" woiii ngelamun aja loe, gw liat nih dari roman-roman wajah lo yang galau nggak jelas itu sepertinya banyak tersirat unsur-unsur yang juga gak jelas. " rina mengagetkan ku yang sedari tadi duduk melamun di taman belakang sekolah. Rina adalah sahabat ku dari kami SD dulu. Kita selalu dengan sengaja masuk sekolah yang sama, walaupun dari SMP sampai SMA kita jarang sekelas tapi di saat luar jam pelajaran kita selalu bersama.
" bahasa loe semakin bertambah umur malah semakin nggak jelas rin. " ledek ku kepada satu-satunya sahabat ku.
" yaelaaahhh nggak usah bahas bahasa gw kali dinda aliansyah rovi. Kayak nggak kenal gw aja loe. Dari dulu tuh kan bahasa gw itu penuh dengan filosofi-filosofi dan penjelasan ilmiah, makannya dari kecil gw selalu unggul. " rina tertawa sambil mengedip-ngedipkan matanya.
Dinda Aliansyah yovi,ya itu lah nama ku. Teman-teman biasa memanggil dengan panggilan Dinda. Sedangkan Yovi pada nama belakang adalah nama keluarga kami. Setiap anggota keluarga nama belakangnya selalu ada nama Yovi. Yovi sendiri adalah nama kakekku, orang yang merintis dan mendirikan usaha keluarga dibidang automatic. Kakek merintis usaha dari kecil hingga usaha itu menjadi besar seperti sekarang.
" iya deh sang juara yang selalu terdepan. Tapi semester kemaren ada yang galau gara-gara biasanya juara umum pertama sekarang merosot kejuara umum kedua. Hmmm... itu apa karena kepintarannya menurun atau terlalu pintar sehingga anjlok ya. " ledek ku lagi yang mengubah raut wajah berbangga rina menjadi kesel.
" iiihhh apaan sih. Dengar ya sahabat ku yang baik tapi omongannya barusan ngeselin. Gw itu bukannya merosot ataupun menurunnya kepintaran gw tapi saat itu gw mungkin sedikit lengah jadi terpeleset ke nomor dua. " kata rina sambil mengacungkan dua jarinya.
Aku tertawa sambil menirukan gaya bicara rina, " iya gw percaya. Tapi kalau diliat-liat Mega itu habat juga ya, baru aja pindah tahun ajaran ini, udah bisa gitu semester pertama dia sekolah disini langsung juara umum pertama. Kepintaran dia itu benar-benar sama dengan kak lina. Gw kan udah pernah cerita sama loe rin, kalau kakak ipar gw itu orangnya super duper pintar. Kak lina dan mega memang kakak adik yang sama pintarnya tapi sayang sifatnya berbeda. "
" iya ya din, kok bisa ya mega sikapnya kasar gitu. Padahalkan yang gw tau nih kakak ipar loe itu orang super lembut, baik, ramah, dan asyik diajak ngobrol. Ini malah punya adek 180% perbedaan sifatnya. " tambah rina.
Mega adalah adik satu-satunya kak lina. Kak lina adalah anak ke-dua, yang pertama adalah kak robi yang sudah meninggal satu tahun yang lalu saat kak lina dan kak andi baru menikah. Baru disemester pertama kelas 3 SMA ini lah mega pindah kesekolahan ku. Sekolahan ku termasuk sekolahan elit di kota Jakarta. Mempunyai fasilitas yang sangat memadai dan bertaraf Internasional. Dengan uang sekolahnya yang sangat tinggi, memungkinkan tidak banyak orang yang bisa sekolah disini. Atas usulan kak andi mega dipindahkan kesekolah ku agar lebih dekat dengan ku. Sebenarnya tidak gampang masuk kesekolah ku tapi karena papi adalah penyumbang terbesar di sekolah ini dan juga papi orang yang cukup punya andil besar dalam pembangunan sekolah ini maka mega diterima dan sekelas dengan ku.
