Chereads / Diakah Cinta itu? / Chapter 2 - BAB 1

Chapter 2 - BAB 1

"Holaaa Ndra…gimana siap engga dengan kuisnya? Tanya sobatnya.

"udah bapak Galang" ujar Indra memainkan alisnya.

"Eh…itu bu Chintya dateng" Galang menunjuk kedepan.

Tampak seorang wanita memasuki ruangan dengan dress selutut berwarna coklat susu, rambut nya terurai, ia menatap semua yang ada di kelasnya.

Deg, ia menatap salah satu mahasiswa yang ada di depannya…Wardana?bukan…di bukan Wardana, tapi sosoknya mirip, Chintya membatin.

"Baiklah, kita akan mengadakan quis untuk hari ini, jangan ribut, saya sudah memberitahukannya jauh-jauh hari" Chintya tersenyum simpul melihat kegaduhan mahasiswa dan mahasiswi dalam kelasnya, ia melirik ke arah Indra. Tampak Indra asik mengobrol dengan sahabatnya.

"Nah, kita mulai…saya panggil acak ya…hei…biar seru" ujarnya lagi bertolak pinggang dn tersenyum jail.

Chintya memang terkenal akan kecantikan dan kecerdasannya di kalangan dosen juga mahasiswanya, apalagi keramahannya membut siapa saja betah berada dekat-dekat dengan dirinya. Chintya mula memanggil secara acak nama-nama yang ada di kelasnya saat ini. Ada yang manyun, ada mengeluh, ada yang meliriknya secara tajam, semua hanya ia senyumi secara jenaka.

"Masa gitu aja engga bisa?" Chinty mengejek Galang yang mengomel pelan.

"Jangan sampe Hime mu tau kalo quis kali ini kamu gagal Lang" ujarnya pelan.

Galang melirik tajam ke arah dosen sekaligus calon kakak iparnya itu, Chintya berdehem menahan tawanya yang hampir meledak.

"Baiklah…Indra coba bantu temanmu ini" Ujar Chintya memanggil Indra.

Chintya tak ragu lagi mengambil kesempatan, di tatapnya Indra yang tengah berfikir di depan whiteboard.

"Em..bu..bu..saya udah selesai" ujar Indra.

Chintya terkejut, ia tersadar dari lamunannya.

"Eh…" Ia mencoba kembali focus

"Oke…silahkan duduk" ujarnya tersenyum manis.

***

"Kak…temani aku shopping yuk" tiba-tiba seorang gadis bergelayut manja pada Chintya.

"Loh emang pangeranmu engga bisa nemenin?" Chintya melirik adik semata wayangnya.

"Enggak bisa, dia perlu tuh ama sobatnya" adiknya mengangkat bahunya.

"cie…yang enggak bisa nge date…Dar…dara.." Chintya mencolek adiknya yang mendelik ke arah lain.

Dara mendengus sebal, karena kakaknya yang super usil, moga-moga kak Tya cepet dapet jodoh yang bener-bener posesif. Dara membatin. Bukan tanpa sebab Dara mendoakan kakaknya tersebut, pasalnya,Galang teramat posesif terhadap dirinya, kemanapun jika bukan dengan dirinya, harus dengan keluarganya. Dara menarik nafas kembali.

"Kaya yang mau neglahirin aja dek, narik nafas mulu dari tadi" Chintya kembali berulah.

"Iiih kakak…ya udah kalo enggak mau nemenin mah" Dara manyun.

"hahaha…siapa bilang engak mau, hayu lah" Chintya menggapit lengan adiknya.

Sesampainya mereka di Mall, Dara menarik kakaknya ke sana kemari sambil mencari pakaian yang lucu dan imut, akhirnya ia menemukannya tak lupa iapun memilihkan untuk kakaknya.

"Gimana udah nemu?"Tanya Chintya.

"yup" dara pergi ke ruang coba, setelah mencoba pakaian yang akan mereka beli, mereka pergi mencari makan.

"Kenapa?" Tanya Chintya.

"bentar kak" tampak Dara membalas chat yang masuk, iapun celingukan.

Chintya melihat sepasang pria mendatangi mereka, hah? Iapun terkejut sesaat, dan mencoba menetralisir desir dihatinya. Tenang Tya, ujarnya dalam hati.

"Udah yang jalan-jalannya?" tiba-tiba seorang pria merangkul Dara.

Dara tersenyum, ia mengangguk senang.

"Udah yang, oh ya bukannya kalian ada perlu berdua?" Tanya Dara.

Chintya memutar kedua bola matanya, ia melirik sebal kea rah Dara dan kekasihnya.

"maaf aja ya Indra kalo kita dicuekin ama mereka" Chintya melirik adiknya dan Galang.

Galang dan Indra tertawa.Deg, Chintya mencoba menetralisir hatinya yang lagi-lagi jumplitan enggak jelas.

"Gimana kalo kita nonton?" glang mengusulkan.

Chintya terdiam melirik Indra yang tampak acuh, merekapun menuju bioskop sembari sebelumnya membeli cemilan.

Seharian itu mereka menikmati suasana, Chintya yang selalu bersemu merah kala Galang menggodanya saat ia dan Indra tanpa sengaja berbicara berbarengan. Chintya dan dara sungguh bahagia di hari itu.

***

"Maaf bu, boleh saya duduk disini?" Indra menegur dosen cantik yang tengah asik dengan laptopnya di taman kampus.

"Eh…Indra, duduk" Chintya merona kembali.

"Em…saya mau membicarakan sesuatu" ujar Indra.

Otomatis Chintya melihat ke depan tepat kea rah Indra.

"Saya mengalami suatu mimpi aneh tentang kita berdua" ucap Indra.

Chintya dengan cepat melirik kembali, ia menahan nafasnya.

