Terkadang bantuan itu datang di saat kita sudah berada di ujung kata "Putus Asa"
----------
Akar itu masih melilit di pergelangan kakiku.
Ku paksakan diriku untuk berdiri sekuat mungkin. Mencoba melepaskan diri darinya.
Semakin lama dia semakin kuat. Apakah pagar di dalam diriku sudah tidak berfungsi lagi?
Tetapi aku masih menggunakan kalung pemberian dari ayah. Tidak mungkin dia bisa menyentuhku, bahkan sampai melilitku seperti ini.
Aku berdiri dan masih bersandar di pohon palem yang sama. Nafasku terengah-engah tidak teratur.
Dan lagi-lagi hidungku masih mengeluarkan darah, yang dimana malah semakin lama membuatnya semakin beringasan saat mencium darahku.
Saat ini aku jauh dari orang tuaku, tidak mungkin aku merengek meminta pertolongan dari mereka.
Tetapi di saat seperti ini yang ku butuhkan adalah mereka.
Ayah dan ibuku.
Sungguh aku tidak bisa apa-apa tanpa mereka, jujur aku takut, aku takut sekarang.
Aku mencoba menahan air mata yang sudah membendung di mataku. Tapi itu tidak bisa ku tahan, pipiku basah oleh air mataku sekarang.
Bukan karena aku cengeng, bukan. Tapi karena aku takut, menghadapi makhluk ini sendirian. Karena dia yang akan mengambilku dan mengembalikan aku ke tempat yang seharusnya dari dulu aku berada.
Yang jelas bukan di dunia nyata yang sekarang aku pijaki.
Makhluk itu bergerak mendekat ke arahku, apa yang harus kulakukan.
Aku masih berdiri diam bersandar di pohon palem ini.
Mencoba berpikir apa yang harusnya aku lalukan sekarang.
Ku lihat cahaya putih melesat dari ujung lapangan dan berhenti di depanku pas.
Saat cahaya itu sudah berhenti, aku mulai bisa dengan samar-samar melihatnya.
Ku lihat sosok perempuan seumuranku berdiri di hadapanku. Yang jelas ini bukan manusia.
Aku bisa melihatnya dengan samar-samar, tak lama kemudian dia tersenyum kepadaku.
Dan aku hanya diam, karena siapa dia?. Aku saja tidak mengenalnya, sama sekali.
Dia hanya tersenyum kepadaku dan berjalan perlahan semakin Mendekat di depanku. . .
Sumpah ya, niatnya sosok perempuan satu ini mau ngapain sih???
Apakah dia tidak tahu bahwa aku sedang dalam keadaan bahaya sekarang. Sangat bahaya, dan tidak ada yang datang untuk membantuku. Dan di saat aku menginginkannya yang datang malah sosok perempuan yang gak jelas asalnya dari mana dan tujuannya pun juga gak jelas.
Aku memundurkan diriku lebih ke belakang di saat sosok perempuan ini semakin mendekat ke arahku.
Dan dia lagi-lagi hanya tersenyum kepadaku.
Tangan kanannya di angkat dan berada di depan dahiku. Aku bingung karena aku harus fokus sama sosok perempuan tidak jelas ini atau sama makhluk akar yang ada di belakangnya.
Tetapi "Waktu" seketika itu berjalan dengan perlahan, dengan sangat lambat.
Perempuan yang berada di depanku menyentuhkan jari telunjuknya di dahiku.
Saat itu pula aku merasakan sengatan listrik dengan tegangan kecil menjalar dari dahiku ke ujung kepala bagian belakang.
Dan terbesit berbagai macam memori di kepalaku. Terputar seperti film tua yang tidak berwarna.
Gambaran itu acak terputar di kepalaku.
Belum selesai aku membaca cerita tersebut dan mengartikannya, dia melepaskan jari telunjuknya yang tertempel di dahiku.
Kemudian dia melihatku dan tersenyum kembali. Tak lama dia semakin menjauh dariku, dan semakin mendekat ke arah Makhluk Akar itu.
Tunggu kalau dia mendekati makhluk akar itu, dan makhluk akar itu menangkapnya maka dia akan tenggelam ke dalam tanah bersama makhluk akar tersebut. Dan tidak akan kembali lagi.
Jangan sampai dia melakukan hal itu.