Mega bukan anak yang mudah bergaul, dandanannya yang seperti seorang kutu buku dan pendiam membuat tidak banyak orang yang mau bicara padanya. Selama ini aku sudah berusaha untuk bisa dekat dengannya tapi keberadaan ku selalu dianggap tidak pernah ada olehnya. Entah hal apa yang menyebabkan dia tidak suka dengan ku, selalu menghindar dari ku. Bahkan saat guru menyuruhnya duduk di bangku sebelah ku, dia malah memilih bangku yang jauh dari ku. Aku sering bertanya padanya kenapa sikapnya seperti itu pada ku, selalu menjawab dengan tatapan sinis dan tanpa mengeluarkan kata apa-apa. Bahkan dia sering kali kasar pada ku, seperti di saat jam olah raga dia pergi ke kelas hanya untuk merobek buku PR ku atau menyembunyikan baju seragam ku sehingga saat jam olah raga berakhir aku tidak bisa mengganti pakaian karena tidak menemukan baju seragam di loker ku.
Awalnya aku masih bingung siapa yang melakukannya, tapi setelah aku melihat dengan mata kepala ku sendiri bahwa yang melakukannya mega aku jadi tambah bingung dan tau bahwa dia sangat membenci ku. Tapi apa yang membuat dia benci pada ku, selama ini aku berusaha baik padanya. Bahkan disaat teman-teman menjauhinya karena sikapnya yang pendiam dan kasar, aku selalu berusah mendekatinya, barusaha untuk menjadi teman baiknya, tapi selalu menolak keberadaan ku.
Aku tidak pernah cerita pada orang di rumah bagaimana sikap mega pada ku, karena aku yakin suatu saat dia pasti mau menjadi temanku. Hanya saja dia butuh waktu untuk menerima ku. Semoga saja dan aku sangat berharap datangnya saat itu, saat dia membuka diri pada ku.
***
" baik anak-anak keluarkan buku PR kalian masing-masing. " perintah buk guru, semua siswa mengeluarkan buku PR dari tas masing-masing. Sedangkan aku tidak ikut mengeluarkan dari tas aku sendiri karena aku sengaja menitipkannya pada doni teman yang duduk di belakang ku.
" dinda ini buku PR loe. " seraya doni menyerahkan buku PR ku. " makasih ya doni. " aku sengaja menitipkannya pada doni agar buku PR ku selamat dari gangguan mega.
Selagi buk guru sibuk memeriksa satu persatu buku PR para siswa, aku terus memandangi foto keluarga yang ada di HP ku. Sampai saat ini aku masih bingung dengan kata-kata mommy dan yang lainnya kemaren, bahkan itu membuat ku sangat ketakutan. Aneh denga semua yang kak lina bilang dan juga sikap semuanya. Jujur yang ada dipikiran ku saat ini adalah pulang ke rumah dan memeluk erat mereka semua, aku takut jauh dari mereka.
Aku semakin larut dalam lamunan ketakutan dan kesedihan ku, hingga tanpa aku sadari ibuk guru sudah berdiri di samping ku.
" dinda ini jam pelajaran, kenapa kamu sibuk megang hp terus. Kalau kamu nggak suka jam pelajaran ibuk, silahkan kamu keluar dari kelas ini. " bentak buk guru yang mengagetkan ku.
Aku tersentak dan langsung berdiri dan tertunduk, " maaf buk saat ini pikiran saya agak terganggu. "
" apapun itu bukan alasan kamu untuk tidak fokus dalam belajar. Ingat dinda dalam beberapa bulan lagi kamu akan menghadapi UN."
" iya buk saya minta maaf, saya janji tidak akan mengulangi kesalahan saya lagi buk. ". Lalu aku duduk dan menyimpan HP kedalam tas.
