Lu Yanchen melirik Shi Guang seklias. Walaupun Shi Guang tersenyum, senyuman itu menunjukkan keengganan sehingga bahkan senyuman itu tidak menyentuh hati Shi Guang sendiri.
Setelah itu, Lu Yanchen masuk ke apartemennya.
Hanya suara 'bam!' yang terdengar ketika ia menutup pintu apartemennya tanpa ragu. Shi Guang tetap berdiri di sana dan menggembungkan pipinya.
Kalau dia tidak mau, ya sudah! Toh dia tidak punya pilihan lain.
Tepat saat Shi Guang hendak pergi, pintu apartemen itu terbuka lagi. Lu Yanchen terlihat tidak sabar ketika ia menoleh menatap Shi Guang dan berkata dengan ketus, "Kalau kau mau melakukannya, cepatlah."
Shi Guang merasa jantungnya benar-benar naik ke tenggorokannya.
Kenapa kata-katanya terdengar sangat… genit?
Kata-katanya terdengar seolah wanita bernafsu yang keinginannya tidak dipuaskan, dan sedang dimarahi oleh kekasihnya yang lelah.
'Kalau kau mau melakukannya, cepatlah… setelah itu waktunya tidur.'
Tubuhnya gemetar; apa yang baru saja ia pikirkan?!
Dengan cepat, ia mengikuti Lu Yanchen masuk ke dalam rumah.
…
Apartemen itu dibuat mengikuti gaya Eropa, dan hanya ada apartemen ini di lantai paling atas. Karena apartemen itu dua lantai, di dalamnya benar-benar luas. Karena tidak ingin berjalan-jalan tidak jelas, Shi Guang bertanya, "Di mana dapurnya?"
Lu Yanchen menelengkan kepalanya ke kanan.
Memahami isyarat itu, Shi Guang meletakkan tasnya dan berjalan sambil menggulung lengan bajunya.
Dapurnya bergaya terbuka, dan meja makannya yang indah tersambung dekat dengan dapur. Sekali melihat saja, dapur itu menguarkan perasaan hangat. Akan tetapi, kelihatannya tidak ada yang menggunakan dapur itu—ruangan itu begitu bersih, bahkan sehelai rambut yang jatuh di permukaannya akan terlihat jelas.
Shi Guang menemukan lemari pendingin kosong, tanpa ada satu benda pun di dalamnya.
Ini… bahkan seorang istri yang paling cerdas pun tidak akan bisa memasak tanpa beras! Apa yang bisa ia lakukan tanpa satu bahan pun di hadapannya?
Menutup kembali lemari pendingin itu, ia keluar dari dapur dan menatap Lu Yanchen. "Kau tidak punya apa-apa di rumah."
Lu Yanchen, duduk di sofa sambil menggerak-gerakkan kakinya, memindahkan saluran televisi dengan remot di tangannya. Ia lalu menjawab, "Ah, begitu."
"Kenapa kau tidak bilang?" Shi Guang tertegun.
Meski udara di sekitar mereka masih senyap, rasanya seperti ada burung gagak yang terbang sambil berkuak di antara mereka, meninggalkan jejak berupa titik-titik di belakangnya.
'Baiklah! Karena aku yang menyarankan, aku yang pergi membeli bahan masakan.'
Sebenarnya, mengajaknya keluar untuk makan adalah pilihan yang lebih baik untuknya. Tapi bagaimana ia bisa tahu di mana Tuan Muda Lu ingin makan? Lagipula, keuangannya sedang kurang baik saat itu, dan ia tidak punya uang yang bisa digunakan.
"Aku pergi dulu untuk membeli bahannya, kalau begitu." Selesai mengatakanya, Shi Guang mengambil dompetnya dan pergi. Untungnya, ada sebuah supermarket kecil di dekat sana. Lu Yanchen menoleh dengan malas dan tanpa sadar tersenyum melihat punggung Shi Guang.
Setibanya Shi Guang di supermarket itu, ia membeli beberapa bahan makanan: beras, dan bumbu-bumbu. Setelah menghitung kasar, pilihan ini lebih baik daripada makan di luar.
Setelah segala keriuhan hari itu, ia pikir bisa beristirahat dan tidak perlu mengajar Lu Yanchen sore itu. Siapa yang mengira bahwa akhirnya ia malah harus membuatkannya makan malam?
Dengan membawa sekantong besar bahan makanan saat kembali, Shi Guang melihat sosok familiar di kejauhan. Ketika semakin dekat, ia baru menyadari kalau itu adalah teman dekat Lu Yanchen, Chu Mubei.
Ia melambatkan langkahnya, bermaksud untuk membiarkan Chu Mubei lewat terlebih dahulu. Akan tetapi, ketika pria itu melihatnya, ia malah menghampiri. "Shi Guang!"
Shi Guang melirik santai melihat wajah Chu Mubei yang menyebalkan, lalu menghentikan langkahnya, ingin sekali mengusir pria itu. Akan tetapi, ketika ia berhenti berjalan, Chu Mubei juga berhenti. Chu Mubei sama sekali tidak terlihat terganggu dengan ekspresi dingin Shi Guang, dan mengoceh dengan ceria, "Shi Guang kecil!"
Shi Guang tidak punya pilihan lain, dan melambatkan langkahnya untuk membiarkan Chu Mubei lewat sekali lagi. Akan tetapi, Chu Mubei bersikeras untuk tetap mendekat dengan Shi Guang. "Katakan padaku, 'Dik Shi Guang, kenapa kamu lebih cepat atau lebih lambat dariku? Memangnya kita tidak bisa jalan bersama sambil mengobrol?"
Dari 'Shi Guang' menjadi 'Shi Guang kecil', dan sekarang ''Dik Shi Guang'... Ia menjadi sangat ramah seakan mereka sudah berteman lama!
Shi Guang tercengang.
Bagaimana bisa seorang Lu Yanchen mempunyai teman yang begitu cerah ceria, sedangkan ia begitu suram dan dingin?