Pengumuman dari kepolisian itu membakar perasaan publik.
Semakin berlika-liku kasus pembunuhan yang aneh itu, semakin banyak pasang mata yang tertarik.
Kematian dari sosok yang mengundang keirian publik – dengan kekayaan personal hingga puluhan juta dollar itu, telah membuat masyarakat menggantung di udara, merasa sangat ingin mengetahui kematiannya. Ditambah dengan novel yang telah memberi detail kasus itu, dan dianggap masyarakat sebagai keahlian untuk 'menerawang', membuat masyarakat semakin gugup. Bahkan pada suatu saat, kasus itu menutupi berita perzinahan dari seorang artis terkenal, dan menjadi topik terhangat.
Bagaimanapun, popularitas 'Murder The Dream Guy' tidak melonjak. Dengan adanya versi bajakan dari novel Xiang Wan itu, dia tidak mendapat kenaikan jumlah orang yang berlangganan. Akan tetapi, semakin banyak orang yang mengetahui soal novelnya.
Nama pena Xiang Wan, 'Xiang Gongzi Wan', akhirnya menonjol dari sekumpulan penulis.
Fang Yuanyuan: "Wan Kecil, bahkan aku sampai penasaran bagaimana kamu bisa tahu kasus itu sebelumnya? Hei, jangan bilang kalau takdir yang menuntunmu, atau apapun itu?"
Fang Yuanyuan masih bekerja tetapi tetap mencolek Xiang Wan pada WeChat, merasa penasaran untuk mencari tahu soal Xiang Wan.
Sudah tiga hari berturut-turut dan entah berapa kali Fang Yuanyuan mencari tahu soal itu.
Tapi, dengan dituntun oleh takdir... tidak ada hal yang seperti itu!
Xiang Wan memegang dagunya dan memutar bola matanya dengan jijik.
Xiang Wan: "Kalau aku bilang setiap aku menulis, aku bisa mendengar suara di benakku, dan suara itu menuntunku ke suatu arah, apa kamu akan mempercayainya?"
Fang Yuanyuan mengetik tiga kata 'Sialan' dan merasa ragu dengan kata-kata Xiang Wan.
Fang Yuanyuan: "Oh, Dewa! Itu tidak benar kan? Sepupu, jangan menakutiku!"
Xiang Wan: "Kalau itu tidak benar, apa yang kamu pikirkan tentang itu?"
Fang Yuanyuan: "Iya! Kalau itu tidak benar, bagaimana kamu menulis cerita yang sangat persis seperti kejadian aslinya? Ahhhh, aku jadi gila! Ada apa ini?!"
Xiang Wan mengetuk dahinya.
Xiang Wan: "...Anggap saja seperti itu. Aku bukan manusia, aku seorang dewa!"
Fang Yuanyuan: "Kamu gila kan?"
Xiang Wan: "Haha!"
Sebenarnya, Xiang Wan sendiri juga kebingungan.
Ini benar-benar seperti kasus kucing buta yang bertemu seekor tikus mati, kemungkinan yang seperti itu membuatnya tercengang karena keheranan.
Bagaimana Xuang Wan tidak tahu, kalau dia memiliki kemampuan untuk memprediksi dan menulis kasus?
Apa yang Xiang Wan tulis dan pikirkan, di samping saat Bai Muchuan agak memaksanya untuk memodifikasi alurnya, dia tidak menyimpang dari alur utama.
Ya, di samping garis besar alur utama, Xiang Wan juga punya garis besar alur yang lebih rinci.
Walaupun beberapa pembacanya tidak mengakui kalau mereka telah melihat naskah alur itu, Xiang Wan sangat yakin kalau dia pernah menulis seperti itu.
Jawaban yang paling ilmiah adalah – seseorang meniru kasus dari dalam novelnya.
Pertanyaannya adalah, siapa orang yang meniru kasus itu?
Naskah alur yang merinci dalam novel Xiang Wan telah bercampur dengan baik dalam kasus kriminal nyata itu.
Tapi jika pembunuhnya seperti apa yang Xiang Wan tulis, benarkah Er Niu sudah meninggal lebih dari sebulan yang lalu?