"Maaf jika saya harus melukai hati ibu untuk kedua kalinya" ucap Indra.

"Mak…maksudnya?" Chintya mengerjapkan matanya.

"saya tak bisa membalas perasaan ibu saat ini" ujar Indra dengan penuh percaya dirinya.

"Hah?" Chintya mengerutkan dahinya.

"saya tau, jika ibu diam-diam selalu memperhaikan saya, saya paham arti tatapan sendu ibu terhadap saya, maaf tapi saya tidak dapat membalas perasaan ibu, ibu dosen saya dan ibu lebih tua dari saya" Indra beranjak pergi.

Chintya terdiam dengan hati yang kembli terluka, kenapa harus diucapkan jika harus kembali terluka?cukup pura-pura saja tidak ingat akan siapa dirimu sebenarnya Ndra, lagipula aku engga tua-tua amat usiaku baru 27 tahun. Chintya membatin.

Chintya kembali ke ruang dosen dengan langkah gontai, ia membereskan mejanya dan beranjak pergi.

"Loh bu, udah beres ya mata kuliahnya? Engga ngajar lagi?" Tanya seorang pria.

"Eh…pak Adam iya pak saya udah beres, duluan pak" Chintya beranjak pergi.

Adam mengerutkan kedua alisnya, tak biasanya Chintya pergi tanpa basa basi. Ada apa ya? Tanyanya dalam hati.

Chintya kembali ke apartemenya, ia menghempaskan tubuh ke kasurnya yang empuk, ia membiarkan airmatanya mengalir.

"Ya Tuhan…hati ini masih untuknya, tapi kenapa hatinya masih juga tak berpaling padaku?" Chintya bergelung lemah.

Chintya menatap nanar atap kamarnya, apakah harus seperti ini jadinya?apakah cinta ini harus kuhilangkan?kemana akan kulabuhkan cintaku ini? Apakah aku harus tetap memperjuangkan cintaku padanya?Chintya menangis dalam diam.

***

Indra melirik ke pintu masuk, ia melihat dosen yang baru dua hari lalu ditolaknya, tampak olehnya mata dosen tersebut membengkak, ia mencoba mengacuhkannya dan berkutat dengan mata kuliah yang akan dosennya jelaskan.

"Baiklah, seperti biasa ibu akan mengedarkan absen, kita mulai mata kuliahnya" Chintya membuka laptopnya dan menggunakan kacamata minusnya.

Chintya menjelaskan mengenai unsur-unsur yang ada di dalam kanji, ya dia adalah dosen kanji. Chintya berusaha agar tidak sekalipin melirik ke rah Indra, padahal perasaannya tak sabar untuk hanya sekedar mencuri pandang, akhirnya egonyapun kalah, secara diam-diam ia melirik Indra yang tengah berdiskusi. Deg, pandangannya dan Indra beradu pandang dengan mata Indra yang memancarkan aura dingin. Sial, Chintya merutuki kebodohannya.

***

"jangan melakukan itu" tiba-tiba seorang pria menegurnya saat Chintya tengah mengetik di taman kampus.

"Hah?" Chintya terkejut.

"Jangan pernah berharap apapun padaku, jangan sesekali memperlihatkan tatapan sendumu itu padaku" Pria itu berbalik pergi.

"Indra…" bisiknya.

Sejak kapan Indra berubah dingin seperti itu?Chintya menggigit bibirnya agar tak menangis. Ia menarik nafas beberapa kali. Ya Tuhan, kuatkan hatiku ujarnya lemah dalam hati.

Chintya melihat Indra berjalan semakin menjauh, dia berfikir apa dirinya terlalu agresif? mencuri pandang, melemparkan senyum malu-malu, tau terkadang mencoba mengobrol ringan saat merek tanpa sengaja bertemu. Apa aku harus melupakannya? cinta masa laluku? Chintya membatin.

***

Mall tersebut tampak ramai oleh pengunjung yang asik berbelanja atau sekedar hangout menghabiskan waktu menjelang weekend. Chintya dan beberpa dosen tampak asik berkumpul di salah satu sudut ruangan, mereka merayakan ulang tahun salah satu dosen tertampan di kampus.

"Gimana pak dosen dnda sudah memecahkan angka tiga, apa sudah ada calon di hati anda saat ini? salah satu dosen wanita berkelakar.

" Adam....jawab keles" Chintya mengangkat kedu alisnya.

"gimana kalo off the record?kalian tinggal nunggu undangan aja?" Adam malah balik bertanya.

" wow asik...undangan apa?" tanya yang lain.

" Adam mau disunat untuk yang kedua kalinya" Chintya tebahak saat melihat Adam tersedk minuman.

Dosen yang lain yang jumlahnya enam orang ikut tertawa, mereka sudah tidak asing lagi dengan keisengan Chintya.

"Sialan kamu" Adam mencubit pipi Chintya gemas.

Chintya dan yang lainnya tertawa lepas, mereka tahu jika Chintya dan Adam memang bersahabat sejak lama, tapi tidak dengan seseorang yang tampak murka melihat keakraban mereka berdua.

"Kenapa sih yang? kok tiba-tiba mukanya serem gitu?" tanya seorang wanita kepada kekasihnya.

"Eh?apa? enggak apa-apa kok" Pria tersebut mencoba memberikan senyum yang tampak seperti seringai.

Adam sengaja mengajak Chintya untuk hangout bersama dosen yang lain, dirinya tahu jika sahabatnya ini tengah dilanda patah hati, dan Adam ikut merasakan kesedihan yang dirsakan Chintya, teman masa kecilnya, sahabatnya yang sudah dianggap adik olehnya, sahabat yang telah menjadi cupid untuk dirinya dan Gita.