Lima tahun kemudian
—————
25 April 1269 AG - 03:00 Pm
Kota Tigris - Arena Duel
—————
TRANK!
Grall menangkis serangan dengan pedang kesayangannya. Dia memanfaatkan ayunan bertenaga lawan untuk memberi daya putar di satu tendangan. Tapi pak tua itu bukanlah lawan yang bisa dia remehkan. Dengan mudahnya Tonos membatalkan ayunan pedangnya untuk menangkis tendangan Grall.
"10 tahun absen di medan tempur, kamu tidak merindukannya, Nak?" ujar Pak Tua itu.
"Tidak ada yang lebih aku rindukan selain Phulia, Ayah," jawab Grall, menyebut nama mendiang istrinya yang tidak lain puteri tunggal Tonos.
"Kamu pandai merayu ayah mertuamu," balas Tonos sebelum melayangkan satu tendangan akrobatik.
Grall kesulitan menghadangnya. Meski dia sudah diajari Tonos ilmu bela diri dari negeri timur, kecepatan pak tua itu masih saja di luar kemampuan refleknya. Satu tendangan itu pun meluncur tepat ke dagu Grall.
"Oh menantuku ... andai Phulia melihat wajah bengapmu."
"Berhenti meledekku, aku masih belum menyerah."
"Dasar bocah!"
Grall komat-kamit mantra dan menggunakan skill pyrodope⁴ miliknya. Kelincahannya pun berlipat ganda sehingga dia mampu membaca arah serangan Tonos.
"Inikah kemampuan orang terkuat nomor tiga se-Kerajaan Arcadia? Aku bahkan sempat tepuk tangan waktu kau menyerang."
Grall berusaha keras untuk tidak terpancing. Pak Tua itu benar-benar ahli memprovokasi orang. Marquis itu tidak mempedulikannya dan tetap menyerang Tonos dari titik buta.
Menusuk, menebas, menendang, semua sudah Grall lakukan. Tapi Tonos mampu menghadangnya sambil melontarkan segudang ledekan. Pria tua itu juga sesekali menggerakan badannya untuk mengejek.
"Argghh, Sialan!" umpat Grall tidak tahan. "Bertarung dengan mu itu mimpi buruk!"
Grall menancapkan pedangnya ke tanah. Dia menyerah biarpun Tonos belum mengeluarkan skill apapun. Hasil pertarungan itu kontan mengundang tepuk tangan seseorang yang duduk tenang di bangku penonton.
"Seperti yang diharapkan dari kaum nenek moyang manusia."
"Anda lebih tua dari saya, Tuan Geraldine."
"Tapi jiwa saya lebih muda dari anda, Tuan Tonos."
"Kenapa kalian tidak bertarung saja?" tukas Grall pada dua kakek-kakek yang saling meledek.
"Anak muda jaman sekarang."
"Iya, tega-teganya dia menyuruh tua renta seperti kita bertarung."
"Aku sudah 38 tahun, bisakah kalian menghargai usiaku?" Grall semakin tersinggung. "Anak sulungku bahkan sudah di usia menikah sekarang."
"Anakmu yang mana? Mascara? Kamu mau cari menantu yang secantik apa untuk dia? Hahahaha!"
Grall terdiam. Sindiran Tonos terlalu menghujam karena baru-baru ini saja Mascara menyadari jenis kelaminnya. Marquis itu menyesal memperlakukan anak gadisnya seperti anak laki-laki.
"Sudahlah, Grall, kita berkumpul di tempat ini untuk membahas langkah kita selanjutnya, bukan?" kata Geraldine memecah keheningan.
"Iya, Solidi dan Barlux sudah menyelesaikan tugasnya. Kita bisa menebak apa reaksi New Age Order melihat kemajuan kita."
Seperti rencananya 10 tahun silam, Geraldine adalah mitra terdekat Grall. Jika Solidi dan Barlux bertugas membangun unsur sipil, maka dirinya dan Guildmaster Petualang itu membangun unsur pertahanan.
"Saya sudah menyuap orang-orang istana untuk program penting ini." Grall bicara lagi setelah duduk di kursi tepian arena pertarungan. "Propinsi Tigris akan jadi satu-satunya tempat di dunia di mana militer dan petualang bisa bergandengan tangan."