Xiang Wan menghabiskan hari-harinya dalam kebingungan.
Kolom ulasan dan komentar masih menarik banyak perhatian. Ada beberapa unggahan pada Weibo, serta pesan pribadi pada QQ dan WeChat. Xiang Wan tidak bisa merespon dan tidak bisa mencerna semua perhatian itu.
Mungkin hal yang paling membuat Xiang Wan putus asa adalah, dia sedang berada di rumah Bai Muchuan, hampir terputus dari lingkungan sosial.
Selain berita pada internet, Xiang Wan tidak mendengar apapun dari dunia luar.
...
Bai Muchuan kembali saat makan malam.
Pada waktu itu, Pengasuh Li memanggil Xiang Wan untuk makan malam.
Sesaat setelah Xiang Wan melihat Bai Muchuan masuk ke rumah, Xiang Wan, yang 'dipenjara' selama tiga hari penuh, bergegas menghampiri Bai Muchuan.
"Akhirnya kamu kembali. Apa yang terjadi? Kenapa ini terjadi?"
Bai Muchuan tidak mengatakan apapun, tapi dia melihat Xiang Wan dari atas ke bawah.
"Kamu sudah kenyang?"
"..."
Darimana kalimat itu berasal?
Xiang Wan penuh dengan keraguan namun dia terkalahkan oleh perilaku Bai Muchuan yang acuh tak acuh.
"Detektif Bai." Xiang Wan mengangkat kepalanya. Rambut panjang milik Xiang Wan tergerai santai pundaknya, serta wajahnya tampak cerah dan bersih. Bibir Xiang Wan yang berwarna merah muda terlihat seperti kelopak bunga, dan wajahnya yang tidak senang tampak sangat cantik, walau kata-katanya sedikit tak enak didengar. "Aku sudah menyelesaikan kasusnya, apa aku sudah bisa bebas?"
Bai Muchuan menaikkan alisnya, tapi dia masih tanpa emosi seperti biasa.
"Pembunuh yang tersenyum di bawah matahari masih belum muncul. Kenapa bisa kamu bilang sudah selesai menulisnya?"
Xiang Wan ingin meneriakkan isi hatinya. "Demi surga! Aku sangat ingin berlutut meminta ampun padamu! Itu hanya novel, itu tidak ada hubungannya dengan dunia nyata! Bagaimana aku tahu siapa pembunuh yang tersenyum di bawah matahari?! Aku berniat menulis seri beberapa kasus pembunuhan, jadi tidak sesederhana itu. Bos besarnya masih belum keluar! Aku rasa masih butuh lima juta kata lagi. Apa kamu yakin akan membiarkanku mengambil keuntungan darimu – seperti tinggal di rumahmu hingga aku menulis chapter terakhir ' Murder The Dream Guy'?"
"Kenapa tidak?" Bai Muchuan melonggarkan kancing kerahnya, dan masuk ke rumah melalui sisi Xiang Wan sebelum berhenti untuk menangkat tangan padanya. "Tolong berdiri, tidak perlu berlutut!"
"..." Xiang Wan benar-benar ingin mengangkat topi untuk orang itu.
Namun, berdasarkan undangannya menjadi penasihat Unit Investigasi Kriminal pada malam itu. Perlakuan Xiang Wan pada Bai Muchuan meningkat drastis.
Tidak ada pilihan lain. Xiang Wan menggosok kedua tangannya dan mengikuti Bai Muchuan, dari ruang tamu menuju ruang makan, seperti seorang anak TK yang patuh.
"Tapi... sangat aneh rasanya untuk tinggal di rumahmu seperti ini! Detektif Bai, kenapa tidak mengambil kesempatan ini untuk membicarakan isu kompensasi, lalu..."
Bai Muchuan menghentikan langkahnya, tidak menghiraukan Xiang Wan yang sedang malu-malu sampai hampir menabrak bahu Bai Muchuan, dan dia melirik santai padanya. "Mobil merah yang kamu lihat malam itu, kamu tidak ingin tahu siapa pemiliknya?"
