Tatapan sedingin es milik Lu Yanchen menusuk Shi Guang, seraya ia melanjutkan dengan nada suara yang juga sama dinginnya, "Aku benci orang yang menggunakanku untuk membunuh orang lain!"
Tubuh Shi Guang membeku. Walaupun Lu Yanchen masih sedingin biasanya, ia bisa merasakan amarahnya! Jantungnya berdegup kencang, dan ia mengerutkan bibirnya; wajahnya memucat.
Lu Yanchen menatapnya selama itu—tatapannya yang setajam silet membuat jantung Shi Guang berdegup. Suasana tegang itu tiba-tiba berubah menyesakkan—rasa sesak itu begitu menekan. Belum lewat satu menit, tapi semua itu terasa seperti satu abad.
Baru saja Shi Guang hendak menyerah pada perasaan yang menekan itu, Lu Yanchen menoleh dan melontarkan kalimat baru, "Bukan gara-gara kau!"
Wajah Shi Guang memerah malu. Apakah ia mengejeknya karena ia terlalu berharap?
Mulut yang jahat. Sejak awal, Shi Guang tidak berpikir kalau Lu Yanchen melakukan semua itu untuknya. Ia hanya ingin berterima kasih padanya karena telah berpikiran tajam.
Heh! Sepertinya memang bukan karena itu. Alasan kenapa ia mempermainkan He Xinnuo adalah karena ia membenci Wu Xing dan He Xinnuo yang berusaha memanfaatkannya!
"Tapi aku sungguh tidak mengirim semua pesan itu," Shi Guang mengakui. Ketika ia menyadari ekspresi dingin di wajah Lu Yanchen tak kunjung pergi, ia menambahkan dengan khawatir, "Sungguh, He Xinnuo yang mengirimnya."
Lu Yanchen menatapnya dengan tenang. "Apakah nomor telepon itu miliknya?"
Wajah Shi Guang muram ketika ia menggelengkan kepalanya. "Bukan, dia mengambil ponselku, lalu mengirimnya."
Lu Yanchen bertanya lagi, "Kau punya buktinya?"
Shi Guang menggeleng lagi, "Tidak."
"Nomor telepon yang digunakannya untuk mengirim pesan itu milikmu?"
Shi Guang ingin menggeleng lagi, tapi tidak bisa. Ia hanya bisa mengangguk dan menjawab 'ya' dengan lirih.
"Kau yang pakai nomor itu?"
"Ya."
"Kau sudah memakai nomor itu untuk menelepon hari ini?"
"Ya."
"Dan mengirim pesan?"
"Ya." Shi Guang menjawab 'ya' tanpa berpikir panjang. Akan tetapi, ia langsung sadar dan menggeleng dengan cepat, "T-tidak!"
Bibir Lu Yanchen terkulum mengejek, lalu ia berkata dengan sangat, sangat lambat, "Benar kalau begitu. Kau yang mengirim semua pesan itu."
Ia melangkah maju semakin dekat. "Kalau begitu, katakan, apa alasanmu melakukannya?"
"A-aku…," Shi Guang mundur dua langkah dengan gugup, tergagap untuk suatu saat yang lama tanpa bisa menyelesaikan satu kalimat penuh.
Wajah kecilnya benar-benar merah padam, dadanya naik-turun dengan berat. Melihat dirinya masih terpojokkan dan Lu Yanchen masih mendesaknya, ia menggigit bibirnya dan mengangkat kedua tangannya, lalu berkata, "Dengar, aku benar-benar tidak bersalah!"
"Tapi kau baru saja mengakuinya," Lu Yanchen terlihat sangat yakin telah membuat Shi Guang mengaku; nada suaranya dingin dan tajam.
Shi Guang menjadi jengkel.
Menghela napas panjang, ia mengerutkan alisnya dan berkata, "Mau bagaimanapun aku menjelaskannya tetap tidak berguna, 'kan? Baiklah, anggap saja aku yang mengirimnya! Hanya tiga pesan sederhana, 'kan? Kalau begitu aku minta maaf padamu! Sekarang bisakah kita lupakan masalah ini?"
Lu Yanchen terlihat terhina, "Kau pikir semua ini bisa dibiarkan begitu saja, hanya karena kau mau? Kau tahu, aku begitu jijik sampai tidak bisa makan ketika menerima pesan itu?"
Shi Guang terdiam.
Haruskah ia membesar-besarkan ini semua? Dulu ketika mereka masih bersama, ia begitu cabul, dan selalu membicarakan hal-hal kotor! Kenapa dia justru bersikap polos dan suci sekarang?
Tapi Shi Guang bisa apa? Semua pesan itu dikirim dari ponselnya.
Dia tidak makan, 'kan?
Ia lalu berkata dengan dingin, "Kau tidak makan? Baiklah, akan kubuatkan makanan untukmu, dan dengan begitu kita impas, oke?"
Ia menatap Lu Yanchen—ia tidak terlihat puas dengan saran Shi Guang.
Takut Lu Yanchen tidak akan membiarkan hal ini begitu saja, Shi Guang buru-buru menambahkan, "Sepakat, kalau begitu!"