Walaupun aku telah menyimpan HP ke dalam tas dan tidak lagi memandangi foto keluarga ku, namun hal itu tidak dapat membuat ku untuk fokus dalam belajar. Kepergian orang tua, kakak, dan kakak ipar ku tetap saja mengusik konsentrasi ku untuk belajar. Aku ingin segera pulang dan menemui mereka tetap bersama ku, bukan hanya sampai mereka pergi besok melainkan tetap bersama ku selamanya. Apa aku egois saat ini, lebih mementingkan rasa ketakutan ku dari pada kepentingan urusan mereka pergi ke luar negeri. Aku tidak ingin egois dengan memperlihatkan kesedihan ku supaya mereka tidak jadi pergi tapi jujur aku memang sangat takut dengan apa yang akan terjadi bila mereka pergi. Seakan-akan aku tidak akan bertemu dengan mereka lagi untuk selamanya.
Kata-kata itu juga selalu mengganggu pikiran ku, perkataan yang membuat lobang dan menanam tanda tanya besar dalam otak ku. Tanda tanya yang sampai kini masih manancap tajam dalam benak ku. Seperti susah untuk dibuang. Apa besok hal itu akan terjawab, jawaban yang seperti apakah yang akan aku terima, apakah itu sebuah lelucon atau teka-teki besar yang akan menjadi awal cerita baru. Entah lah, yang ku tau saat ini besok mungkin akan menjadi jawaban dari rasa takut dan pertanyaan yang ada di dalam pikiran ku. Tapi aku takut datangnya hari esok, aku ingin waktu berjalan dengan lambat, bahkan berhenti agar aku tetap bersama meraka semua.
" ya itu yang aku mau sekarang. Doraemon please help me, bantu aku mengeluarkan alat agar dapat memperlambat atau menghentikan waktu ". Aku spontan berteriak sambil berdiri dari bangku serta mengepal kedua jemari tangan berpelukan dan menghadap ke jendela. Hal itu sontak membuat aku jadi perhatian semua orang di kelas dan tentunya seisi kelas tertawa melihat tingkah ku.
" loe ngapain din? Gila loe ya? Hahahahaha". Seorang teman yang duduk di depan ku bertanya sambil tertawa.
" sadar umur din, kitakan bukan anak SD lagi yang masih mengidolakan tokoh kartun anak-anak ". Seorang teman yang duduk paling ujung depan menambahkan serta diiring gelak tawa teman yang lainnya.
DUK!!! DUK!!! DUK!!! Terdengar suara meja dipukul " diam anak-anak,semuanya jangan ribut ", ibuk guru menenangkan situasi di kelas " dinda tadi ibuk sudah bilang, kalau kamu masih mau berada di kelas jangan lakukan aktifitas lain apalagi memainkan imajinasi anak-anak mu" sontak semua murid tertawa lagi " DIAAAAAMMM!!!" Bentak buk guru dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya.
" maaf buk, tapi saya tidak sedang berimajinasi seperti anak-anak buk ". Jawab ku sambil tertunduk malu.
" lalu apa dinda. Ibuk tegaskan sekali lagi, jika kamu tidak bisa fokus dalam jam pelajaran saya, silahkan kamu ke luar dari kelas ini ".
" iya buk saya janji untuk fokus. Tapi teman-teman, film kartun doraemon tidak hanya disukai oleh anak-anak, orang dewasa juga banyak nonton. Kakak ku juga suka nonton doraemon. Serius deh, kalau nggak percaya boleh cek di rumah ada banyak kaset doraemon. " jawab ku dengan polos sehingga semua orang di kelas tertawa. Tak terkecuali ibuk guru walau berusaha menutupi hal itu dari raut wajahnya.
" diam semuanya, kita lanjutkan pelajaran. " kata buk guru sambil menahan tawa.
Aku pun duduk kembali dengan rasa malu terhadap apa yang terjadi barusan. Mungkin lelucon ini bisa mengurangi gangguan dalam pikiran ku tapi hanya sebentar. Beberapa menit kemudian kembali tenggelam dalam pikiran yang tak menentu.