Mobil merah? Xiang Wan tertegun, lalu dia sumringah.
"Oh, iya! Aku hampir melupakan hal itu! kamu sudah mendapat informasinya?"
Bai Muchuan menjawab, "Iya, lebih dari satu."
Setelah itu, dia berhenti membicarakan topik itu dan menggerakkan alisnya dengan sengaja.
Xiang Wan merasa seakan-akan ada kucing yang mencakar-cakar hatinya – dia merasa gatal ingin mengetahui jawabannya.
Karena itu, Xiang Wan terbatuk dengan canggung dan berhenti menyebutkan soal kompensasi. Kedua matanya sangat antusias sampai terlihat menyala-nyala.
"Detektif Bai, apa kamu bisa menjelaskan informasi itu padaku?"
Bai Muchuan menyipitkan kedua matanya, dan dia duduk di kursi dengan santai, seolah dia adalah tamu VIP.
"Tergantung performamu."
Performa?
Xiang Wan melihat sepiring udang rebus di hadapan Bai Muchuan, dan segera memahami maksud pria itu.
Xiang Wan mulai mengupas udang-udang itu, mengisi mangkuk nasi Bai Muchuan, dan mengisi semangkuk sup untuknya juga. Xiang Wan seperti seorang pelayan yang sedang melayani Tuan Muda-nya.
Bai Muchuan tidak pulang ke rumah selama tiga hari, yang berarti dia telah makan di kantin selama tiga hari penuh. Hal itu membuatnya banyak memakan hidangan rumahan selama sesi makan itu.
Xiang Wan dan Bai Muchuan tidak banyak bicara satu sama lain. Bahkan tatapan mereka terfokus hanya pada makanan, dan ketika mereka ingin komunikasi, mereka pasti membicarakan makanan. Bai Muchuan tidak menampilkan emosinya seperti biasa, tapi mereka sangat rukun, hingga ada perasaan senang yang tak bisa diutarakan. Hal itu membuat Pengasuh Li sangat bahagia, dia diam-diam memberi panggilan pada Nyonya Tertua Bai – nenek dari Bai Muchuan.
Dan untuk Bai Lu, dia bahkan tidak menghabiskan makanannya. Dia berlari ke lantai atas dan menangis di bawah selimut.
"Ibu, pamanku direbut orang lain..."
...
Hari itu adalah hari ketujuh kematian Zhao Jiahang.
Villa keluarga Zhao sangat ramai pada siang hari.
Teman-teman dan kerabat datang memberi hormat untuk mendiang. Mereka menunggu di area sekitar, bersosialisasi satu sama lain dan kembali pulang saat malam hari setelah makan malam.
Ketika malam datang, suhu udara menurun, dan angin mulai berhembus.
Lentera putih yang redup bergantung di pintu dengan cahaya suram. Aroma lilin, kain putih panjang yang menjuntai, karangan bunga putih, dan juga kertas dupa yang semakin kuat dan kental.
Seperti sebelumnya, Nyonya Zhao tidak muncul di ruang duka.
Pada 'kastil putih' tempat Nyonya Zhao tinggal sangatlah sunyi, seolah tidak ada orang yang tinggal di sana.
Di luar jendela, suara gemerisik daun bambu terdengar seperti langkah kaki lelaki, mengeluarkan perasaan aneh yang seram.
"Jam berapa sekarang?" tanya seorang wanita dengan lembut. Dia duduk pada kursi roda di samping jendela.
"Hampir pukul 12 tengah malam, sepuluh menit lagi." Xiao Cheng menjawab dengan patuh.
"Mereka semua sudah pulang kan?"
"Iya!"
"Dimana Pendeta itu?"
"Di ruang duka."
Wajah Nyonya Zhao tertutupi oleh tudung, sebagian terlihat, dan sebagian tersembunyi.
Sesaat, Nyonya Zhao merenungkan sesuatu. "Apa Pendeta sudah siap?"
Xiao Cheng tampak ragu selama beberapa saat, ketika mereka berdua mendengar suara.
