Chereads / Last Forever / Chapter 3 - DUA

Chapter 3 - DUA

"Nenek, sudah siap?" tanya Lee Joon ketika memasuki kamar neneknya. Neneknya tersenyum dan mengangguk. "Ayo kita pergi," Lee Joon langsung menggandeng tangan neneknya. Mereka akan ke dokter untuk berobat sore ini.

"Kau tidak bekerja sore ini?"

"Tidak nek, aku mengambil libur supaya bisa membawa nenek berobat," jawab Lee Joon. Neneknya kemudian mengusap tangan Lee Joon yang menggandengnya.

"Kenapa kau melakukan ini untuk nenek?"

"Tentu saja aku melakukannya karena aku menyayangi nenek. Nenek harus sehat. Nenek jangan memikirkan apa pun. Yang terpenting nenek harus tetap sehat dan menemaniku menghadapi dunia," jawab Lee Joon sambil tersenyum. Ia lalu memeluk neneknya. Nenek Lee Joon terharu mendengar ucapan Lee Joon.

"Tuhan memberikan berkah terbesar dan nikmat terbesar kepadaku karena menurunkanmu ke dunia ini. Nenek merasa sangat beruntung memilikimu sebagai cucu, Lee Joon," neneknya mengusap-usap punggung Lee Joon. Lee Joon sangat suka ketika neneknya mengusap-usap punggungnya seperti itu. Rasanya sangat nyaman sekali.

"Aku juga beruntung memiliki nenek seperti nenek. Sangat-sangat beruntung," Lee Joon tambah memeluk erat neneknya. Neneknya menghapus air matanya secara diam-diam.

"Ayo sekarang kita pergi. Nenek sedang semangat untuk ke dokter," ucap neneknya sambil melepaskan pelukannya. Lee Joon kemudian menggandeng neneknya lagi. Mereka berdua berjalan menuju halte bis. Lee Joon tidak mempunyai kendaraan untuk membawa neneknya ke rumah sakit untuk berobat.

"Apakah nenek lelah? Jika nenek lelah biar aku gendong," tawar Lee Joon pada neneknya. Neneknya berjalan dengan sangat lambat sambil sedikit membungkuk. Lee Joon khawatir jika neneknya lelah.

"Tidak, nenek masih kuat untuk berjalan. Kau jangan khawatir," jawab neneknya. Ia berjalan menggunakan tongkatnya. Rasa sedih di hati Lee Joon begitu besar. Ia berniat bekerja dengan keras lagi agar bisa membelikan neneknya kursi roda.

"Nenek, nanti aku akan membelikan kursi roda supaya nenek tidak lelah jika harus berjalan," Lee Joon berusaha menghibur neneknya yang nampak lelah berjalan namun tidak menunjukannya kepada Lee Joon.

"Tidak perlu, kau simpan saja uangmu untuk biaya semesteran. Nenek masih mampu untuk berjalan. Hidup itu jangan manja dengan keadaan. Tuhan masih menganugerahi kaki nenek untuk berjalan jadi untuk apa kursi roda. Berjalan kaki itu sehat daripada berjalan dengan mesin," jawab nenek Lee Joon dengan tawanya.

"Nenek, tapi nenek bisa lelah jika terus menerus. Vertigo nenek bisa kambuh lagi," kata Lee Joon sambil mengikuti langkah neneknya. Vertigo adalah salah satu bentuk gangguan keseimbangan dalam telinga bagian dalam sehingga menyebabkan penderita merasa pusing dalam artian keadaan atau ruang di sekelilingnya menjadi serasa 'berputar' ataupun melayang.

Ketika Lee Joon dan neneknya yang sedang berjalan sambil bercanda, tiba-tiba nenek Min Sun melihat LeeHa Na yang sedang kesulitan dengan mobilnya. Mobilnya mati di tengah jalan. Ha Na bingung sendiri sambil membuka kap mobilnya. Lee Joon juga melihat hal itu namun ia tidak ingin peduli. Sudah cukup dia mendapat penolakan dari Ha Na tadi pagi. Lee Joon mengajak neneknya untuk melanjutkan perjalanan.

"Kita harus membantu nona Ha Na. Dia terlihat sangat kesulitan," ujar neneknya yang kini berjalan mendekati Ha Na. Lee Joon langsung mencegahnya.

"Nenek, sebaiknya tidak perlu untuk membantunya. Sekarang kita harus ke rumah sakit untuk berobat. Dia tidak perlu bantuan. Percuma saja karena dia pasti menolak."