***
" wawww kejutan banget anak papi jam segini sudah bangun " papi kaget saat turun tangga yang melihat ku sudah ada di meja makan. Memang tidak biasanya pada jam 5 aku sudah keluar dari kamar dan berada di meja makan tempat yang paling sering berkumpulnya keluarga. Sebenarnya dari semalam pun aku tidak tidur, perasaan yang berkecamuk membuat mata ku tidak bisa terpejam.
" iya papi, papi apa nggak dipikir lagi mo pergi hari ini. Ganti-gantian aja papi. Misalnya sekarang kak andi sama kak lina yang pergi, setelah mereka pulang kesini giliran papi sama mommy yang pergi. " kata ku membujuk papi.
" maunya papi juga gitu sayang, tapi urusan papi sama kak andi itu sama-sama mendesak ".
Aku hanya bisa terdiam dengan jawaban papi. Aku ingin melarang dan juga terlintas dalam pikiran ku untuk membuat alasan yang tidak logis sekalipun agar bisa menghambat kepergian mereka. Tapi lidah ini seakan mati, seakan tidak mau menurut atas perintah yang ada di otak ku. Sepertinya hal ini memang harus terjadi, atau ini termasuk suratan takdir. Pikiran ku semakin kacau, aku lelah dengan rasa takut, aku ingin rasa ini berakhir.
Ya tuhan, ada apa sebenarnya. Rasa ini tidak berkurang sedikitpun, bahkan semakin bertambah mendekati kepergian mereka. Aku tau ini kepergian yang wajar setiap orang lalui. Keluarga yang pergi jauh karena ada urusan penting, hal yang sangat wajar. Tapi rasa takut ini yang membuat semuanya menjadi tidak wajar. Rasa takut yang aku rasakan ini apakah sudah mencapai puncaknya, atau ini adalah permulaan. Permulaan dari rasa takut yang lebih berat dari sekarang, dan akan berlangsung lama.
" dinda sayang, hei kenapa kamu ngelamun gitu. Liat papi sayang " aku menoleh kearah papi yang menggenggam erat pundak ku " apapun yang terjadi, papi yakin anak yang sangat papi sayangi ini pasti akan kuat ngejalaninya. Anak papi yang cantik ini pasti berani menghadapi segala cobaan yang tuhan berikan "
" walaupun mommy, papi, kak andi, dan kak lina pergi mommy yakin sayang kamu pasti bisa bertahan dan akan hidup bahagia karena kami selalu ada di hati mu sayang " tambah mommy yang dari tadi mendengarkan percakapan aku dan papi. Di samping mommy terlihat kak andi dan kak lina yang menggendong lutfi kecil tersenyum seakan meyakin kan ku. Mereka semua mendekati dan merangkul ku.
Kak andi mengusap kepala ku dan berkata, " adek kesayangan kak andi jangan nangis lagi ya, karena kami semua nggak rela melihat setetespun air mata mengalir di pipi kamu sayang, sebelum kami pergi kami ingin melihat senyum yang indah terukir di pipi kamu. Liat ponakan kamu ini, dia tersenyum sayang. Dia akan menjaga kamu, dia pangeran cilik yang begitu tangguh ".
" iya sayang, dinda adalah adek kak lina juga. Kamu tau rasa sayang kakak itu begitu besar sama kamu, seperti rasa sayang kakak ke mega. Kalian berdua adalah adek kakak " lalu kak lina mengambil tangan lutfi kecil dan diusapkan ke pipi ku seakan menghapus air mata yang mengalir dari kedua mata ku " kamu liat putra, dia begitu tangguh. Dia tau akan ada mommy cilik yang berada di sampingnya. Kalian akan saling menjaga dan saling menyayangi "
Mendengar kata-kata itu membuat air mata ku mengalir tak tertahankan. Aku ingin pelukan dari keluarga yang aku sayangi ini tidak lepas dari tubuh ku. Semakin berat ditinggalkan oleh mereka. Ya tuhan,,, aku mohon hentikan waktu sekarang juga. Jangan biarkan waktu berputar. Hanya itu yang aku minta tuhan, hanya menghentikan waktu. Biarkan aku menikmati indahnya kebersamaan dalam pelukan keluarga ku. Aku ingin tetap seperti ini tuhan, hanya itu, aku mohon. Bisikku dalam hati memohon dan tak hentinya menangis.
