Chereads / Fall in Life / Chapter 7 - Manis yang pahit

Chapter 7 - Manis yang pahit

Sosok berambut hitam dan memakai pakaian kantoran ala manager yang sangat elegan, tidak salah lagi, dia adalah Pamanku, Dirva Faizal Namanya. Ia merupakan Manager perusahaan Elektronik terbesar di Negeri ini. aku bahkan baru ingat kalau aku juga punya tokoh dari keluargaku yang sangat kaya raya. Namun, walau kaya raya begitu, pamanku ini orangnya memang pelit. Tapi kalau kau memahami lebih dalam, dia bukanlah sosok yang Pelit. Hanya saja, dia ingin agar orang lain berusaha dari apa yang mereka lakukan. Bukan dari hasil meminta. Dan menurutku, itu adalah salah satu pemikiran yang rasional. Aku mendukung pemikiran seperti itu.

"Aku tidak membolos" jawabku dengan kalem

"Lalu, kenapa di jam pelajaran ke 7 kau tidak dikelas?"

"Aku Sakit, dan sekarang keadaan ku jauh lebih baik. Tidak mungkin aku kembali ke kelas lagi"

"Oh. Lalu, apa yang menyebabkan kau bangun dari kasurmu dan berjalan di Suhu 17 derajat ini?"

"Membeli kuota dan mampir ke warung"

"Haha, dasar bocah, baiklah, paman akan lanjut meeting. Dan paman ada sedikit sedekah untukmu, terimalah ini."

Kartu ATM yang nampak seperti baru, kurasa dia sengaja membuatkannya untukku. Namun dengan info pribadi miliknya. Ya, baiklah. Ini tidak buruk.

"Oh, terimakasih paman."

"Hm. Sampai jumpa, Taka"

Mobil lamborghini itu melaju. Ya, kuakui itu. Pamanku memang sosok seseorang yang peduli walau sistem pengajaran yang diberikannya sangat kejam. Aku bahkan sempat trauma saat mengingat saat-saat aku masih menginap di rumahnya sekitar 11 tahun yang lalu.

*11 Tahun Yang Lalu*

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hari masih pagi, sekitar jam 4 pagi, dan pada saat itu aku masih berumur 6 tahun, kira kira masih berada di bangku SD.

"Oi Takaaa! Bangun! Sekarang bukan saatnya bermalas-malasan! Buang selimutmu dan mandilah, selepas itu kau harus lari pagi dan belajar." Pamanku membentak

"Ya Paman"

Aku yang saat itu masih ngantuk, terpaksa menuruti keinginan Pamanku. Ku buang selimutku ke tempat lain, kuraih handuk dan berjalan ke bak mandi hangat. Huhh,, benar-benar membuat mataku seketika melotot akan kehangatan air bak mandi ini.

Setelah mandi, aku memakai jaket Hoodie dan celana boxer, kupasang juga penjepit kuping sebagai penghangat telingaku, kulihat sekarang masih jam 04.33. Kupakai sepatu santaiku yang berukuran 32, dan akupun mulai melangkah keluar rumah. Udara benar-benar dingin. Namun aku terus berlari santai tanpa memperdulikan cuaca yang kurasa saat itu mendung karena bintang maupun bulan tak terlihat.

Kemudian terdengar ayam berkokok dan rumah pemukiman sudah banyak yang menyalakan lampu rumah mereka. Kurasa mereka sudah bangun. Pikirku saat itu.

Jarak sekitar 1 kilometer dari rumah Pamanku memang membuatku letih untuk berlari santai. Akupun istirahat sebentar sambil memasukkan koin 500 rupiah ke mesin minuman kalengan. Ku pilih Max Coffe, dan istirahat sebentar di bangku ini. Kulihat jam tanganku, sekitar jam 05.22, dan masih tidak ada orang yang berkeliaran di pagi hari ini. Namun, aku melihat suatu kejanggalan. Seperti suara tangisan gadis kecil, kemungkinan seumuranku. Aku yang dulu sangat tidak percaya akan adanya hantu atau apalah itu,langsung saja mendekati gadis kecil yang sedang menangis itu.

"engg,, anuu, kenapa kau menangis di pagi hari ini?"