Lee Joon menarik tangan neneknya dengan perlahan untuk melanjutkan perjalanan.

"Jangan berpikir seperti itu sebelum kita mencobanya. Meskipun nona Ha Na jahat kepada kita, tapi jangan pernah membalas perbuatannya itu dengan kejahatan juga. Apa nenek pernah mengajarkanmu seperti itu?"

Lee Joon menggeleng dan neneknya melanjutkan langkah kakinya untuk mendekati Ha Na. Lee Joon tidak bisa membantah ucapan neneknya karena ia menghormati dan menyayangi neneknya. Lee Joon akhirnya mengikuti neneknya dengan terpaksa meskipun hatinya sangat kesal. Lee Joon kesal kepada Ha Na karena ia masih ingat dengan kejadian kemarin.

"Nona Ha Na, ada apa? Mobil nona tidak ingin hidup?"

Ha Na yang mendengar suara nenek Lee Joon langsung menoleh.

"Oh kau," ucap Ha Na langsung dengan nada sinis. "Jika kau sudah tahu sebaiknya kau tidak perlu bertanya," sambung Ha Na masih dengan nada sinis. Lee Joon langsung merasa tidak suka.

"Nenek, sudah kukatakan tadi, tidak ada guna menegurnya," Lee Joon berusaha untuk mengajak neneknya berjalan kembali.

"Lee Joon pandai membenarkan mobil. Dia sering membantu temannya di bengkel mobil. Jadi jika nona Ha Na tidak keberatan, Lee Joon cucuku bisa membantu anda," tawar nenek Lee Joon yang tidak mempedulikan kesinisan Ha Na.

Ha Na mendecak sebal. Sebenarnya siang tadi Tae Jo sudah mengatakan jika mobil Ha Na harus di tinggal di bengkel untuk dibenarkan namun Ha Na menolak karena alasan dia perlu dengan mobilnya untuk pergi. Oleh sikap keras kepalanya jadilah ketika ia pulang dari bepergian, mobilnya mati total di dekat lorong rumahnya. Ha Na tentu tidak bisa melakukan apa pun. Ia melihat kap mobilnya sendiri yang sudah mulai berasap tadi.

"Lee Joon ayo periksalah keadaan mobil nona Ha Na."

Lee Joon tetap diam tidak bergerak. Bukan ia ingin membangkang perintah neneknya, tetapi karena Lee Joon masih kesal dan tidak bisa menerima perlakuan Ha Na kemarin dan tadi begitu saja. Ha Na sendiri saat ini hanya diam sambil sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang ia lakukan Lee Joon tidak peduli.

"Jika kau tidak ingin memeriksanya maka nenek menolak untuk berobat hari ini," ucap neneknya sambil berbalik arah dan mulai berjalan. Lee Joon menghela nafasnya.

"Baiklah nek, aku akan memeriksanya. Tapi nenek jangan menolak berobat," Lee Joon akhirnya pasrah. Neneknya berbalik arah lagi dan menatap Lee Joon. Lee Joon menghela nafasnya lagi dan dengan berat hati langsung mendekati kap mobil Ha Na. Ha Na yang tadi sedang sibuk dengan ponselnya tiba-tiba melotot kaget ketika Lee Joon sudah mengutak-atik mobilnya.

"Apa yang kau lakukan dengan mobilku?!" ketus Ha Na. Lee Joon hanya diam. "Hei jawab aku!" ketus Ha Na lagi. Lee Joon menghembuskan nafasnya dan dengan kesalnya ia menoleh kepada Ha Na.

"Kau tidak lihat aku sedang membenarkannya?" tanya Lee Joon dengan wajah kesal. Nenek Lee Joon melihat pertengkaran itu dengan sedikit perasaan sedih.

"Aku tidak pernah mengizinkanmu untuk menyentuh mobilku! Sudah kukatakan padamu tadi pagi! Kenapa kau masih meyentuhnya!" sinis Ha Na. Lee Joon menahan emosinya. Jika bukan karena neneknya yang berniat baik untuk membantu Ha Na maka Lee Joon tidak akan pernah melakukannya.

"Apa kau ingin terus-terusan di sini. Sebentar lagi malam dan aku juga harus pergi membawa nenekku ke dokter. Jadi kau diamlah biar aku membenarkan mobilmu," jawab Lee Joon sambil menahan sabar.

"Aku tidak butuh bantuanmu," ucap Ha Na dengan dingin.