Namun waktu akan terus berputar dan tak ada satu pun yang bisa menghentikan, selalu menggiring fakta-fakta dari takdir kehidupan. Inilah awalnya puing-puing kebahagiaan yang sirna akan kepedihan, awal kesunyian yang panjang ku lalui, kenyataan bahwa roda kehidupan itu berputar. Mulai detik ini, detik dimana kepergian mereka yang tidak secara bergantian tapi secara bersama meninggalkan kepedihan dan derita yang harus ku lalui.
Baru saja ku melepas kepergian mereka, ya di depan sana. Melihat mobil yang membawa mereka hanya berjarak beberapa meter terus berjalan ke ujung sana dan kemudian ilang untuk selamanya. Kecelakaan itu merenggut hampir seluruh anggota keluarga ku merenggut kebahagiaan ku, meninggalkan luka yang sangat dalam, hanya ditemani bocah kecil yang selamat dari kecelakaan itu. Hmmm pangeran cilik dia tau apa? Dia hanya bocah kecil yang dititipkan padaku yang saat itu aku pikir sebagai beban. Hanya aku dengan sederet masalah di depan sana di dampingi sosok kecil, tanpa dosa, yang masih sangat suci dan tidak tau harus bagaimana sebagai beban tambahan peninggalan keluarga yang aku cintai.
Apa aku bodoh berpikir seperti ini? Dia juga keluarga ku, si kecil yang selamat dari kecelakaan. Yang membuat ku nggak sendirian dan masih ada yang menemani. Tapi apa yang bisa dia lakukan? Menangis? Ngompol? Atau berisik ditengah malam? Menambah kacaunya pikiran ku.
Sayang? Pasti! Dia ponakanku, dia anak kakak ku dan dia cucu orang tua ku. Tapi bukan berarti mereka meninggalkan aku hanya berdua dengan manusia yang masih kecil ini. Untuk saat ini aku pastikan dia baban bagiku, dan aku benci kondisi seperti ini. Apa aku harus mati menyusul mereka disana atau aku biarkan sikecil ini yang mati agar tak ada beban buat ku lagi, atau juga aku dan dia yang harus mati, sama-sama menyusul mereka yang sudah tenang disana. Sempat hal itu terpikirkan dan hampir dilakukan, tapi suara si pangeran cilik yang tiba-tiba bersuara bayi mengeram seakan-akan memarahi ku.
Aku menatap dia dan dia juga menatap ku. Banyak arti dalam tatapannya, marah, kecewa, dan sedih. Apa yang dia rasakan mungkin sama dengan apa yang aku rasakan, sendiri dan hanya tinggal dengan manusia manja yang tak berguna seperti aku tapi setidaknya dia bertahan meski kecelakaan itu hampir merenggut nyawanya. Apa dia bertahan karena ingin menemani ku, takut melihat aku menderita sendiri disini?.
Bocah itu disini bersama ku, melihat semua hal bodoh yang ingin aku lakukan. Kadang dia tertawa atas tindakan ku, menertawai tindakan bodoh ku. Namun kadang terlihat kesal dengan tindakan sangat bodoh yang akan aku lakui. Dia selalu memberi respon atas tindakan ku. Aku meresa enggan untuk hidup namun aku malu kalau tidak bertahan seperti apa yang dia lakukan. Seorang anak manja dengan seorang bocah yang tidak bisa berbuat apa-apa hidup dengan sejuta masalah kedepannya.