14 September 1274 AG - 9:30 Am
Kota Tigris — Mansion Grall del Stauven
—————
BRAAAKKK!!!
Seperti biasa, pintu mansion itu Mascara buka dengan tendangan. Dia disambut ruang tamu mewah, furniture mahal, serta dua pria paruh baya yang sedang asyik bercengkrama.
"Grall, kamu tidak mengajari anak gadismu cara benar mengetuk pintu?"
"Aku tidak pernah ingat punya anak perempuan."
Mascara tersenyum penuh hormat meski dua pria itu menyindirnya. Dia menghampiri mereka dan duduk di salah satu kursi yang tersedia.
Siapakah dua pria itu?
Salah satu dari mereka bernama Grall del Stauven, ayah Mascara. Sedangkan orang satunya bernama Solidi, yang merupakan guildmaster¹ pedagang di Kota Tigris. Dari atmosfir keduanya, Mascara tahu bahwa dia tidak bisa duduk di kursi itu lama-lama.
Grall adalah seorang marquis¹ atau bangsawan militer tingkat propinsi. Pria berumur 43 tahun itu memiliki rambut pirang emas dan pupil hijau jamrud selayaknya keturunan asli Stauven. Pria itu juga memiliki wajah tegas seperti umumnya orang militer. Dari latar belakang ayahnya, siapapun bisa menebak perangai kasar Mascara asalnya dari siapa. Terlebih jika melihat ekspresi Grall yang juga datar dan miskin senyum.
Berlawanan dengan Grall yang selalu serius, Solidi terlihat lebih santai. Mascara sangat mengenalnya karena Solidi suka sekali menggoda sifatnya yang seperti laki-laki. Pria ber-capperon² mewah itu memandang cara duduk Mascara dan menyindirnya.
"Grall, bisa bayangkan gadis ini memakai gaun pengantin?"
"Tidak. Aku bahkan tidak yakin anak sulungku ini perempuan sungguhan."
Mascara tersinggung. Dia melirik ayahnya dan membalas, "Persetan dengan pernikahan. Aku tidak mau tunduk di bawah kaki laki-laki."
"Aku hargai cita-citamu jadi perawan tua."
"Hahahahaha!" Solidi tergelak.
Mascara semakin tersinggung. Tapi dia tidak membantah karena kata-kata ayahnya tidaklah salah. Di usia 25 tahunnya, dia masih belum kepikiran menjalin hubungan dengan lawan jenis.
Apalagi pernikahan.
Tidak ada lagi pria yang berani melamarnya karena gadis itu selalu menjawabnya dengan kekerasan.
Mascara malas memikirkannya. Dia sudahi benaknya sendiri demi urusan lain yang lebih penting.
"Ada perlu apa memanggilku? Ada orang yang mau melamarku lagi? Suruh mereka melamar ayam."
"Pfftt ... Hancur sudah impianmu menimang cucu, hahahaha!"
"Sudahlah, berhenti menakut-nakutiku," tegur Grall pada Solidi. Dia kembali menoleh Mascara dan langsung bicara pada intinya. "Ini tentang Simian. Bulan depan dia harus sudah ada di Kota Maylon."
"Ow," balas Mascara bernapas lega.
Simian del Stauven adalah adik Mascara sekaligus petualang lain yang sangat ditakuti para kriminal selain dirinya. Karena ayahnya terkadang memberi Simian tugas militer, Mascara jadi berpetualang sendirian seperti sekarang. Gadis itu biasa saja menanggapinya meski Kota Maylon juga masih misteri untuknya.
"Sampai berapa lama Simian ditugaskan ke sana?"
"Ini bukan tugas militer," jawab Grall menatap serius. "10 tahun lamanya aku merencanakan ini. Aku ingin memberitahumu karena sekarang sudah waktunya."
"Sudah waktunya?" Mascara mulai curiga. Dia mulai merasa tak nyaman saat membayangkan apa lagi yang akan ayahnya ucapkan. "Ini alasan ayah memanggilku jauh-jauh?"
"Iya. Aku sudah menjual Simian ke Kota Maylon. Dia tidak akan kembali ke Tigris."
BRAKKKK!!!
Sebuah meja tebal dari kayu, membekas cekukan baru dari tangan gadis itu.
"Telingaku yang bermasalah, atau ayah yang salah bicara?"
"Ini demi kebaikan Kota Tigris," balas Grall tanpa terpengaruh gertakan Mascara. "Simian sudah dewasa, sampai kapan kamu memperlakukannya seperti bayi?"
Mascara langsung meradang.
"Selamanya! Selamanya dia bayi di mataku! Karena aku yang membesarkan Simian, bukan orang sibuk seperti ayah!"
Mascara tidak terima sang ayah seenaknya mengambil keputusan. Dia tidak menyangka semudah itu Simian menjadi barang dagangan. Pupil hitamnya menatap tajam mata ayahnya dan kembali mengancam.
"Berikan aku penawaran bagus atau aku bakar mansion ini!"
"Hahahahaha!"
Grall menanggapi tawa Solidi dengan senyum simpul. Dia mengeluarkan tiga lembar surat dan menjelaskan isi surat pertama kepada Mascara.
"Kamu juga ikut Simian ke Maylon. Vodi adik bungsumu juga ikut kalian nanti. Kamu pikir aku tega memisahkan kalian?"
Mascara sedikit lega. Tapi dia masih jengkel karena surat itu lebih mirip cara sopan untuk mengusirnya. Dia masih diam saat ayahnya menjelaskan isi surat kedua.
"500 gold uang sakumu dari Kota Maylon. Ada uang lebih banyak setelah kamu di sana."
"Deal!" Mascara menjawab cepat.
"Hahahahahaha! Anak gadismu ini benar-benar mata duitan! Hahahaha!"
"Diam, Solidi. Gara-gara kamu yang mengajari dia!" Grall menyahut sambil menyerahkan surat ketiga ke tangan Mascara. "Lebih baik kamu baca sendiri isinya."
"Belakangan saja." Mascara menaruh surat itu di sakunya. Dia tidak sabar untuk segera menyampaikan benak yang selama ini dia simpan. "Ayah pikir aku tidak curiga selama ini ayah menyimpan sesuatu dariku? Sampai kapan ayah merahasiakannya?"
"Iya, makanya aku memanggilmu. Di surat itu ayah jelaskan semuanya. Kamu harus tahu siapa ayahmu ini, dan siapa kalian nanti."
Mascara mengeryitkan dahinya. Dia raih lagi surat yang baru saja dia simpan. Tapi belum sempat dia membacanya, sang ayah sudah menyodorkan surat lain yang membuat dahi Mascara semakin berkerut.
"Tagihan untuk siapa ini?"
"Untukmu. Simian menggunakan namamu untuk berhutang. Segera cari si mata keranjang itu sebelum dia kabur ke kota lain."