15 September 1274 AG - 11:00 Pm
Kota Tigris — Mansion Grall del Stauven
—————
Malam semakin larut. Simian masih sulit memejamkan matanya. Untuk kesekian kalinya selama tiga tahun ini dia menutup hari di kamarnya sendiri. Dia selalu bernostalgia karena kamar itu menyimpan berjuta kenangan masa kecilnya.
Di kamar itulah tempat bermain bersama kedua saudaranya. Di ranjang itu pula dia menghabiskan masa kecilnya yang sering terkapar sakit-sakitan. Dan di kamar itu, dia dirawat Mascara yang selalu ada untuk dirinya.
'Aku masih belum percaya gadis cantik ini orang sama,' benak Simian saat membelai rambut hitam seseorang.
Mascara yang dulu jauh berbeda dari Mascara yang sekarang. Gadis itu dulu selalu berpenampilan dekil karena malas mandi dan keseringan beraktivitas seperti laki-laki. Bau badannya sangat mengerikan sehingga hidung Simian sering menderita semalaman. Tapi semua berbeda semenjak gadis itu menyadari kecantikannya. Mascara mulai memanjangkan rambutnya, merawat tubuhnya sendiri, juga mau berdandan meski tidak seheboh gadis-gadis lain.
Simian tidak pernah bosan memandang wajah lelap si cantik yang jarang ternoda kosmetik. Sesekali dia kecup dahi Mascara yang membenamkan wajah di dadanya. Si gadis dekil itu berubah menjadi gadis paling mempesona. Aroma tubuhnya pun ... darah Simian jadi berdesir karena hidungnya mencium aroma menggoda itu.
Mascara memeluknya erat seperti biasanya. Simian tidak mampu bergeliat dan hanya bisa memandang langit-langit kamar. Sesekali dia membelai rambut hitam Mascara agar gadis itu tidak terjaga. Entah kenapa, gadis itu selalu menjadi sosok berbeda di waktu tidur. Si tomboy itu bukan lagi gadis berwajah dingin melainkan gadis manis yang sangat feminim.
Wajah tanpa ekspresi Mascara hilang entah kemana seakan dia memiliki kepribadian lain.
Si galak itu saat ini seperti lebih mirip perempuan yang pasrah mau diapa-apakan. Bibirnya terlihat manis sehingga Simian menahan diri untuk tidak menciumnya. Sudah berkali-kali pertahanannya hampir berantakan karena bibir manis itu sesekali menempel ke lehernya.
'Lord ... dia saudaraku ...'
Jujur, Simian menderita. Dia tidak menyangka malam ini Mascara tidur dengan hanya memakai chemise¹ tipis. Pria itu bisa merasakan bulu-bulu halus gadis itu karena kulitnya yang bersentuhan. Di matanya, Mascara seperti hidangan lezat untuk orang yang kelaparan.
Selama ini gadis itu selalu menyembunyikan pesonanya di balik pakaian maskulin. Seluruh tubuhnya tertutupi, dan gerak-geriknya seperti laki-laki. Semua orang tidak akan menyangka bahwa di balik sifat maskulin itu ada kecantikan berbeda yang hanya Simian yang tahu. Chemise se-paha itu pun seakan sengaja menguji Simian untuk tetap menjaga kewarasan.
Apa Mascara lupa saat ini dia tidak sedang tidur sendirian?
Apa dia tidak mempermasalahkannya karena menganggap Simian hanyalah bantal guling?
Atau ... Mascara memang sengaja karena dia tetaplah wanita matang yang punya kebutuhan?
Simian tidak tahu. Yang dia tahu, sudah banyak pria yang cacat tangannya karena berani mencolek gadis itu. Simian berusaha menjaga sikapnya karena tahu resikonya apa.
Namun, mimpi buruk dimulai ketika paha Mascara tiba-tiba menindih sesuatu yang sedang tegang. Simian langsung merasa kegelian yang akan sangat berbahaya jika dibiarkan lama-lama.
'Mampus!'
Simian panik. Dia harus segera menggeser paha itu sebelum pemiliknya bangun karena alasan yang sangat memalukan. Tanpa pikir panjang dia menempelkan tangannya ke paha mulus Mascara untuk memindahkannya.
'Oh Lord, lemparkan aku ke neraka sekarang juga!' Simian semakin dilema karena tangannya justru mengelus-elus paha kakak perempuannya sendiri.
Dia sudah berusaha mengendalikannya. Tapi tangan itu justru bergerak perlahan dari lutut Mascara sampai melewati tepian chemise-nya. Tangan nakal itu bahkan sudah tiba tepian jurang kematian andaikata Mascara bangun dan mengetahuinya.
Cepat-cepat Simian tarik tangan itu sebelum berujung berita buruk. Tapi celakanya, si pemilik paha sudah duluan bergelinjang sehingga tangan itu terpeleset beberapa senti saja dari bagian terpenting Mascara. Celakanya lagi, tangan itu terlanjur terjepit sepasang paha dari perempuan yang sangat menakutkan.
Simian sejenak terdiam. Dia pandang tangan yang terjepit itu lama-lama sambil sesekali melirik bagian bawah chemise Mascara.
Jakunnya naik turun. Pikirannya menebak-nebak apakah Mascara memakai kain lain dibalik chemise itu. Simian terlalu terpana sampai lupa bahwa kondisi itu sangat berbahaya
'Aku bejat, aku pria bejat!'
Andaikata tangan itu tidak terjepit, Simian pasti menggunakannya untuk mencolok matanya sendiri. Sesegera mungkin dia ambil keputusan sebelum godaan itu semakin kejam. Tapi pilihan itu serba salah. Dia bingung antara menarik tangannya dengan resiko Mascara bangun, atau membiarkannya begitu saja meski ujung-ujungnya ketahuan juga. Keringat dingin pun menetes saat dia menarik tangannya perlahan karena satu kesalahan saja bisa berujung tagihan rumah sakit.
Belum lagi reputasi buruk karena mencabuli kakak perempuannya sendiri.
Tangan itu akhirnya terbebas setelah agak lama. Simian bernapas lega dan mendapatkan lagi pengendalian dirinya. Akan tetapi, dia baru sadar bahwa posisi itu menjebaknya untuk tidur berhadapan-hadapan. Dia juga baru sadar waktu dia fokus membebaskan tangannya tadi, wajahnya ternyata menempel di belahan dada Mascara sehingga dia terjerumus ke dilema lainnya.
Malam masih panjang. Di tengah tidurnya, Mascara memeluk Simian dengan posisi yang sangat memalukan.