Bel pulang di sekolahku akhirnya terdengar. Aku pun langsung memasukkan buku, dan peralatan lainnya ke dalam tas ku. Tiba-tiba Marwah mengejutkanku dari arah belakang kursiku.
Sambil menepuk punggung Aisyah.
"Hey Syahh! Ayok pulang!".
Dengan wajah yang terkejut karena kaget dengan tepukan Marwah, dirinya ku balas dengan tinju andalan tanganku.
"Jroooooott" Tinjuku melandas tepat di lengan empuk Marah.
"Auuuh!! Sakit Syahh.. Kamu keterlaluan Yah!".
"Hehehe maaf-maaf.. Lagian sihh kamu, aku kaget lohh! Makanya responnya gitu. Kamu sih jail!".
"Yaudah ngak sakit juga sihh.. Cuman, aku kaget ajah... Hhhe ayok kita pulang!".
Aisyah dan Marwah berjalan keluar menuju pintu gerbang sekolah. Nampak dari kejauhan ada seorang laki-laki berpostur tinggi dan berbadan atletis. Otot lengannya nampak seperti pejantan tangguh dengan keselarasan kaos hitam dan celana jens abu-abu ala Dilan membuat wajah tampan pria itu makin mempesona sahabatku Marwah. Tak heran, sumringah Marwah keluar dengan 1 kata.
"Sayanggggg!!". Teriak Marwah dari jarak yang lumayan jauh dari posisi laki-laki itu berdiri. Marwah tetap mempertahankan wajah bahagianya itu.
Tanpa menghiraukan panggilan sayang sahabatnya itu, Marwah menarik tanganku menuju gerbang sekolah dengan berlari lumayan cepat. Dan entah mengapa, gerbang yang sehari-harinya ku lewati terasa dekat, hari itu terasa sangat jauh.
Sambil ngos-ngosan diriku ternganga melihat Marwah yang langsung memeluk laki-laki itu dari arah belakang dengan sangat erat. Dalam benakku mungkin itu Pacarnya Marwah. Dan betul saja. Ternyata itu Rizki yang selama ini ldran dengannya. Maklumlah, Rizki saat ini sementara melanjutkan studi S1 Kedokteran di Yogyakarta.
"Adohhh ternyata ngana so tambah tinggi ee, so tambah gode deng cantik lagi.. Mar biar bagitu, ngana tetap kita sayang no'u.. Rindu skali kita pa nganga Marwah ". Ujar Rizki dengan logat Manadonya. Lalu meraih tangan kiri Marwah dan langsung menyamatkan cincin berbentuk bulat dengan tanda hati ditengahnya ke jari tengah Marwah. Sontak kedua pipi Marwah merona layaknya bunga yang baru mekar.
Lantas Marwah menjawab lakuan Rizki dengan begitu banyaknya pertanyaan. Hhhe maklumlah. Semua orang termasuk Aisyah dan Rizki mengetahui tabiat Marwah yang cerewet, manja dan aktif bertanya. Makanya Rizki tak kaget lagi dengan pertnyaan Marwah saat itu.
"Ngana ini dari mana uti? Ngana tau, kita itu so rindu skali pa ngana! Kita kira ngana so balaeng sayang. Syukur no kalau masih inga pa kita"... Ujar Marwah dengan ekspresi yang menahan rindu atas hubungannya dengan Rizki yang ldran.
Mengetahui aku bersama Marwah, Rizki langsung menegurku sambil memberikan oleh-oleh dari Yogyakarta.
"Napa ngana punya Aisyah!".
Aku sedikit kaget dengan oleh-oleh itu.
"Apa ini uti?".
"Oleh-oleh itu dari Yogyakarta.. Kiapa? ngana tidak mau?". Tanya Rizki dengan beberapa kekonyolannya.
Saat aku akan menjawab, tiba-tiba Marwah langsung memotong pembicaraan kami.
"Ohhh jadi bagini ngana pe model yang baru? Ngana nyanda sadar kita di muka pa ngana? Kita ini rindu pa ngana! Kong kiapa cuman Aisyah yang ngana ajak bicara dari tadi? Pacaran jo deng Aisyah ngana! Stop torang dua!!".