"Amitabha," ucap biksu botak yang seluruh tubuhnya dibalut jubah biksu dan pastor, yang datang melalui pintu.
"Nyonya Zhao, semuanya siap."
Pada zaman ini, feodal takhayul sudah lama ditinggalkan. Banyak keluarga yang tidak melakukan ritual keagamaan lagi untuk pemakaman.
Tetapi, walau Nyonya Zhao tidak mendatangi pemakaman itu, dia telah memastikan bahwa pemakaman suaminya menjadi sangat mewah.
Tujuh hari setelah kematian seseorang juga dikenal sebagai 'kembalinya roh seseorang'. Telah dikatakan bahwa roh dari mendiang akan pulang di hari itu untuk berpamitan pada sanak keluarganya. Pada hari ke tujuh, adalah hari terakhir para roh untuk tinggal di dunia. Menurut adat, kerabat akan membaringkan lapisan abu tanaman di tanah lalu menjauhinya. Dan keesokan harinya, jika ada roh yang melewati abu, akan ada jejak kaki pada abu tanaman itu.
Adat ini dikenal sebagai 'mengumpulkan jejak kaki'.
Orang-orang seperti Nyonya Zhao yang sangat berpendidikan seharusnya tidak mempercayai takhayul seperti itu.
Tapi Nyonya Zhao bukan hanya sekedar mempercayainya, dia juga terlihat sangat meyakininya dengan dalam.
Nyonya Zhao secara khusus mengundang biksu terkemuka untuk menjalankan ritual pemakaman, dan mengantarkan nasihat pada Tuan Zhao, serta 'mengumpulkan jejak kaki' juga.
Nyonya Zhao benar-benar mengikuti instruksi dari biksu terkemuka itu. Tidak hanya ada abu tanaman yang berserakan dari ambang pintu, kertas dupa juga diselipkan pada batang bambu dengan jarak tiap sepuluh kaki untuk menuntun rohnya. Makanan dan buah-buahan favorit Tuan Zhao ditempatkan pada garasi tempat dia ditemukan meninggal. Serta tongkat dupa dan lilin yang dinyalakan sepanjang jalan menuju kamar Tuan Zhao.
Dengan melakukan hal itu, bisa dikatakan kalau Tuan Zhao akan memasuki rumahnya, untuk menghabiskan malam terakhirnya di dunia kehidupan.
"Nyonya Zhao, sudah tiba saatnya." Ucap biksu terkemuka itu.
"Xiao Cheng, matikan lampunya."
"Iya, Nyonya Zhao."
Angin berhembus dengan lembut, suara Nyonya Zhao terdengar lebih ringan dari hantu saat tertiup angin.
"Apakah dia akan... kembali?"
Seluruh lampu telah padam, dan kastil putih langsung menjadi gelap.
Lampu minyak yang diletakkan di jalanan setapak, terlihat mengeluarkan cahaya mengerikan.
Entah bagaimana, suasananya menjadi seram, saat mereka bertiga bersembunyi dibalik gorden sifon dalam ruang tamu.
Deg! Deg! Tidak yakin detak jantung siapa yang sedang terdengar.
Nyonya Zhao berdiri diam sambil menahan nafasnya.
Biksu terkemuka itu sedang duduk di bantal kaki anyaman, kedua tangannya terlipat, diam-diam melantunkan tulisan suci.
Dong–!
Jam pada ruang tamu berdering.
Saat itu tepat pukul 12 tengah malam!
Hembusan angin membuka pintu yang setengah tertutup.
Lalu, hembusan angin yang kencang memasuki rumah. Pada ambang pintu yang gelap, tidak ada seorangpun disana.
Tatapan Nyonya Zhao terpaku pada pintu itu tanpa berkedip. Perlahan-lahan, dia benar-benar melihat bayangan yang bergerak menuju rumah.
Tidak ada cahaya lampu. Rumah yang gelap itu seperti kegelapan langit, tidak ada yang bisa melihat wajah bayangan itu, tapi figur dan bentuk tubuhnya, serta gaya pakaiannya... tanpa ragu lagi, itu pasti Tuan Zhao.
...