Aku benar-benar tak percaya apakah ini nyata atau hanya sekedar mimpi buruk. Para bandit tewas termutilasi dalam sekejap mata. Tangan, kaki, dan kepala yang hancur serta perut yang hancur juga, benar-benar mengerikan.
"A.. apa yang terjadi, barusan itu?" tanyaku ke cewek itu
"Sebuah pemandangan yang indah. Dan aku menyukainya." Jawabnya
"Apa kau berusaha menolong ku?"
Tidak ada jawaban darinya, aku melihat ke atas. Cewek itu menghilang tanpa jejak. Seolah olah ini hanya ilusiku saja, karena setelah kulihat dengan baik, rupanya mereka mati karena ledakan atom gas dari sumber pipa gas yang bocor tepat dibawah tanah ini. Aku sangat bersyukur karena ledakan itu hanya berkisar 2 meter dariku. Mungkin aku memang masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan.
Kulewati mayat-mayat para bandit ini. dengan memijak darah yang menjijikkan sekaligus membuatku ngeri, terpaksa juga kulangkahkan kakiku ke depan menuju jalan trotoar dan lari dari lorong ini. Karena, akibatnya sangat fatal kalau sampai ada orang lain yang mengetahui kejadian ini. Kemungkinan besar aku akan dicap sebagai pembunuh.
"Well, sekarang aku harus lari secepatnya ke apartemenku. Hari ini benar-benar hari yang aneh."
Pelan tapi pasti, kumasukkan tanganku ke saku jaketku dan berjalan dengan kaki bergetar. Bagaimana tidak, ternyata kejadian barusan itu benar-benar bukan mimpi. Dan entah kenapa aku seperti mengenal sosok Cewek itu. Walau aku tak Tahu dia siapa, tapi entah kenapa dalam hati ini mengatakan kalau dia bukanlah orang asing. Tapi..
"Tunggu sebentar.."
Suara dari belakang langkahku menghentikan langkah kakiku yang sedang berjalan ini. ku toleh ke belakang, rupanya..
"Ah, kau rupanya, Silvanny Vanna" ucapku tanpa berfikir
What? Apa yang barusan ku ucapkan? Siapa Silvanny Vanna? Dan kenapa aku mengucapkan nama itu seakan-akan aku tahu nama cewek yang memanggilku itu? Dan ternyata..
"Sepertinya, hatimu tidak bisa membohongi pikiranmu ya, taka"
"Anuu, maafkan aku. Tapi, bukankah kamu tadi yang berdiri diatas tembok sambil mengatakan hal aneh itu?"
"Harusnya aku yang minta maaf, aku terpaksa memanipulasi ingatanmu selama kejadian yang menimpa dirimu hari ini. Dan benar, namaku Silvanny Vanna."
"Apa kau itu Delusiku?" tanyaku
"Bukan."
"Lalu, kenapa kau mengikuti?"
Ingatanku tentang kejadian yang menimpa diriku pada hari ini seolah olah mulai kuingat. Dan aku juga tak akan membahas replay kejadian yang sudah kuingat ini.
"Bukankah aku sudah mengatakan padamu dahulu? Bahwa aku akan datang lagi?"
"Hah, aku benar-benar tak mengerti maksud ucapanmu itu. Lagipula, kau ini sebenarnya siapa?"
"Aku bukan berasal dari dimensi ini, walau aku juga manusia. Tapi, dimensi kita berbeda. Dan aku hanya menggunakan kemampuanku untuk menembus ke dimensi kalian." Ucapnya
"Aku tak percaya akan hal itu. Dan aku yakin, kau ini adalah bagian dari delusinasi ku atau halusinasi ku."
"Terserah kau menganggap aku ini apa. Tapi, aku yakin kau bisa menyelamatkan dunia ini dalam kehancuran yang akan segera tiba."
"Kalau dunia ini hancur, itu sudah takdir. Dan aku hanya bisa pasrah saja."
"Pikirkanlah baik-baik. Bahwa, dunia ini akan hancur bukan karena ketetapan takdir, tapi perubahan takdir yang telah ditetapkan. Dan kaulah, yang bisa mengubah takdir dari takdir yang telah berubah."
"Ya, hentikan leluconmu itu. dan maaf, senang berkenalan denganmu hari ini. Bukan maksudku tidak percaya, hanya saja kau terlihat lebih menghiperbolakan segala hal. Sampai jumpa."
Cih, mengigau apa gadis cewek itu. percuma saja dia memiliki raut wajah yang cantik namun sayang, ia mungkin mengidap sebuah penyakit alay atau sindrom yang melebih-lebihkan kenyataan. Tapi, entah kenapa, dia seperti benar-benar bisa memanipulasi pikiranku. Dan kepalaku mulai pusing saja. Aku berlari dan tak terasa sudah sampai ke apartemenku. Jam menunjukkan pukul 13.47.
"Huhh, akhirnya."