Kali ini Lee Joon benar-benar sudah kesal. Ia mengepalkan tangannya. Niat baiknya dan neneknya sama sekali tidak dihargai oleh Ha Na. Lee Joon lalu memegang kap mobil Ha Na dan menutupnya dengan membantingnya. Ia tidak peduli dengan Ha Na yang sekarang melotot kaget.

"Kau! Kau ingin menambah kerusakan mobilku! Hei mobilku harganya mahal. Orang miskin sepertimu tidak akan bisa menggantinya! Membayar uang sewa tepat waktu pun kau tidak bisa. Apalagi mengganti mobilku!"

Semua syaraf Lee Joon menegang mendengar ucapan Ha Na. Mata neneknya langsung berlinang air mata mendengar ucapan Ha Na yang begitu menusuk. Lee Joon pasti sangat sakit hati mendengarnya.

"Aku tahu aku tidak punya apa pun. Tapi hidupku tidak semenyedihkan dirimu, nona!" Lee Joon berkata dengan penekanan sambil menatap tajam Ha Na.

"Hidupmu adalah hidupmu dan hidupku adalah hidupku! Hidupku bukan urusanmu orang miskin!"

Lee Joon mengepalkan tangannya yang sudah gatal. Bisa saja ia memukul atau menampar Lee Ha Na, tetapi ia tidak bisa melakukannya karena apa yang dikatakan Ha Na memang benar adanya. Dia memang miskin, tidak mampu apa-apa. Jadi dia tidak berhak melakukan tindakan kasar pada Ha Na. Ia sudah biasa mendapati harga dirinya diinjak-injak oleh Lee Ha Na.

"Ayo nek kita pergi. Sia-sia membantunya," ucap Lee Joon masih dengan marah. Lee Joon lalu mengajak neneknya untuk kembali berjalan meskipun neneknya masih menatap Ha Na.

"Lee Joon maafkan nenek, nenek salah telah memaksamu tadi. Benar-benar nenek minta maaf," nenek Min Sun mengelus lengan cucunya dengan perlahan. Ia merasa bersalah karena tadi memaksa Lee Joon. Sebenarnya tujuan nenek Min Sun memang baik, ingin membantu Ha Na namun tanggapan Ha Na yang seperti itu membuat Lee Joon tersinggung.

"Tidak apa-apa nek, jangan dipikirkan. Dia memang seperti itu. Sudahlah, ayo kita lanjutkan lagi perjalanan kita. Halte bis sebentar lagi."

Lee Joon merangkul neneknya untuk kembali berjalan. Pemandangan yang sangat indah di sore hari itu. Melihat seorang cucu yang tulus membantu neneknya. Sementara Ha Na kini kesal kembali karena bengkel yang ia hubungi tadi tidak ingin melayani pelanggan lagi karena sudah tutup. Terpaksa Ha Na duduk kembali di dalam mobilnya. Ia akan berusaha meminta bantuan kepada teman-temannya yang lain.

"Sialan! Kemana mereka semua di saat aku membutuhkan mereka!"

Ha Na melemparkan ponselnya ke bangku sebelahnya. Ia menatap langit yang mulai gelap. Dia tidak mempunyai teman. Teman-temannya hanya teman sesaat dikala ia senang.

✬✬✬

Hari sudah gelap dan Ha Na masih saja di dalam mobilnya. Tidak ada temannya yang bisa membantunya dan bengkel yang sudah ia hubungi tidak menerima pelanggan lagi. Ha Na tidak bisa meninggalkan begitu saja mobilnya di pinggir jalan. Sebenarnya Ha Na sedikit menyesal karena tadi menolak Lee Joon membenarkan mobilnya. Jika saja tadi Lee Joon membenarkan mobilnya, pasti setidaknya ia sudah pulang ke rumah saat ini.

"Menyebalkan!" ucap Ha Na dengan kesal. Ia bersandar di setir mobilnya sambil menatap jalanan.

"Harus berapa lama aku menunggu di sini," guman Ha Na sambil memejamkan matanya. Ia lalu menghela nafasnya perlahan. Ha Na hampir saja tertidur di mobilnya jika saja tidak ada yang mengagetkannya dengan cara mengetuk jendela mobilnya.

"Cepat keluar," perintahnya. Ha Na bisa membaca ucapannya itu dari gerak bibirnya. Ha Na lalu membuka kaca mobilnya. "Aku akan membantumu mendorong mobilmu sampai rumah. Jadi keluarlah, aku sudah berbaik hati. Nenek yang menyuruhku dan jangan kau tolak lagi pertolonganku yang terpaksa ini," sambung Lee Joon dengan sangat terpaksa.

