30 September 1274 AG - 9:00 PM
Southforest Dungeon - Lorong Keluar
—————
"Maafkan aku," kata Simian saat membantu membersihkan badan Mascara.
Dia meminta gadis itu melapisi tubuhnya dengan lumpur dingin demi menipu skill pengelihatan Fiduci. Di kolam itu Mascara masih membelakanginya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sikap dingin gadis itu lebih dingin dari biasanya. Dia mungkin kecewa Simian telah bersumpah menggunakan namanya. Kecerobohan itu berbuah pahit hingga Simian tidak punya pilihan lain selain menyodorkan diri sebagai laki-laki.
Dia tarik napasnya dalam-dalam. Dengan segenap keberaniannya, dia peluk Mascara dari belakang.
"Aku serius dengan perasaanku. Aku mencintaimu, Mascara," bisik Simian memaksakan kehendak. Dia mencegah Mascara agar tidak lagi mempertanyakan kejadian di waktu dia pingsan.
Apakah Simian benar-benar mencintainya?
Dia tidak tahu dan tidak berpikir sejauh itu. Dia hanya tidak mau Mascara kehilangan gambaran masa depannya. Karena setomboy apapun dirinya, dia tetaplah seorang perempuan. Simian merasa gadis itu membutuhkan pria bertanggung jawab sebagai tempatnya bersandar.
Mascara tidak meronta. Dia justru menggenggam jemari Simian yang memeluknya dari belakang.
"Aku tidak tahu perasaanku," balas gadis itu. Dia juga tidak menolak saat Simian mencium pipinya.
"Aku tahu. Akan sulit membiasakan diri untuk perubahan status hubungan kita. Walau bagaimanapun kita punya ayah yang sama, Mascara. Tapi kamu tahu? Aku senang kamu cemburu—ugh!" Simian menghentikan kata-katanya saat merasakan sikutan perut.
"Jangan bilang itu. Kamu mau aku berubah pikiran?"
Mendengar respon itu, Simian semakin berani lebih jauh lagi. Dia menggunakan pengalamam merayunya demi menaklukan hati kakak perempuannya sendiri.
"Kamu punya perasaan yang sama, Mascara?"
Sikutan kedua meluncur lagi ke tempat yang sama. Mascara membalik badan tanpa melepas tangan Simian yang melingkari pinggangnya. Kedua tangannya merangkul leher pria itu dan sesekali mengelus dagunya yang agak brewokan.
"Sampai detik ini aku masih menyangkal perasaanku ..." Mascara tersenyum. Dia mungkin merasa nyaman untuk mau berkata jujur. "Iya. Aku mulai melihatmu sebagai laki-laki."
DEG!
Jantung Simian serasa disikut. Mendapat respon sebagus itu, dia masih terkejut Mascara ternyata membuka perasaan untuknya. Ini sudah terlanjur jauh. Simian sudah tidak bisa menarik lagi kata-katanya sendiri. Dia menghanyutkan dirinya pada sensasi nyaman yang baru kali ini dia dapatkan.
"Dan sejak dulu aku memandangmu sebagai perempuan. Bahkan saat kau masih gadis dekil ompong jelek kutuan."
"Cinta monyet?"
"Iya, aku memang monyet kecil yang tidak bisa apa-apa tanpa—
PLAK!
Tamparan mesra mendarat.
"Kamu mau bilang aku monyet betina?"
Simian meraih tangan yang baru saja menampar. Dia kecup jemari Mascara sebelun meraba jari manisnya.
"Apa kamu mau aku memakai namamu untuk janji yang lain?"
"Janji setia? Usaha yang bagus, Tuan Muda. Kamu pikir aku bisa percaya omong kosong pria murahan yang suka ngobral rayuan ke banyak perempuan?"
Kata-kata itu tidak dia balas. Gadis itu memang terlalu logis. Simian raih dagu Mascara demi meresmikan hubungan barunya dengan sebuah ciuman. Tapi yang dia dapatkan hanyalah halangan dua jari yang bermakna penolakan.
Mascara mencegah ciuman itu. Nampaknya, dia masih waras.
"Jangan samakan aku seperti gadis idiot yang mudah termakan rayuanmu."
"Ayolah, beri aku kesempatan bernapas."
Mascara melepas pelukannya. Dia beranjak dari kolam itu dan memberikan pesan yang hampir sama.
"Jadilah dirimu sendiri dan berikan aku waktu untuk mengubah cara pandangku." Mascara memberi Simian kecupan pipi dan senyuman manis. "Aku tidak mau hubungan ini terjadi karena terpaksa, Simian. Kita butuh waktu. Semoga kamu mengerti maksudku."
Simian terpana. Walau bagaimanapun Mascara adalah wanita dewasa yang sangat hati-hati dengan keputusannya. Simian mengelus pipinya sendiri setelah Mascara pergi.
Di dasar hatinya, dia mulai memandang Mascara sebagai ...
"Ya ampun ... manis sekali." Seseorang nyeletuk lagi.
Tangan Simian terulur. Dia menjewer telinga seseorang yang masih menggunakan skill menghilang.
"Sampai kapan kamu nguping?"
***
"Ehem ... ada berita besar hari ini?" Yadz bicara sambil melirik Mascara dan Simian bergantian.
"Gadis ini kakakku! Jangan aneh-aneh!" Simian mengelak. Conna pasti menyebar gosip antara dirinya dan Mascara ke semua orang.
"Oh iya, justru karena itu, Firehead."
"Aku tahu maksudmu! Aku tidak serusak itu!"
"Oh, aku cuma dengar berita yang beredar."
Simian jengkel sekaligus penasaran dengan reputasinya di luaran.
"Memangnya apa saja yang kamu dengar?"
"Katanya kamu perawani seluruh gadis di Kerajaan Arcadia." Yadz memutar bola matanya mengingat-ingat. "Kamu juga suka bercinta dengan istri orang dan janda-janda."
"Yadz..." Simian menepuk kedua pundak lawan bicara dengan wajah serius. "Siapapun yang sebar gosip itu, penggal kepalanya! Ini perintah!"
"Tenang saja, Firehead. Aku tidak percaya gosip. Tapi aku tahu fakta bahwa kamu suka merayu sepupu dan kakak perempuanmu sendiri ... ehem..."
"Kamu ngajak berantem?" Simian menyingsingkan lengan jaketnya.
Itulah yang terjadi ketika Simian bertemu pria sekaku Yadz. Qalamist itu nampaknya masih dendam karena Simian pernah merayu perempuan yang dia suka. Sebagai sahabat, Simian terpaksa memanas-manasinya karena pria itu terlalu pemalu untuk perempuan itu.
Tapi sudahlah, Yadz juga tidak sepenuhnya salah. Ledekan pria miskin selera humor itu Simian jadikan kesempatan untuk memberi seorang gadis ketenangan.
Simian meraih tangan Mascara dan merangkul pinggangnya. Dia cium pipi gadis itu dan berkata, "Mulai detik ini, gadis ini bukan kakakku lagi. Aku secara resmi mamutuskan hubungan dengan Marquis Grall del Stauven. Kalau kalian bertanya siapa Mascara, dia adalah anggota harem—
PLAK!
"Jangan bercanda!"
Mascara ketus. Simian senyum-senyum sendiri setelah memastikan gadis itu tidak depresi. Diam-diam dia memberi kode tangan ke seluruh orang agar mereka tidak menceritakan kepada Mascara kejadian yang sebenarnya.
Tidak boleh bocor sedikitpun. Simian tahu segelap apa hati gadis itu.