Sontak perkataan Marwah menyadarkan pandangan Rizki terhadapku. Secara, jika dibandingkan, kecantikan Marwah masih jauh di atas kecantikan Aisyah. Yahh.. Walaupun memang betul sihh. Marwah juga cantik. Enak dipandanglah.. Makanya Rizki sedikit terpikat dengan ciptaan Allah yang satu itu, Aisyah..
"Jangan bagitu sayang! Kita itu cuman ta kage, kita kira so ngana parampuang yang paling cantik didunia ini! ehh ternyata masih ada lagi yang lebe cantik dari ngana!". Ujar Rizki dengan candaan andalannya itu, sambil mencubit kedua pipi Marwah.
Dengan wajah yang kesal penuh rasa cemburu, Marwah melontarkan kata-kata yang membuat sahabatnya Aisyah menjadi tertawa.
"Seaahhh!! Jang ba pegang-pegang kita pe pipi! Pigi jo ngana kore tu pipi nya Aisyah".
Aisyah pun langsung melerai kesalahpahaman itu.
"Hahahaha... Sudah jo Marwah! Tenang ngana! Kita ini alhamdulillah tidak pang rebut kita pe sahabat pe cowo sadiri! Hhhe ma delo ta'u kekeingo sup". Aisyah sedikit menggunakan bahasa daerah Gorontalonya.
Sambil menghela napas panjang, Marwah akhirnya tak marah lagi..
"Hmmmmp.. Bagitu kwa! Hhhe kita kira ngana somo jatuh cinta pa kita pe cowo! Syukur alhamdulillah no kalau TDR!"
"Hhhe astaga Marwah.. So gila staw kita ee mo suka ngana pe cowok! Sudah jo bahas yang bagini. Pigi pulang jo ngoni dua. Kita lagi mo tunggu Bentor di perempatan sana". Ujar Aisyah sambil menunjuk perempatan diujung jalan Ahmad A. Wahab itu.
"Io somo pigi duluan kita deng Rizki aa. Babay Aisyahhh".. Jawab Marwah sambil menaiki motor kawasaki milik Rizki dengan melambaikan tangan pertanda berakhirnya pertemuan mereka sore itu..
Sementara itu, Aisyah mulai melanjutkan perjalanannya menuju perempatan jalan. Sekitar 10 menit, akhirnya Aisyah sampai di Halte perempatan jalan berhadapan dengan Universitas Gorontalo atau UG..
Aisyah duduk sembari menunggu Bentor langganannya. Maklumlah, Ayah sangat menjaga pergaulannya Aisyah. Ayah tak mau jikalau Aisyah akan salah pergaulan. Makanya jika Aisyah tak membawa motor, maka ia akan menaiki Bentor langganannya.
Tiba-tiba seorang laki-laki dari arah seberang jalan nampak mendekat kearahku. Bukan tanpa alasan, ternyata ia menghampiri halte yang sedang ku tempati saat itu. Ia duduk tepat disamping kananku. Semerbak parfum bermerek Shelena Gomez tercium oleh hidungku. Sungguh parfum kesukaanku. Namun karna aku mengetahui akan dosa seorang gadis menggunakan parfum, maka parfum itu hanya ku gunakan saat akan tidur.
Tiba-tiba ritme jantungku memompa sangat cepat, seakan aku usai berlari, atau sementara diketahui ayah tlah mencuri. Sungguh cepat! Aku pun menjadi tak karuan. Keringat mulai menghujani area wajahku. Kedua pipiku seakan terbakar terik matahari, dan bahkan jari tanganku asik bersenandung melalui kutikan kuku ibu jari dengan kutikam kuku jari telunjuk. Sungguh aneh diriku saat berdampingan dengan laki-laki itu.
Tanpa menghiraukan aktifitas gadis disebelahnya. Laki-laki misterius itu akhirnya memanggil sebuah Bentor, lalu pergi begitu saja.
Saat ia pergi, aku tersadar. Ternyata laki-laki itu sombong. Perasaan bahagiaku seakan menghilang, dan ku usir jauh-jauh agar tak kembali lagi.