"Bagaimana anggarannya?" Tonos bertanya setelah duduk di kursi panjang yang sama. "Kau sudah koordinasi dengan Barlux dan Solidi?"
"Iya. Solidi sudah sosialisasi ke para pedagang, Barlux juga sudah membuat peraturan. Setelah ini quest-quest di Tigris upahnya dua kali lipat dibanding daerah lain. Aku sendiri mulai membangun asrama untuk para petualang berdampingan dengan asrama militer. Ada program pelatihan gratis juga untuk mereka."
"Saya juga sudah koordinasi ke asosiasi petualang tentang ini, Tuan Tonos," ujar Geraldine menambahkan.
Tonos tersenyum. Nampaknya dia sudah mengambil kesimpulan bahwa langkah selanjutnya akan berjalan mulus. Grall pun berpikiran sama karena setelah ini adalah masa-masa kritis.
New Age Order mungkin tutup mata di awal-awal rencana itu berjalan. Tapi setelah Tigris dan Maylon menguasai jalur perdagangan, mereka pasti merasa ada yang tidak beres di Arcadia. Organisasi itu memang mengandalkan upeti sehingga perubahan di perdagangan tidak terlalu mempengaruhi mereka. Akan tetapi, sebagian bangsawan yang menyumbang upeti itu juga memiliki bisnis sendiri dari manor-manor yang mereka kuasai.
Para bangsawan itu adalah pesaing bisnis yang sudah Tigris dan Maylon injak-injak. Kekalahan mereka di perdagangan pasti memberi pukulan berat di keuangan New Age Order. Sang raksasa sudah melihat semut kecil. Semut itu harus memiliki senjata untuk bisa mempertahankan dirinya.
"Dukungan asosiasi pedagang dan asosiasi petualang sudah kita kantongi. Kita juga diam-diam mendapat dukungan dari kerajaan-kerajaan yang menentang Celestesphaira. Tapi itu belum cukup, Grall, Maylon belum memiliki cukup energi untuk membuka gerbang lagi," celetuk Tonos menyadarkan Grall bahwa belum waktunya merayakan kemenangan. "Kita juga harus mendapatkan dukungan dari kerajaan-kerajaan yang berpotensi menyerang kita. Kita tahan agresi mereka sampai lima tahun ke depan."
"Caranya?" balas Grall langsung pada intinya.
"Perang ideologi."
Grall sejenak terdiam sebelum tiba-tiba ketus.
"Wajahku memang mirip Barlux. Tapi aku bukan dia. Ayah sudah rabun?"
"Kamu juga harus tahu ideologi itu apa, Grall," bantah Tonos agak tersinggung. "Aku tahu kau langsung mendengkur beberapa menit setelah membaca buku. Tapi lihatlah keadaan sekarang, seharusnya kamu sudah paham!"
Selama ini Grall memang sekilas saja membaca konsep-konsep ideologi yang Barlux pelajari. Marquis itu sudah mual duluan setiap kali melihat tumpukan buku di perpustakaan pribadi milik adiknya itu.
Namun, lima tahun kedepan adalah masa penting dari semua rencananya. Grall tidak bisa bermalas-malasan karena satu kesalahan saja bisa membuat semuanya berantakan.
Maylon belum memiliki militer. Kalau Tigris tidak punya hubungan diplomatis, New Age Order punya banyak alasan untuk menyerang.
Propinsi Tigris sudah sepenuhnya Grall kuasai. Dengan kemajuan pesat di kesejahteraan, rakyat Tigris sudah menyadari bahwa Celestesphaira hanyalah benalu di kehidupan mereka. Mayoritas penduduk Tigris sudah berhenti menjadi fanatik. Jika konsep kesejahteraan itu Grall sebarkan ke seluruh Benua, maka pengaruh Celestesphaira akan terkikis. Mungkin inilah yang ayah mertuanya maksud dengan perang ideologi.
Satu batu dua burung. Selain mendapat dukungan rakyat, Tigris juga akan didukung para bangsawan.
"Iya, memang itu yang aku maksud, Grall."
"Maksudnya."
"Yang kamu pikirkan barusan itu ideologi kita."