01 Oktober 1274 AG - 4:30 Pm
Desa terdekat Kota Tigris
—————
Warna jingga membentang di cakrawala. Cahaya senja membentuk siluet ladang gandum yang dihiasi tangkai layu dan rumput-rumput kering. Setelah panen raya itu hanya tersisa tawa para petani oleh indahnya hidup di Propinsi Tigris.
Setidaknya, sampai terlihat beberapa orang berlarian dengan badan berdarah-darah.
"Omegraaaa!"
"Tolong kami!"
"Cari tempat berlindung!"
"Kemana para petualang!?"
Sekelompok orang berlari tunggang langgang di antara ilalang. Di belakang mereka, terdapat beberapa domba raksasa yang bermata hitam dan berbentuk mengerikan.
BRAAKKKKKK!!!
"Kyaaa!!!"
"Selamatkan diri kalian!"
Dengan tanduk melingkarnya yang besar, domba monster itu menghancurkan gubuk-gubuk kayu beserta pagarnya. Potongan papan pun berserakan bersama darah dari dua orang yang telah menjadi korban. Dan di sebuah gubuk yang telah luluh lantak, seorang gadis petani jatuh terduduk dengan badan gemetaran.
"Ampuni aku ...."
Badannya lemas. Air mata mengalir di pipinya. Gaun lusuhnya pun terasa basah oleh air kencingnya sendiri. Gadis itu hanya bisa memandang domba mengerikan itu dan memejamkan mata ketika domba besar itu hendak menyerangnya.
"Kyaaaa!!!"
SLASHHH!!!
Gadis itu merasakan cairan kental dan hangat menyirami kulit wajahnya. Setelah dia membuka mata, dia melihat darah hitam itu juga terciprat di gaun dan lengannya. Dia berteriak ketika melihat darah pekat itu masih mengucur deras dari kepala monster yang sudah terpenggal.
"Kamu enggak apa-apa?"
Telinganya mendengar suara pria muda yang penuh wibawa. Di samping mayat monster itu dia melihat seorang pemuda tampan berambut merah sedang membersihkan pedang ramping yang sangat panjang.
"Pahlawanku ...."
Gadis petani itu terpana. Berkaca-kaca dia pandang sosok pahlawan yang baru saja menolongnya. Pupil biru pria itu membuatnya terpaku sehingga dia melupakan pesingnya air kencing. Saat pria berambut merah itu memeluknya, dengan senang hati dia sodorkan badan.
PLAKKKK!!!
"Jangan curi kesempatan."
Lamunannya berantakan saat dia melihat seorang gadis berambut hitam menjitak kepala pria tampan itu dari belakang.
"Kamu merusak wajah kerenku, Mascara!"
"Keren apanya? Kita sedang bertugas." Gadis pemanah itu beralasan dengan suara dingin.
Gadis petani itu tidak tahu punya hubungan apa dua petualang itu. Namun sebagai sesama perempuan, dia tahu bahwa si archer itu sedang cemburu. Gadis yang dipanggil Mascara itu sesekali mempelototinya setiap kali si tampan tidak melihat.
"Aku bisa tak laku gara-gara kamu."
"Pacarmu sudah banyak. Jangan nambah lagi." Archer itu menjawab lagi dengan intonasi dingin yang sama.
"Terserah, mengganggu saja."
Pria itu kembali memandangnya dan memberi senyuman manis. Saat tangannya terulur, gadis petani ragu menerimanya karena gadis lain yang diam-diam menunjukan wajah mengancam.
Dia pandangi wajah dingin gadis berambut hitam itu. Rasa rendah diri menghantuinya karena wajah cantik si rambut hitam yang selaras dengan sang pemuda tampan. Tapi pria itu masih saja mengulurkan tangannya untuk dia raih.
"Nona, ayo segera pergi dari sini. Kita selamatkan yang lain."
Gadis petani itu mengangguk. Dia raih tangan pria itu dan membiarkan tubuhnya dipeluk.
"Tenang, Nona cantik, ada aku—
"Nanti saja menggombalnya. Ayo pergi," potong archer itu menjewer telinga si rambut merah. "Kita habisi omegra yang lain."
"Aku menyesal ngajak kamu!"
"Supaya kamu bisa melirik perempuan lain?"
"Iya! Aku mau buat harem!"
PLAKK!
"Aku—
PLAAKKK!