"Hikss.. hikss.. Siapa kamu?"

"Oh, namaku Taka. Siapa namamu?"

"Namaku Vanny"

Rambut yang terurai panjang, memakai baju yang tidak biasa aku lihat. Yaitu baju dengan tipe aneh. Seperti baju akademi sekolah namun dengan rok pendek dan baju yang sampai ke dada.

"Kenapa kamu nangis, Vanny?"

"Aku tersesat, Hiks.. hikss"

"Loh, rumahmu Di mana"

"Aku? Aku tak tahu. Bahkan, ini tempat apa akupun tak tahu."

"Haaa? Kau tersesat? Asalmu darimana?"

"Aku berasal dari sana."

Ia menunjukkan ke sebuah lorong pemukiman yang gelap.

"Oh, bagaimana kalau kau ikut aku berjalan-jalan sambil main?"

"Haa? Asyik.. Maiiinn"

Kuajak dia berkeliling pemukiman ini. Kemudian sambil bermian kejar-kejaran. Tak terasa, jam menunjukkan pukul 05.59.

"Takaa!"

"Ya?"

"Jangan lupakan aku ya!"

"Haa?"

"Makasih karena udah mau main sama aku. Oh ya, aku mau pergi dulu, kapan-kapan nanti, aku akan balik lagi yaa. Byee takaa"

Ketika aku mengedipkan mataku, tepat pukul 06.00, gadis kecil itu menghilang dari hadapanku. Sangat aneh. Aku kemudian berlari ke rumah paman. Aku sangat takut. Apakah tadi aku barusan bermain dengan hantu ya? Ahhhhh!!

"Pamaan, pamaaann!'

"Ada apa taka"

"Tadi aku ketemu sama hantu yang umurnya sama kayak aku. Dia nangis, lalu kuajak jalan jalan, terus hilang."

"Hmm. Hantu itu seperti apa?"

"Sama seperti gadis kecil, Paman. Dia memakai baju sekolah tapi hanya sampai dada, dan memakai rok pendek dan sepatu kayak sepatu bot tapi kayak kaca"

"Ah, Hmm."

"Kenapa Paman?"

"Tidak apa-apa, sekarang pergilah sekolah. Bukankah hari ini kau piket kelas?"

"Oh iya, aku berangkat dulu ya paman"

"hm"

Kulihat ekspresi Pamanku agak aneh, seperti menyembunyikan sesuatu. Tapi saat itu aku tidak memperdulikan hal itu. Dan aku sekolah dan menjalani hari hari yang penuh dengan kedisiplinan. Benar-benar melelahkan masa kecilku.

Itulah kenangan masa laluku yang agak Aneh dan hanya itu yang aku ingat ketika aku tinggal di tempat Pamanku. Dan sekarang aku harus kembali ke apartemenku untuk tidur sambil mendownload beberapa anime yang cocok untuk menemani suntuk.

"Oii Takaa!!"

Suara keras serak terdengar dari arah belakang, kulihat rupanya 4 orang simbiosis parasitisme sejatiku sejak TK, bahkan sampai SMA pun aku masih dikejarnya. Dia pasti ingin memalak aku lagi, kuusahakan lari secepatnya. Mengingat bahwa aku ini tidak jago battle 1 vs 4, lebih baik aku lari saja.

"Mau lari ke mana kau, haaa?

Sial, jalan buntu. Aku bingung, tembok dibelakangku mempunyai tinggi 7 meter. Dan mustahil aku bisa melompati ini. Saat ini aku benar-benar terpojok.

"Kalian ingin apa?" tanyaku

"Serahkan kartu ATM itu kepadaku, atau kau akan mati."

Sabit di tangannya sangat mengerikan, bahkan aku tak menyangka bahwa orang seumuranku bisa menjadi pembunuh yang tidak pernah diajarkan rasa kemanusiaan.

"Haaa? Mati?"

Suara cewek yang tak tahu asalnya darimana, menyela pembicaraanku dengan bandit ini. Dan sesuatu yang baru kulihat seumur hidupku. Yaitu..

*Crrrshhh,, Crakkkss* aliran darah mengalir hingga ke kakiku