Apalagi yang terjadi sebenarnya? Tadi sewaktu Lee Joon dan neneknya pulang dari berobat, mereka masih melihat mobil Ha Na terparkir di sana. Dari kaca, nenek Lee Joon bisa melihat Ha Na yang duduk melamun. Lagi dan lagi nenek tua rentah yang pernah disakiti Ha Na itu tidak tega melihatnya. Ia menyuruh Lee Joon untuk membantu Ha Na lagi. Lee Joon tentu saja menolak mati-matian namun neneknya mengatakan jika wanita itu tidak boleh dibiarkan sendirian di gelapnya malam. Nenek Lee Joon mengatakan kepada Lee Joon jika saja ada orang yang berniat jahat kepada Ha Na dan nenek Lee Joon mengingatkan Lee Joon sedikit tentang ibunya yang diperkosa oleh orang yang tidak dikenal alias ayahnya. Jadi intinya Lee Joon tidak tega melihat Ha Na yang sepertinya kesulitan dan ia tidak ingin ada lagi wanita yang mengalami hal sama seperti ibunya dulu.

"Kenapa kau datang lagi?" tanya Ha Na tanpa turun dari mobilnya.

"Jangan banyak bertanya. Cepat turun dari mobilmu dan dorong. Aku akan membantu," jawab Lee Joon dengan raut wajah kesal. Ia tidak pernah suka dengan tingkah Ha Na.

"Hei dengarkan aku. Jika kau hanya terpaksa membantuku sebaiknya kau tidak perlu membantu. Aku tidak butuh bantuanmu. Mengerti!" ketus Ha Na sambil menutup kembali kaca mobilnya. Lee Joon menghela nafasnya. Jika bukan karena neneknya ia tidak akan mau membantu wanita angkuh itu.

Jalanan di lorong rumah Lee Joon memang cukup sepi. Perumahan mereka bukanlah perumahan elit. Perumahan mereka lebih ke perumahan rakyat miskin di daerah dekat pasar tradisional. Dan rumah orang tua Ha Na memang berada sedikit jauh dari rumah kontrakan Lee Joon sendiri. Rumah di sana lumayan baik dan bisa dikatakan bagus meskipun bukan kawasan yang benar-benar bagus. Ha Na dan keluarganya cukup berada karena mereka memiliki usaha rumah kontrakan yang cukup banyak dan usaha rumah makan serta beberapa café. Tapi semenjak beberapa bulan yang lalu, orang tua Ha Na menyuruh Ha Na untuk menunggu rumah mereka yang berada di dekat kontrakan dengan alasan agar mudah mengawasi penyewa rumah mereka. Awalnya Ha Na menolak dengan keras karena tinggal di lingkungan sedikit kumuh. Namun ayahnya mengiming-imingi Ha Na dengan upah semua uang sewa rumah itu untuknya. Jadilah Ha Na sekarang tinggal di rumah orang tuanya yang lain.

"Aku tidak akan memberikan tawaran untuk yang ketiga kali," Lee Joon berucap kemudian ia berbalik siap melangkah untuk pulang. Jalanan memang sepi dan di daerah mereka cukup rawan kejahatan karena tinggal di perkampungan sedikit kumuh.

"Tunggu!" panggil Ha Na. Lee Joon terus berjalan seolah tidak mendengar.

"Hei kau! Aku menyuruhmu berhenti!" panggil Ha Na lagi. Lee Joon terus saja berjalan. Ia merasa Ha Na bukan memanggilnya karena Ha Na tidak menyebutkan namanya. "Sial!" gerutu Ha Na.

"Hei Lee Joon! Aku memanggilmu!" panggilan Ha Na terdengar lagi dan kali ini Lee Joon berhenti.

"Cepat bantu aku!" teriak Ha Na. Lee Joon menoleh dan dengan terpaksa menyeret langkah kakinya.

"Lain kali mintalah dengan lebih sopan. Tidak akan ada orang yang ingin membantumu jika kau tetap bersifat angkuh. Jika kau banyak teman pastilah sudah ada yang membantumu, tapi ternyata tidak ada. Aku tidak heran," ujar Lee Joon yang kini sudah berkacak pinggang di depan Ha Na. Ia perlu memberi sedikit nasehat kepada wanita angkuh di depannya saat ini.