"Apa salahku!!!?"
PLAKKKKKKK!!!
Melihat pertengkaran keduanya, si gadis petani mulai bicara terbata-bata.
"Tolong selamatkan keluargaku, Tuan dan Nona Petualang."
Si pria tampan menoleh lagi dan meraih tangannya kembali.
"Aku selalu ada di sini untukmu—
PLAKKKK! PLAKKKK! PLAKKKKK!!!
***
"Kamu kasar sekali ..."
Di sepanjang jalan menuju peternakan, Simian mengelus pipinya yang habis kena tampar berkali-kali.
"Tanganku cuma terpeleset," jawab Mascara seenaknya.
"Terpeleset apanya!?"
PLAKKKKK!!!
"Ooppss, terpeleset lagi."
Simian langsung jaga jarak.
Dia keheranan dengan sikap Mascara yang akhir-akhir ini semakin aneh. Dia pandangi gadis itu dengan wajah bertanya-tanya.
"Enggak usah lihat aku seperti itu. Kewajibanku menyelamatkan kaum perempuan dari buaya sepertimu."
Simian tidak menjawab. Dia semakin memperlebar jarak saat tangan Mascara kembali mengepal.
"Hahahaha, kamu penakut sekali. Tuh ada mangsa lagi di sana," tukas Mascara menunjuk empat ekor domba seukuran sapi dewasa.
Kira-kira 200 meter jauhnya Simian dari posisi mereka. Dia melihat domba-domba itu mengepung rumah kayu yang agak besar. Di sekitar mereka, tergeletak sesosok mayat yang bagian tubuhnya sudah tercerai-berai.
"Paman! Hiks!"
Simian menghalangi gadis petani yang hendak berlari. Karena teriakan gadis itu, keempat mahluk itu menoleh bersamaan dan mengubah sasaran.
Simian memandang Mascara dan menganggukkan kepalanya. Mascara pun mengambil jarak bersama anak panah yang siap meluncur.
"Ovix, spesies omegra paling umum di peternakan selain Gallux dan Sux. Sepertinya omegra rank-C. Para petani itu ceroboh sekali, Simian."
"Ketemu titik lemahnya?"
"Sebentar," balas Mascara menfokuskan mata. Setelah beberapa detik memindai dia berkata, "Sekarang!"
Mascara melepaskan satu tembakan. Simian berlari cepat membawa pedangnya mengiringi laju anak panah Mascara. Saat panah itu menancap di mata kanan omegra pertama, Simian mengayunkan pedangnya tepat di leher mahluk itu.
"Simian?"
"Di mata kiri!"
Mascara melepaskan anak panah kedua sesuai arahan ketua party-nya. Saat panah itu menancap di mata kiri omegra itu, Simian langsung menebas kepalanya tanpa ragu.
Dua omegra tersisa pun mengepung Simian dari dua arah.
"Di bawah hidung dan sekitar leher!" teriak Simian menyebut bagian keperakan yang dia lihat.
Simian melompat saat dua pasang tanduk besar itu menyerang dari arah berlawanan. Dia berguling dan menyiapkan kuda-kuda begitu badannya mendarat.
TRANKKKK!!!
Cipratan api terpercik saat tanduk yang sekeras besi itu dia tangkis dengan pedangnya.
'Cih, mereka cerdas juga!'
Saat pedang panjangnya masih berbenturan, omegra lain menyerangnya dari titik buta. Tapi sebagai Pyro yang punya kelincahan, Simian menggunakan pedangnya untuk memberinya dorongan lebih.
Lompatan indah itu pun menyelamatkannya beberapa detik sebelum tanduk itu menabrak. Saat dia masih melayang di udara, dia melihat anak panah meluncur tepat menuju leher salah satu omegra.
Gerakan Omegra itu sejenak membeku. Di beberapa detik kesempatan itu, Simian mengayunkan badannya di udara untuk satu tebasan bertenaga.
Sebuah kepala pun bergelinding diikuti darah hitam yang mengucur seperti air terjun.
Satu omegra tersisa tidak membuang kesempatan saat Simian hendak mendarat. Dengan badan besarnya, dia menyeruduk pria itu yang jelas tidak punya persiapan.
Namun, panah akurat Mascara membuat domba monster itu menghentikan langkahnya sendiri. Dengan santainya Simian menghampiri domba itu dan mengayunkan pedangnya.
SLASHHH!!!