Tapi kenapa? Saat itu, kakaknya bukan lagi tandingannya.
Lu Yanchen selalu kesepian dan menutup diri; ia adalah orang yang jalan pikirannya sama sekali tidak dapat dimengerti. Tidak hanya itu, ia selalu melakukan segala hal dengan kedewasaan tersendiri.
Segala hal, kecuali tentang cinta pertamanya.
Demi melindungi perempuan itu, ia bersikeras menyembunyikan hubungannya dari semua orang. Katanya, pada waktu itu, perempuan itu masih duduk di tahun kedua SMA.
Seorang siswi SMA saja mampu membuat Lu Yanchen terpesona sampai seperti ini. Jangan-jangan ia reinkarnasi dari rubah betina?
Setelah berpikir keras selama beberapa waktu, Chu Mubei akhirnya selesai makan. Melihat Shi Guang hendak membereskan piring-piring itu, ia buru-buru menawarkan bantuan. "'Dik Shi Guang, biar kubantu."
Melihat Chu Mubei yang tersenyum lebar, wajah Lu Yanchen berubah suram. Ia menatap Chu Mubei dingin, "Kau, sini! Aku ingin mengatakan sesuatu."
"Tunggu sebentar!"
"Kau punya banyak waktu?"
"Ya tidak juga! Aku sangat sibuk, tapi aku selalu punya waktu untuk membantu adikku, Shi Guang." Chu Mubei mengatakannya sambil melirik ke arah Shi Guang dengan tatapan bernafsu.
Tatapan Lu Yanchen berubah sedingin es. Ia lalu memerintahkan Chu Mubei dengan dingin, "Kalau begitu, kau saja yang mencuci piring."
"Apa!" Chu Mubei terkejut dan menunjuk diri sendiri. 'Aku? Mencuci piring?' Ekspresi wajahnya dipenuhi amarah. "Bagaimana bisa kau menyuruhku mencuci piring? Aku sangat sibuk!"
Lu Yanchen menjawab tak acuh, "Bukannya kau baru saja bilang, kau selalu punya waktu untuk membantu?"
Shi Guang menyela dengan malu, "Aku saja yang mencuci piring."
Kelopak mata Lu Yanchen mengerjap. "Berapa lama lagi kau mau tetap di rumahku?"