02 Oktober 1274 AG - 10:00 Am
Southforest Dungeon - Lorong Stage 1
—————
Mascara memang tidak menyukai sifat Conna yang suka pamer. Tapi dia mengakui bahwa si imut itu adalah perpaduan sempurna antara bakat, kecerdasan dan ambisi untuk berkembang. Si kecil itu bukan hanya punya otak, dia juga selalu menggunakan otaknya untuk meneliti hal-hal baru sampai-sampai dia lupa waktu.
Apa yang istimewa dari seorang Conna?
Conna adalah seorang Lumo atau pemilik elemen cahaya yang hanya ada satu dari ribuan orang. Karena kelangkaannya dia harus belajar di gereja Celeste yang menganggap elemennya sebagai sebagian dari kekuatan Tuhan. Karena elemen itu pula Conna langsung mendapat titel sebagai priestess tanpa harus melakukan ritual apa-apa.
Namun, keistimewaan itu tidak berhenti di situ saja. Di antara para lumo pun Conna bukanlah orang sembarangan. Karena sejauh yang Mascara tahu, skill dari elemen apapun tidak mungkin bisa memiliki efek seperti yang baru saja Conna lakukan.
"Itu namanya skill kinesis, Mascara."
Mascara diam. Untuk saat ini dia mengizinkan Conna membaca pikirannya.
"Semua sekolah hanya mengajari skill 'dope', kebanyakan orang juga hanya mampu menggunakan skill 'dope'. Sesuai namanya, skill dope itu untuk doping kemampuan organ tubuh, Mascara. Seperti semua skill 'aerodope' mu atau pyrodope milik Simian.
"Bukannya sekolah bilang skill itu anugerah dari Lord?"
"Kamu percaya omong kosong sekolah? Kita sekolah elemen bertahun-tahun hanya demi mempelajari tiga skill dasar saja, 'kan? 90% waktumu belajar hanya untuk hafalan materi-materi tidak penting, Mascara. Jadi buang dulu paradigma usangmu dari sekolah kalau mau naik tingkat. Kamu tahu sendiri kan seefektif apa materi yang aku rancang untuk program militer?"
"Aku tidak percaya kalimat itu keluar dari bibir guru besar termuda, hebat sekali!" Mascara bertepuk tangan sarkastik. "Bisa simpan dulu hasratmu mengkritik dunia pendidikan? Yang aku tanyakan kinesis. Jelaskan yang benar."
Conna terbahak. Dia menjawab pertanyaan Mascara sambil berjalan.
"Jika skill dope terbatas di organ tubuh, maka skill kinesis bisa mengontrol lingkungan di luar tubuh, Mascara."
"Aku kira skill kinesis itu skill khusus milik Lumo sepertimu."
"Memang seorang Lumo sepertiku langka, Mascara. Di gereja saja aku cuma kenal segelintir Lumo. Tapi tetap saja mereka cuma mampu menggunakan skill-skill lumodope, bukan skill-skill lumokinesis sepertiku."
"Apa bedanya?"
"Contohlah skill penyembuhan. Para lumo lain harus menyentuh pasiennya sambil mengucapkan mantra yang enggak ada hubungannya sama skill mereka. Sedangkan aku? Kamu tahu sendiri lah."
Mascara mulai paham. Skill penyembuhan Conna memang tidak perlu repot-repot menyentuh pasien atau komat-kamit mantra panjang-panjang seperti orang idiot. Conna cukup mengeluarkan cahaya dari jemarinya dan siapapun yang terkena cahaya itu langsung sembuh.
Tapi tetap saja ada yang masih membuat Mascara penasaran.
"Ngomong-ngomong, kamu tahu skill kinesis itu darimana?"
"Dari buku kuno yang dilarang gereja."
"Dilarang?"
"Iya, gereja melarang para Lumo pelajari skill lain diluar kurikulum mereka. Mereka bilang, skill lumodope diluar enam skill dasar itu heretic. Apalagi skill lumokinesis sepertiku. Cih, kenapa pula aku ikuti dongeng bodoh ajaran Celeste itu?"
"Aku tidak percaya kata-kata itu keluar dari mulut priestess Celeste sepertimu." Kedua kalinya Mascara bertepuk tangan berbumbu cibiran. "Berarti skill kinesis juga bisa dipelajari pyro seperti Simian?"
"Iya betul. Skill kinesis itu bisa dipelajari pemilik elemen apapun, Mascara. Kalau Simian bisa kinesis, skill-skill-nya nanti disebut sebagai pyrokinesis."
"Pyrokinesis?" Simian yang merasa digosipkan langsung menoleh dengan mata berbinar-binar. "Kereen! Apa aku bisa menyemburkan api seperti naga?"
"Bau mulutmu sudah seperti mulut naga. Jangan ikut-ikutan obrolan gadis-gadis, hus —hus—hus!" Mascara mengusirnya seperti mengusir kecoa.
Simian langsung ketus.
"Lebih baik kembali ke tugas kalian daripada bergosip!" Pria itu menunjuk bagian lorong yang memcurigakan. "Sudah punya analisa?"
Mascara bergeleng karena jenis dungeon ini memang belum pernah dia jelajahi. Gadis itu juga belum menemui jurnal-jurnal petualang yang pernah menaklukannya.
Tapi buat apa mengajak Conna kalau tidak dipakai otaknya?
Mascara pun menyerahkan satu anak panahnya agar si kecil itu menjelaskan.
"Jebakan di dungeon jenis ini sebenarnya hanya struktur rapuh tembok, langit-langit atau lantai,bMascara. Artinya ada rongga di sekitarnya dari rembesan air." Conna langsung menyatakan teori yang mungkin dia dapatkan dari salah satu buku yang dia baca. Dia mulai menggambar obyek-obyek aneh di lantai dengan anak panah yang Mascara berikan. "Rembesan air itu artinya tingkat kelembaban tinggi. Semakin lembab, berarti makin banyak lumut cahaya. Kamu tahu artinya?"
"Berarti lorong yang paling terang pasti ada jebakan?" balas Mascara terkagum. "Masuk akal juga analisamu." Dia menoleh ke arah Simian yang ternyata mengamati diskusinya dengan wajah serius. "Memangnya kamu paham?"
"Enggak, cuma kamu yang nyambung ngomong sama Conna."
Sejenak, Mascara terpana dengan tingkat kemalasan laki-laki memikirkan sesuatu yang mereka anggap tidak penting. Tapi dia buang hasrat mengkritik untuk memberi laporan tambahan.
"Kemungkinan akan ada omegra yang menyerang kita 400 meter ke depan. Kita berhenti di tiap perempatan untuk habisi mereka. Setelah itu menuju perempatan lain sesuai peta. Kira kira ada 200 meter jarak tiap perempatan. Bagaimana, Simian?"
"Sudah pahami gambaran dungeon-nya kan? Sisanya improvisasi," ujar Simian saat menghunuskan claymore-nya. "Siapkan senjata kalian. Ayo berangkat!"