Tapi mengapa aku mengkhawatirkan nya. Dia bukan siapa-siapa ku.
Tapi mengapa dalam lubuk hatiku aku merasa dekat dengannya.
Dan ternyata dugaan ku benar.
Dia benar-benar menyerahkan dirinya kepada maklhuk akar itu. Kejadian ini sama persis pada waktu aku masih di SMP. Kejadian itu di lapangan tepatnya, di saat aku melihat Makhluk Berasap di bawa oleh Makhluk berAkar ke dalam tanah.
Lilitan yang berada di kakiku lepas dengan sendirinya. Dan lilitan akar itu berbalik ke arah sosok perempuan yang berada di hadapanku.
Akar-akar itu melilit ke sekujur tubuhnya, perlahan-lahan menutup seluruh badannya. Terakhir kali dia melihat ku dan tersenyum lagi.
Perlahan mereka berdua tenggelam ke dalam tanah.
Astaga... Kenapa dia melalukan hal itu untuku. Kenapa...
"SANTHI!!!!"
Dengan tidak sadar aku meneriakkan nama tersebut dan berlari ke arahnya.
"SANTHIIII!!!"
Aku terjatuh saat hendak menggapai nya.
Tetapi semua sia-sia.
Dia sudah tidak ada lagi.
Dia di bawa oleh Makhluk Akar itu.
Aku baru teringat semuanya. Memori itu menyeruak ke dalam kepalaku.
Aku tahu dia siapa.
Dia kaka ke tiga ku, Tri Santhi.
Yang dari lama ingin aku bertemu dengannya, ingin sekali melihat wajahnya, dan menanyakan kabarnya, seperti yang aku lakukan kepada Awan. Tetapi di saat bertemu dengannya ini malah menjadi pertemuan pertama dan terakhirku.
"Hei.. Ejh kamu gak papa!?"
Sambil menggoyang-goyang pundakku.
"Maaf aku mencari tissue kemana-mana gak ketemu. Dan barusan aku minta ke gudang.!"
Sambil mengelapkan tissue di area hidungku.
Aku tak menjawab pertanyaan Andre. Aku masih terdiam, melihat dia sudah tidak ada lagi.
"Awan kemarilah"
Ku panggil Awan dengan telepati.
"Ada ap.. a?"
Dia terdiam tidak melanjutkan kalimat berikutnya.
Aku rasa dia sudah mengetahuinya. Mengetahui bahwa Santhi baru saja disini, dan tempat terakhir pula di hadapanku.
Ku melihat ke arahnya, dia jongkok di tempat pas pada waktu Santhi dan Makhluk akar itu menghilang. Dia meraba tanah yang berada di situ.
Aku tahu apa yang sedang ia rasakan saat ini. Dia kehilangan. Dia pun belum sempat bertemu dengan Santhi sebelumnya.
Aku merasa bersalah karena masalah ini.
"Awan aku minta maaf"
"Awan?, Awan siapa Ejh?"
Andre menimpali apa yang baru saja ku katakan dengan suara pelan.
Aku tak menghiraukan Andre. Aku masih fokus ke Awan.
Dia tidak melihatku.
Dia masih jongkok di tempat yang sama. Tak lama setelah itu dia bangkit berdiri dan kemudian terbang ke atas.
Hmmmm aku tahu perasaannya, dan aku membiarkan dia pergi. Pasti dia membutuhkan waktu untuk sendiri saat ini.
"Ndre bisa antar aku ke asrama?"
"Iya ayok"
Andre membopongku untuk kembali ke Asrama.
Setelah kejadian barusan. Ku melihat sekeliling dan banyak sekali mereka berada di samping lapangan. Layaknya mereka menonton sebuah kejadian yang sangat langka terjadi.
Alhasil, karena kejadian barusan hampir dari mereka semua mengetahui bahwa aku bisa melihat mereka dan mereka mengetahui bahwa aku bisa berkomunikasi dengan mereka dan mereka mengetahui bahwa aku seorang INDIGO.
Ya mereka yang ku maksud adalah makhluk tak kasat mata.
Mereka yang berdampingan dengan kita.
Aku sudah siap di saat mereka datang kepadaku.
Mau gimana lagi, memang ini yang sudah harusnya terjadi.
----------
Semoga Awan kembali lagi bersamaku.
.
.
.