"Kau ingin membantu atau tidak?" tanya Ha Na dengan tidak sabaran. Jika saja orang tuanya tidak ke luar kota kemarin, Ha Na pastilah minta tolong dengan ayahnya. Namun saat ini seperti yang tadi Lee Joon katakan, tidak ada satu pun teman yang membantunya dan ia membutuhkan Lee Joon untuk menolongnya.

"Tae Jo. Kau sedang sibuk?" tanya Lee Joon di telpon. Ia mengabaikan pertanyaan Ha Na. Ha Na mengertakan giginya. Saat ini Lee Joon tengah menelpon Tae Jo karena ada keperluan.

"Aku sedang mengajar les, ada apa Lee Joon?"

"Tidak ada, aku hanya menelpon saja. Oh ya kau tahu di mana Danniel?" tanya Lee Joon lagi. Tae Jo menjawab jika Danniel sedang membantu Hyun Jae berjualan di kedai makanan Hyun Jae."Baiklah, aku tutup dulu. Lanjutkanlah bekerjamu," Lee Joon langsung memutuskan sambungan telponnya. Saat ini Ha Na tengah menyilangkan tangannya di dada sambil menatap Lee Joon kesal, benci, marah dan tidak suka.

"Kau berniat membantu atau tidak?" tanya Ha Na lagi dengan ketus.

"Mereka sedang ada pekerjaan dan tidak ada yang bisa membawa peralatan bengkel ke sini. Jadi terpaksa mendorong mobilmu. Tae Jo dan Danniel juga sedang ada pekerjaan," jawab Lee Joon yang tidak ingin ribut dengan Ha Na.

"Jadi kau memanggil teman bengkelmu itu? Menggelikan," cemooh Ha Na.

Sekarang giliran Lee Joon yang berkacak pinggang di depan Ha Na.

"Kau tahu? Aku sama sekali tidak kasihan jika saja ada hal buruk yang terjadi padamu dan aku tidak akan pernah ingin menolongmu lagi. Aku bersumpah! Jika bukan karena nenekku yang masih kasihan kepadamu, aku tidak akan pernah merendahkan diriku yang ingin menolong orang angkuh sepertimu. Kau yang menggelikan. Munafik, sombong, angkuh, arogan dan tidak punya sopan santun!" jawab Lee Joon sambil menatap Ha Na dengan tatapan tajam.

Plak…

Tamparan langsung mendarat di pipi Lee Joon. Ha Na menatap Lee Joon marah. Wajah cantiknya itu tidak bisa meluluhkan Lee Joon sedikit pun. Wajar Lee Joon marah dan tersinggung karena Ha Na yang memang tidak sopan. Ia sudah menahan diri semenjak sore dan sekarang iamengungkapkan semuanya. Sekali lagi, jika bukan karena permintaan neneknya. Lee Joon tidak akan pernah mau menolong Ha Na. Kadang Lee Joon sedikit kesal dengan sifat baik neneknya. Mengapa neneknya harus tetap baik kepada orang seperti Ha Na ini. Lee Joon membalas tatapan mata Ha Na dengan tajam. Pipinya terasa pedas namun itu tidak seberapa dibandingkan perasaan tersinggungnya. Ha Na sedikit kaget dengan tindakannya barusan yang menampar Lee Joon. Ia tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi.

"Wanita yang kasar," ucap Lee Joon dengan nada dingin. "Semoga hidupmu tidak pernah diberkati keberuntungan sampai kau berubah," Lee Joon menahan emosinya. Tentu saja sebagai laki-laki ia tidak akan membalas menampar Ha Na. Itu adalah tindakan laki-laki pengecut.

"Pergilah. Aku tidak butuh bantuanmu. Katakan kepada nenekmu jika aku menolak niat baiknya," Ha Na langsung masuk ke dalam mobilnya kembali. Tangannya bergetar hebat. Tidak pernah ia menampar orang meskipun ia adalah orang yang angkuh serta sombong. Lee Joon menyerah. Niat baiknya untuk Ha Na sudah hilang total.

"Baiklah jika itu maumu. Aku dengan senang hati menerimanya."

Lee Joon menjalankan kakinya menuju rumah kontrakannya. Ia memegang pipinya yang terasa panas. Tamparan Lee Ha Na cukup keras namun tidak seberapa dibandingkan panas di hatinya. Ia sangat menyesali sikap Ha Na yang seperti itu. Ia kecewa gadis itu tetap menolaknya.

TBC...